PUKUL 02.30 alarm HP saya berbunyi nyaring. Saya mesti membuka mata untuk menyapa dunia. Apalagi pagi ini, Sabtu (23/12), saya mesti segera berangkat ke daerah untuk membantu Perayaan Natal.
Saya akan menyopir sendiri menempuh perjalanan sepanjang 180 Km. Kali ini, saya membantu Perayaan Natal di Paroki Para Rasul Kudus Tegalsari, Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan.
Setelah mencuci muka, saya mengganti pakaian dan keluar menuju mobil untuk memasukkan bungkusan-bungkusan Tabloid KOMUNIO dan Majalah FIATserta meletakkan sejumlah barang ke dalam mobil. Lantas saya menuju ke gereja untuk berdoa sejenak. Semua pekerjaan awal ini menghabiskan waktu 15 menit.
Lantas saya beranjak menuju kantor.
“Maria… Maria… Maria… Bangun…. Sudah pukul tiga dinihari,” teriakku memanggil nama Maria yang beberapa saat kemudian terdengar suaranya yang masih terpengaruh oleh kantuk.
Hujan deras
Hujan rintik-rintik mulai mendera Bumi Sriwijaya. Lama-lama hujan kian deras dan sangat deras. Kami pun menunda jam keberangkatan. Semestinya pukul 03.00 WIB, kami sudah harus berangkat, namun hujan yang terlalu deras menunda keberangkatan kami.
Baru pukul 03.30, saya mulai menghidupkan mesin mobil. Setelah semua barang masuk ke dalam mobil, kami pun berangkat.
Hujan deras masih saja menerpa Bumi Sriwijaya. Begitu sampai di Kertapati, saya memutuskan untuk masuk ke Jalan Tol Palembang Indralaya yang baru selesai sepanjang 7,8 Km. Menggunakan flash BCA, saya membuka pintu tol. Wow, pintu tol langsung terbuka.
Hujan masih saja deras menerpa bumi. Karena itu, saya tidak mau memaksa mobil untuk lari lebih kencang. Meski di atas tol, saya cuma memacu mobil dengan 60 Km per jam.
Pukul 05.00, ban depan mobil menginjak jembatan Tanjung Raja. Artinya, jarak 50 Km ditempuh dalam waktu satu setengah jam. Hujan yang terus-menerus mendera bumi tidak mau membiarkan mobil saya melaju lebih kencang. Namun jalan yang sepi tidak menghalangi saya untuk tiba di Kota Kayu Agung dalam 15 menit.
Sebelum Talang Pangeran, pertigaan ke Lampung dan Komering, saya minggirkan mobil di SPBU. Masih gelap. Lantas setelah turun dari mobil, saya menuju WC untuk buang air kecil. Beberapa saat kemudian, mesin mobil hidup kembali. Pukul 06.00 pagi.
Setelah lewat 8 menit, Rinawati memimpin Doa Angelus.
- “Lewat mana? Lintas Timur atau Komering?, ” tanya Rm Andreas Suparman SCJ, pastor Paroki Para Rasul Kudus Tegalsari lewat SMS.
- Ia menjawab SMS: “Kami sudah sampai Talang Pangeran,” kirim Maria dari HP saya.
- “Komering,” jawab Maria singkat.
Ketika tiba di Desa Betung, saya membelokkan mobil ke kiri. Jalan aspal hitam pekat mulai menemani perjalanan selama sekitar 4 Km. Sesudah itu jalan cor semen dengan beberapa kali terjebak lobang.
Pohon-pohon karet di kiri kanan jalan membuat jalanan gelap meski jam telah menunjuk pukul 07.00.
Perjalanan belum berakhir.
Mengalami Bahagia Natal di Kawasan Pedalaman Perbatasan Jambi – Pekanbaru
Tiba di Petanggan sekitar pukul 07.30. Masih butuh 30 menit untuk sampai di pastoran. ‘Jeglongan Sewu’ sudah dtutup oleh tambalan aspal. Ketika belok ke Tanjung Kemuning, jalan beraspal hitam pekat.
“Tidak usah lewat tanggul. Lewat jalan biasa saja, karena baru saja diaspal,” usul Romo Widodo SCJ akhir November lalu.
Benar saja, jalan yang kami lewati cukup mulus. Mobil agak melambat, karena jalan masuk ke tanggul menuju pastoran agak membingungkan. Gerimis masih saja menemani perjalanan kami.
“Kami sudah sampai di pastoran, Romo,” tulis Rina dalam SMS kepada Romo Suparman yang tidak pernah dijawab. (Berlanjut)
Album Pastoral Pedalaman bersama Umat Katolik di Kokonau, Keuskupan Timika (6)