SAYA mulai mengenal Rama Wim van der Weiden MSF pertama kali, ketika saat itu saya masih duduk di tingkat IV Institut Filsafat Teologi (IFT) Kentungan yang sekarang bernama Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma (FTW USD)
Waktu itu, beliau baru saja tiba di Indonesia dan mulai mengajar Kitab Suci.
Meski baru beberapa bulan di Indonesia, beliau sudah fasih berbicara seakan-akan sudah bertahun-tahun lamanya omong berbahasa Indonesia.
Baca juga: In Memoriam Romo Wim van der Weiden MFS: Sang Pencetak Ribuan Imam dan Uskup Indonesia (3)
Semangat dan caranya mengajar istimewa.
Keunggulan pribadinya itu terbukti ketika beliau dipilih menjadi Provinsial MSF dan selanjutnya Pimpinan Umum Tarekat MSF tingkat internasional sebagai Superior General.
Sebagai rekan dosen di FTW USD, beliau juga sangat bersahabat.
Jalan kaki berdoa rosario
Ketika saya dipilih menjadi Uskup Keuskupan Agung Semarang (KAS) pada tahun 1997, waktu itu almarhum Romo Wim masih tinggal di Roma sebagai Pemimpin Umum MSF.
Saat itu pula, beliau mengutarakan cerita bahwa beliau telah berjalan kaki dari tempat beliau tinggalnya di Roma ke Basilika St Petrus. Itu beliau lakukan sembari berdoa rosario untuk saya.
Kisah itu sangat mengharukan.
Beliau memang, selain seorang ilmuwan yang hebat dalam bidangnya yakni Kitab Suci Perjanjian Lama, juga sosok seorang imam pendoa yang setia.
Beliau juga sosok misionaris MSF yang sejati.
Rama Wim, selamat kembali ke rumah Bapa.
Terima kasih untuk semua jasa dan pengorbanan bagi Gereja Indonesia.
Requeiscat in pace.