PADA hari Selasa tanggal 28 Maret 2017 kemaren, saudara-saudari kita Umat Hindu di Bali merayakan Hari Raya Nyepi.
Hari Raya Nyepi adalah perayaan Tahun Baru Saka. Pada hari Raya Nyepi itu, suasana umum di Bali benar-benar sepi, tiada kegiatan. Tidak ada kesibukan aktivitas seperti biasa.
Pada hari Rabu kemarin itu, Umat Hindu di Pulau Bali melaksanakan “CaturBrata”. Penyepian yang terdiri dari amatigeni (tiada berapi/tidak menggunakan dan/atau menghidupkan api), amatikarya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga diharapkan bisa melaksanakan tapa (puasa atau mati raga), brata (pengekangan hawa nafsu), yoga (menghubungkan jiwa dengan Tuhan), dan semadhi (menyatukan diri dengan Tuhan), yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin).
Melakukan Catur Brata adalah kegiatan mengundurkan diri dan berhenti sejenak dari segala aktifitas harian dalam peziarahan hidup. Mengundurkan diri dari keramamaian untuk masuk ke dalam diri dan berhenti untuk memeriksa kesadaran dan meneliti gerak batin selama setahun perjalanan. Ini dilakukan agar orang tidak kehilangan arah dan tujuan hidup. Sadar akan apa yang dipilih dan dijalani itu sungguh hanya demi pengabdian, pujian, dan penghormatan kepada Allah.
Mengatur dan menjinakkan nafsu
Nafsu amat dibutuhkan dalam hidup manusia, karena dengan adanya nafsu itu menjadikan manusia punya gairah dalam menjalani peziarahan hidup dan memungkinkan manusia memiliki mimpi dan mampu mewujudkan mimpi itu. Namun demikian, nafsu-nafsu itu juga perlu dikendalikan, karena kalau tidak ‘dijinakkan’ maka akan membakar manusia itu sendiri dan akan berujung pada manusia kehilangan kemanusiaannya.
Pada masa sekarang, banyak orang di negeri ini yang sedang memamerkan perilaku orang-orang yang telah terbakar oleh nafsu. Dalam peribahasa Jawa, mereka baru memamerkan sifat adigang, adigung, adiguna.
Adigang adalah sifat yang mengandalkan dan menyombongkan tentang kekuatan badan dan fisik. Adigung adalah sifat yang meninggikan pangkat, jabatan, derajat, keluhuran, dan keturunan kebangsawanan. Adiguna adalah sifat yang mengutamakan kepandaian dan akal.
Akibatnya, mereka sudah lupa akan arah dan tujuan hidup. Tutur kata selalu berlawanan dengan tindakannya, apa yang dikatakan saat ini, beberapa saat kemudian telah berubah, “esuk dhele, sore tempe” (pagi masih berupa kedelai, sore sudah jadi tempe).
Mereka telah dimabukkan dengan pemuasannafsunya, sehingga mereka sudah tidak tampak sebagai manusia lagi. Apa yang terungkap dan terlihat tidak menampakkan buah akal budi dan hati.
“Nyepi” adalah kebutuhan setiap orang, karena dengannya manusia mampu memurnikan diri untuk selalu mengarah pada tujuan dia diciptakan. Namun hanyamereka yang mampu mendengarkan gerak batin yang mendengar panggilan “nyepi”
Iwan Roes