INI ungkapan hati Sr. Emma Nangoy OSU, suster biarawati Ordo Ursulin (OSU). Suster ini kami kenal di Wisma Keuskupan Agats di bulan Juni 2013 silam.
Berkat Sr. Emma Nangoy OSU itu pula, rombongan blusukan kelompok peduli kemanusiaan dari Jakarta, Sesawi.Net dan AsiaNews.it plus Sr. Sylvia KFS (Provinsial Kongregasi Suster Fransiskanes Sambas) bisa bergabung dengan misi Mgr. Aloysius Murwito OFM mengunjungi beberapa titik lokasi permukiman penduduk Asmat di pedalaman Atsi, Yaosakor, Sawaerma, Sagare.
Kampung As-Atat
Tentang kondisi masyarakat di kampung As-Atat, Sr. Emma Nangoy OSU mengatakan hal ini.
“Dulu, saya hampir setiap bulan melakukan bakti pelayanan di situ. Kami bicara tentang pentingnya makanan bergizi, kesehatan balita, pembinaan iman untuk mama-mama (para ibu),” katanya.
“Sedih membaca berita bahwa di situ telah terjadi KLB yang menyebabkan banyak korban meninggal karena asupan gizi buruk,” ungkap suster Ursulin berdarah Manado ini.
15 tahun di Asmat
Selama hampir 15 tahun lamanya, Sr. Emma Nangoy OSU berkarya di Keuskupan Agats telah melayani umat katolik Asmat di wilayah Kabupaten Asmat di Papua ini.
“Saya ada di sana kurun waktu tahun 1990-2015. Tidak dalam satu kurun waktu yang sama, melainkan empat kali masa tugas di sana dengan jumlah keseluruhan sampai 15 tahun,” ungkap suster yang kakak kandungnya juga seorang biarawati Ursulin ini.
Sr. Emma Nangoy OSU merasa bersyukur bahwa selama kurun waktu yang amat panjang selama 15 tahun itu, dia tetap masih boleh ikut blusukan ke pedalaman.
“Sebenarnya, tugas pokok saya lebih banyak berada di kantor di Wisma Keuskupan Agats. Namun demikian, saya mendapat restu dari Bapak Uskup Diosis Agats waktu itu – alm. Mgr. Alphonse Sowada OSC—boleh terlibat melayani ke beberapa stasi jauh di luar ‘pusat kota’ Asmat selama 3-5 hari setiap 1-2 bulan,” ungkap Sr. Emma Nangoy OSU yang telah meninggalkan Asmat tahun 2015 untuk melaksanakan tugas lain di Timor Leste dan kemudian di Surabaya.
Penyuluhan kesehatan
Apa yang dilakukan Sr. Emma Nangoy OSU antara lain di Stasi As-Atat adalah membuat progam penyuluhan kesehatan dan pelayanan kesehatan. Hal itu dia lakukan bersama pastor paroki.
“Kami kerjakan program pelayanan berupa memberi makan bergizi untuk balita, pengobatan sederhana untuk masyarakat, penyuluhan kebersihan dan kesehatan untuk mama-mama, selain pendalaman iman,” tulis Sr. Emma kepada Sesawi.Net.
Salah satu sentra permukiman penduduk Asmat yang waktu itu selalu dikunjungi Sr. Emma Nangoy OSU adalah As-Atat. Lokasi permukiman penduduk ini terdiri dari dua lokasi kampung yakni “As” dan “Atat”.
“Kedua lokasi permukiman penduduk ini berbatasan langsung dengan sungai lebar belasan meter sebagai pemisahnya,” paparnya.
Kampung As-Atat berlahan tanah yang bisa ditanami, kecuali di musim air pasang tinggi.
Dibandingkan dengan kampung stasi-stasi lain, jumlah penduduk As-Atat ini lebih banyak jumlahnya.
“Namun, ya itu: anak-anak di sana itu jumlah banyak sekali. Kurang sehat, kurang bersih, dan kurang gizi,” jelasnya.
Kalau mau jujur, kata Sr. Emma Nangoy OSU, mayoritas penduduk di setiap stasi katolik di seluruh Keuskupan Agats itu dalam kondisi miskin.
Bagaimana bisa bertahan di Asmat?
“Sejak tiba pertama kali di Keuskupan Agats di bulan Juli 1990, saya langsung jatuh hati pada anak-anak Asmat. Menyedihkan memang melihat kondisi mereka yang kurang terawat badannya, kurang gizi, sering tak berpakaian…,” katanya jujur.
Namun, itu loh, mata bundar anak-anak itu sungguh bersinar murni…,” ungkap Sr. Emma menerawang ke masa silam ketika ia masih bertugas di Asmat.
“Dari situ, saya lebih yakin kalau saya terpanggil untuk karya pastoral option for the poor,” paparnya kemudian.
“Saya lalu berusaha bisa dapatkan dana dari teman-teman untuk biaya pengadaan BBM, pengiriman bahan makanan ke stasi. Juga minta dikirim pakaian bekas layak pakai dan aneka obat-obatan,” tandasnya.
Mengapa tahan empat kali ke Agats?
“Saya pernah ditanya-tanyai sama teman-teman suster dan awam, mengapa kok mau sampai empat kali berkarya ke Agats?,” ungkapnya lagi.
“Dan jawabanku tetap sama: cinta,” katanya kemudian.
“Namun saya merasa option for the poor-ku itu lebih besar motto daripada hidup dan pelayananku. Apalagi, sekarang tambah usia, tambah berkurang kemampuan fisik dan jangkauan,” jelasnya lagi.
“Almarhum Mgr. Alphonse Sowada beberapa kali meyakinkan saya dengan kata-kata bijaknya bahwa option for the poor itu tetap bisa dilaksanakan juga di kantor. Itu karena kita harus melayani kebutuhan seluruh keuskupan,” kata Sr. Emma Nangoy OSU mengutip nasehat bijak Uskup Diosis Agats pertama yakni almarhum Mgr. Alphonse Sowada OSC.
Mgr. Alphonse Sowada Membangun Agats Asmat melalui Pengembangan Seni Budaya (1)
Pada tanggal 11 Januari 2014, Uskup Emeritus Agats – Papua, Mgr. Alphonse Sowada OSC meninggal di Onamia Hospital, Minnesota, USA. Ia meninggal dalam usia 80 tahun.
Ia lahir di Avon, Colorado, Amerika Serikat, 23 Juni 1933.
Alm. Mgr. Alphonse Sowada OSC telah berkarya Keuskupan Agats selama 40 tahun, sejak berdirinya keuskupan tersebut.
RIP Uskup Emeritus Keuskupan Agats: Mgr. Alphonsus Sowada OSC di AS
Sore Pak
Apakah bisa saya mendapatkan no contact untuk susteran yang di Agats?
Saya djulianta dari Batam Kepulauan Riau.
No HP saya 081276833350
Terima kasih
sebentar mas, nanti saya kontak japri