Dokumen Bangkok dan 50 tahun FABC.
Dokumen Bangkok lahir sebagai upaya Gereja Asia menegaskan dirinya kembali, setelah 50 tahun keberadaan Federation of Asian Bishops Conference (FABC).
Dokumen ini adalah hasil FABC General Conference dalam rangka 50 tahun FABC yang berlangsung pada 12-30 Oktober 2022 di Baan Phu Waan Pastoral Training Centre, Bangkok, Thailand.
Pertemuan itu bertema “Journeying together as peoples of Asia.. and they went a different way (Mt 2:12)”. Seharusnya berlangsung akhir 2020, tapi terpaksa ditunda mengingat pandemi Covid-19.
Lahirnya FABC tahun 1970
Federasi para uskup Asia (FABC) lahir sebagai tindak lanjut dari pertemuan uskup-uskup Asia (Asian Bishops Meeting) tahun 1970 di Manila. Dalam rangka menyambut kehadiran Paus Paulus VI. Sebuah momentum perjumpaan terbesar para uskup Asia, setelah sebelumnya mereka disatukan dalam Konsili Vatikan II.
Dokumen Bangkok yang diluncurkan pada 15 Maret 2023 tersebut merupakan hasil dari proses refleksi bersama para uskup atas 50 tahun kehadiran FABC beserta segenap dinamika di dalamnya.
Beberapa catatan kritis para teolog seperti Felix Wilfred, dan pemerhati FABC menyatakan bahwa dokumen tersebut menunjukkan sikap Gereja Asia yang mencari “zona aman” dan “kurang tajam”.
Arah pastoral masa depan
Namun terlepas dari hal tersebut, dokumen tersebut cukup mampu memberi prioritas arah pastoral bagi Gereja Asia ke depan.
Menindaklanjuti dokumen tersebut, tanggal 5-10 Juni 2023 lalu, FABC Office of Human Development (OHD)/Climate Change Desk (CCD) menyelenggarakan lokakarya Post FABC 50 General Conference bertempat di Marian Pilgrim Centre Bai Dau, Vung Tau, Vietnam.
Kegiatan ini, selain sebagai konsultasi rutin FABC OHD/CCD dengan hirarkhi maupun awam dari berbagai negara, juga bertujuan untuk mengawal sosialisasi dan implementasi dokumen Bangkok.
Lokakarya ini dihadiri oleh 37 peserta yang terdiri dari uskup, imam, biarawan dan biarawati, serta aktivis awam.
Peserta berasal dari 11 negara, dan dihadiri pula perwakilan dari mitra kerja FABC OHD/CCD seperti Talitha Kum Asia, Laudato Si’ Movement Asia-Oceania, maupun Asia Pacific Justice and Peace Workers Network (APJPWN).
Vietnam dipilih mengingat meskipun komunis, tetapi umat dan tradisi Katolik memiliki jejak yang dalam dan kokoh tertanam menjadi bagian dari masyarakat Vietnam.
Lima hari peziarahan
Pembukaan berlangsung pada 5 Juni 2023 di kapel Makam para Martir Vietnam yang terletak di Keuskupan Ba Ria. Kapel ini sendiri menyimpan abu dari 288 martir Vietnam yang wafat akibat penganiayaan oleh Raja Tu Duc pada tahun 1861.
Perayaan ekaristi dipersembahkan bersama oleh 7 uskup dengan Mgr. Emmanuel Nguyen Hong Son, Uskup Keuskupan Ba Ria sebagai selebran utama.
Malam itu, sejauh 30 km kami menembus malam menuju lokasi kegiatan di Marian Pilgrim Centre di Bai Dau, Vung tau, sebuah kompleks pusat peziarahan sekaligus pusat Paroki Bai Dau.
Sebuah patung Bunda Maria mengangkat Bayi Kristus setinggi 25 meter di lereng bukit menyambut seluruh peserta dengan gembira.
Pagi harinya, Fr. Joseph Gonsalves (India) selaku sekretaris eksekutif FABC OHD/CCD bersama Romo Peter Phu Lai (Vietnam) memberikan pengantar seluruh proses.
Penekanan pada perlunya Safeguarding Policy (aturan perlindungan anak dan dewasa rentan) disampaikan oleh Mgr. Allwyn D’Silva, Ketua FABC: OHD/CCD sekaligus uskup emeritus Mumbai, India.
Acara dilanjutkan dengan dari semua negara peserta serta laporan dari organisasi mitra. Acara hari kedua ditutup dengan malam ramah tamah dengan paparan dari Uskup Keuskupan Agung Ho Chi Minh City Mgr. Joseph Nguyen Nang – kini Ketua Catholic Bishops Conference of Vietnam.
Di hari ketiga, 7 Juni 2023, seluruh peserta belajar dari sejarah dan dinamika Gereja Katolik Vietnam.
Mgr. Joseph Do Manh Hung, Uskup Keuskupan Phan Thiet sekaligus Sekretaris Jenderal CBCV (Catholic Bishops’ Conference of Vietnam) membuka dengan sesi bertema Faith Journey of the Church in Vietnam.
Melengkapi paparan ini, panel pembicara terdiri dari:
- Uskup Mgr. Joseph Nguyen Duc Cuong (Keuskupan Thanh Hoa dan Ketua Episcopal Committee for Social Justice CBCV).
- Romo Joseph Dao Nguyen Vu (Kepala Staf CBCV).
- Romo Thomas Nguyen Tien Hanh (Sekretaris Sksekutif Episcopal Committee for Social Justice CBCV)
Panel narsum itu ingin memperdalam pemahaman peserta tentang wajah gereja setempat. Juga tentang upaya Gereja Vietnam memperjuangkan keadilan sosial melalui berbagai karya pastoral mereka.
Selanjutnya melalui diskusi kelompok peserta diminta melihat kembali berbagai laporan nasional sehari sebelumnya untuk bersama merumuskan situasi pokok, persoalan, dan peluang yang dimiliki Gereja Katolik Asia.
Di sore hari, acara dilanjutkan dengan paparan tentang proses FABC General Conference oleh Mgr. Allwyn D’Silva.
Rangkaian acara hari ketiga ditutup dengan berziarah bersama menuju Patung Kristus Raja yang terletak di puncak Gunung Tao Phung, sekitar 5 km dari lokasi kegiatan.
Lebih dari 800 anak tangga harus ditapaki peserta sebelum bisa mencapai lokasi patung setinggi 32 meter tersebut, dan masih 133 anak tangga di dalam patung yang harus dinaiki agar bisa mencapai bahu patung tersebut.
Acara dilanjutkan dengan makan malam yang disediakan oleh para suster Dominikan setempat.
Hari keempat, Kamis, 8 Juni 2023 dimulai dengan paparan Dr. Vu Chien Thang, wakil Kementerian Dalam Negeri Vietnam Ia membahas relasi negara dan Gereja Katolik di Vietnam.
Menjelang siang, Romo William LaRousse (Thailand), selaku Asisten Sekretaris Jenderal FABC menguraikan tentang apa itu FABC, sejarah dan tata kelembagaannya.
Paparan ini diikuti dengan diskusi intensif yang membahas urgensi memperkenalkan FABC ke umat, agar pesan pastoral dan gerak langkahnya semakin dikenal dan tumbuh di seluruh Asia.
Pada siang hari, Mgr. Emmanuel Nguyen dari Keuskupan Ba Ria mengajak peserta untuk melihat paroki terapung di desa apung Long Son, sekitar 28 km jauhnya dari lokasi kegiatan.
Sebuah insiden kecil sempat terjadi, ketika polisi perbatasan memeriksa perahu-perahu yang kami gunakan, dan memaksa kami berbalik di separo perjalanan kami di kawasan paling utara dari Delta Mekong tersebut.
Malam harinya, Mgr. Allwyn D’Silva mengajak peserta untuk memulai studi bersama atas Dokumen Bangkok.
Di hari keempat, Jumat, 9 Juni 2023, seluruh rangkaian kegiatan dipenuhi dengan pendalaman Dokumen Bangkok oleh Mgr. Allwyn D’Silva.
Uskup Allwyn sebagai anggota tim pengarah FABC 50 General Conference sekaligus penyusun dokumen ini memaparkan secara detail seluruh isi dokumen dan proses perumusannya.
Selanjutnya para peserta diminta mengembangkan kerangka sosialisasi dan implementasi Dokumen Bangkok di negara masing-masing.
Seluruh rangkaian kegiatan pun diakhiri dengan sesi kesimpulan oleh Mgr. Allwyn D’Silva, yang dilanjutkan sesi penutup.
Wajah Asia
Sabtu, 10 Juni 2023, sejak dini hari satu demi satu peserta meninggalkan pusat peziarahan menuju negara masing-masing.
Perjumpaan selama lima hari ini mengantar kami semua para peserta untuk menjumpai wajah Gereja Asia yang masih berjuang dan menziarahi perjalanan perutusannya.
Wajah Asia yang tak jauh berbeda:
- Tantangan represi politik dan pelanggaran HAM.
- Kemiskinan dan keadilan sosial ekonomi.
- Masalah kebebasan beragama, penghancuran alam.
- Perampasan hak suku-suku asli.
- Masih hadirnya pengungsi dan perdagangan manusia.
Semua itu adalah masalah-masalah yang dijumpai di hampir semua negara. Sementara itu, di hari hari ke depan, mendung Perang Dingin Baru perlahan menaungi Asia.
Asia ke depan mungkin muram dan gelisah. Tetapi lonceng yang berdentang setiap pukul 04.00 pagi di Marian Pilgrim Centre Bai Dau mengingatkan kita semua akan iman umat Allah yang terus setia melantunkan doa dengan penuh antusias di pagi-pagi buta.
Energi rohani yang bukan hanya bergema merdu di Basilika Minor Notre Dame di Saigon, melainkan hidup di setiap altar keluarga yang hadir di setiap rumah umat Allah di Vietnam. Daya suci yang memastikan setiap benih impian memiliki harapan dan pertumbuhan.
Penulis: Cyprianus Lilik KP, peserta workshop; staf Unit Pengembangan Pastoral Kemasyarakatan dan Advokasi Keuskupan Agung Semarang (UPPKA KAS); Koordinator Laudato Si’ Movement Indonesia; anggota Asia Pasific Justice and Peace Workers Network (APJPWN).