Catatan tentang Agats Asmat: Musibah KLB Gizi Buruk, Jangan Jadi ‘Wisatawan Kemiskinan” (1)

0
1,368 views
Ilustrasi: Moda transportasi sampan motor dari Bandara Ewer menuju pusat kota di Kabupaten Asmat - Keuskupan Agats. (Mathias Hariyadi)

SEORANG rekan katolik yang hari-hari ini  tengah bersemangat membangun kerjasama lintas ormas Katolik di Jakarta mengutarakan kegundahannya atas ide spontan dari beberapa orang yang tiba-tiba berkeinginan mau mengajak ‘menengok’ Keuskupan Agats di Kabupaten Asmat, Papua.

Tujuannya untuk ‘melihat-lihat’ situasi di sana di mana sekarang ini terjadi KLB Campak dan Gizi Buruk.

Jangan jadi ‘wisatawan kemiskinan’

Menurut dia, ajakan itu baik, namun momentumnya tidak tepat benar.

Ia berpendapat demikian, karena jangan sampai kedatangan rombongan dari Jakarta itu malah hanya akan merepotkan pihak Keuskupan Agats. Apalagi, kalau misalnya, mereka dengan gampang akan mempersepsikan otoritas Gereja Katolik lokal sebagai ‘tuan rumah’.

Sibuknya Keuskupan Agats

Alasan itu sangat masuk akal, karena Keuskupan Agats saat ini tengah memobilisasi tenaga untuk pengiriman tim-tim kemanusiaan ke lokasi-lokasi rawan KLB.

“Jangan sampai terjadi, misalnya, malah mereka menjadi ‘wisatawan kemiskinan’. Bila demikian sama saja jadi turis bencana,” ujarnya.

Catatan tersebut benar sekali, karena akses masuk dari Timika menuju ‘pusat kota’ Kabupaten Asmat dan Keuskupan Agats itu tidak mudah.

Pesawat ‘capung’ dengan satu baling-baling menjadi moda transportasi andalan dari Timika menuju Bandara Ewer. (Mathias Hariyadi)

Calon ‘wisatawan’ dengan tujuan Asmat masih harus terbang satu jam lagi dengan pesawat ‘capung’ berbaling-baling menuju Bandara ‘apa adanya’ di pedalaman Ewer.

Opsi lain adalah naik kapal dan waktu tempuh perjalanan laut ini bisa mencapai 10 jam.

Dar Bandara Ewer, masih harus menyeberangi sungai nan lebar dengan sampan motor selama kurang lebih 30 menit.

Sampan motor menjemput penumpang di dermaga sederhana Dermaga Ewer. (Mathias Hariyadi)
Ombak besar menghempas dinding sampan motor saat bertolak dari ‘pelabuhan’ Bandara Ewer menuju pusat kota. (Mathias Hariyadi)
Ombak besar di titik persimpangan antara sungai nan lebar dan Laut Arafura menjelang pintu masuk dermaga sederhana di pusat kota Kabupaten Asmat. (Mathias Hariyadi)

Siapa penjemput?

Pertanyaannya, siapa yang bisa mengkoordinir rute trip seperti ini,  manakala Keuskupan Agats masih memfokuskan diri pada aksi kemanusiaan di pedalaman yang lokasinya susah dijangkau?

Butuh waktu kurang lebih 3-5 jam dengan speedboat berdaya tenaga dobel mesin 84 PK untuk bisa sampai ke lokasi-lokasi terpencil yang letaknya bagaikan  ‘in the middle of nowhere’.

Pertanyaannya lagi, siapa yang akan mengkoordinir perjalanan ke kawasan pedalaman ini?

Yang pasti, perjalanan  ini membutuhkan pemandu lapangan, motoris yang hafal dengan ‘karakter’ aliran sungai, tersedianya pasokan BBM memadai, speedboat dengan kondisi ‘mesin’ sehat, dan stamina fisik dan mental yang oke punya.

Tanpa semua ini, bisa jadi perjalanan  itu hanya akan bermodalkan bonek semata. Di pedalaman Asmat, bonek tidak berlaku lagi. Risikonya, bisa mati di tengah hutan.

Rencakan perjalanan dengan matang

Rencana perjalanan harus matang: Mau menginap di mana, siapa yang akan menjadi  ‘tuan rumah’ di pedalaman, siapa yang akan menyiapkan makan-minum di pedalaman, dst?

Pengalaman Sesawi.Net dan Asianews.it  yang pernah ikut blusukan di sana di bulan Juni 2013 adalah sebagai berikut:

  • Semua rencana perjalanan itu didesain oleh Bapak Uskup Keuskupan Agats Mgr. Aloysius Murwito OFM sendiri.
  • Beliaulah yang juga mengatur perjalanan terbang kami dengan pesawat ‘capung’ Pilatus dari Timika menuju Ewer.
  • Beliau mengajak Romo Joned Pr (dari Keuskupan Bogor yang waktu itu berpastoral di Keuskupan Agats sebagai Sekretaris Uskup) untuk datang menjemput kami dengan sampan motor di dermaga Bandara Ewer –satu-satunya akses masuk dari Timika melalui udara dan perairan sungai-laut menuju pusat kota Kabupaten Asmat – Keuskupan Agats.
  • Lalu, bersama Sr. Korina OSU dan Sr. Emma Nangoy OSU (waktu itu, kedua suster biarawati Ordo Ursulin ini juga tengah bertugas di Keuskupan Agats), Bapak Uskup merancang perjalanan blusukan kami dengan dua speedboat bermesin ganda berkekuatan 84 PK menuju Paroki Atsji, Stasi Sagare, Yaosakor, Sawaerma.
  • Bapak uskup sempat marah dengan serius ketika tanki BBM speedboat tidak diisi penuh oleh motoris.
  • Beliau tahu benar, tanpa tanki BBM dalam kondisi full tank, maka perjalanan menuju pedalaman Kabupaten Asmat – Keuskupan Agats akan berakhir dengan bencana: terseret arus gelombang sungai nan lebar.
  • Dan siapa mau menolong kita dalam keadaan darurat ini?
  • Kondisi ini makin serius darurat, ketika sinyal HP juga tidak ada, kanan-kiri hanya ada hutan belantara, kita tidak bisa keluar dari ‘kabin’ speedboat dan kemudian naik ke daratan karena di darat hanya ada lumpur.  Sementara,  speedboat hanya bisa ditambatkan di aliran sungai dengan lebar bisa mencapai 500m hingga 1 km?
  • Keluar kabin speedboat dan masuk ke perairan sungai, bisa jadi disambar buaya muara.

Mau menginap di mana?

Di pedalaman juga tidak ada penginapan. Yang ada hanyalah hutan dan permukiman penduduk dengan lingkungan hidup yang kadang tidak ‘sesuai harapan’ orang Jakarta.

Anda siap mandi di sungai, tahan terhadap gigitan nyamuk, tahan tidak bisa berkomunikasi dengan ‘dunia luar’ karena tanpa sinyal dan tanpa listrik?

Bila tidak, urungkan ‘niat baik’ tersebut, karena kedatangan Anda bisa jadi malah merepotkan tim-tim relawan Keuskupan atau pemda setempat.

Permukiman Asmat di pusat kota. (Mathias Hariyadi)

Donasi uang, paling praktis

Kalau ada orang mau berbaik hati, jalan paling praktis dan tidak merepotkan semua pihak adalah donasi finansial. Kalau mau memberi barang, lalu siapa akan kirim tumpukan barang itu ke pedalaman Asmat?

Ingat bahwa beban bagasi untuk penerbangan dengan pesawat ‘capung’ itu maksimal tidak boleh lebih dari 800 kg, penumpang maksimal 8 orang termasuk pilot.

Lalu, dari ‘pusat kota’ menuju ke pedalaman, akan butuh berapa speedboat agar bisa mengangkut aneka barang kiriman dari Jakarta tersebut.

Nah, kalau mau berbuat baik untuk Keuskupan Agats, silakan berdonasi dalam bentuk uang saja.

Menjawab panggilan kemanusiaan

Hingga hari ini, beberapa kelompok katolik telah membuka ‘Dompet Amal’ untuk Keuskupan Agats di Kabupaten Asmat.

Sesawi.Net bersama Yayasan Sesawi juga membuka kesempatan ‘Dompet Amal’ tersebut. Kedua lembaga ini dikelola oleh para mantan Jesuit (SJ) Indonesia.

Kami mendasari prakarsa gerakan kemanusiaan itu dengan prosedur sebagai berikut:

A. Dasar pemikiran

Gerakan amal kasih ini ingin menjawab pertanyaan: Mengapa perlu membantu Keuskupan Agats?

Melihat peta situasi geografis yang sangat menantang dan apalagi setiap perjalanan ke pedalaman Kabupaten Asmat ini selalu membutuhkan biaya sangat tinggi, maka Redaksi Sesawi.Net bekerjasama dengan Yayasan Sesawi mengambil prakarsa ini.

KLB Campak dan Gizi Buruk di Kabupaten Asmat – Papua, Mengapa Keuskupan Agats Perlu Dibantu?

Keinginan kami adalah bisa menggalang dana kemanusiaan guna merespon situasi KLB Campak dan Gizi Buruk tersebut untuk  kemudian bisa disalurkan kepada Keuskupan Agats di Papua.

B. Tantangan di lapangan

Kondisi geografis wilayah Kabupaten Asmat yang sangat spesifik dan unik sebagai berikut:

  • Sangat terisolir: lokasinya ada di “n the middle of nowhere.
  • Siapa pun harus punya stamina fisik kuat dan harus mampu tahan banting dan berani menempuh perjalanan jauh dengan moda transportasi speedboat berkekuatan 48 PK bermesin ganda  sebagai keharusan agar kalau satu mesin mati, masih ada mesin cadangan.
  • Tingginya risiko bahaya mengalami kesulitan dalam perjalanan seperti kehabisan BBM, tersesat di hutan bakau atau terdampar di perairan sungai dengan lebar 500-1.000 m sehingga pemandangan mata pun tidak akan mampu ‘selesai’ menengok di balik batas horizon.
  • Minimnya fasilitas publik yang tersedia di sepanjang aliran sungai, termasuk tidak adanya “SPBU” yang menjual solar bahan bakar mesin diesel untuk speedboat.
  • Sudah menjadi SOP baku di Keuskupan Agats, setiap motoris wajib mengisi tanki BBM speedboat-nya secara full tank sebelum melaju berlayar mengarungi perairan sungai yang luas dan panjangnya ‘mengalir tak terbatas sampai jauh’. Jangan sampai terjadi di pedalaman tiba-tiba mesin speedboat mati karena habis BBM.
  • Bila terjadi demikian, maka hal ini merupakan malapetaka serius. Ini karena speedboat itu bisa hanyut terbawa ombak. Atau, penumpang harus rela menunggu datangnya bantuan dari speedboat lain yang kebetulan tengah lewat di jalur sama. Namun, semua harus menyadari risiko bisa berhari-hari menunggu bantuan lantaran di jalur itu terjadi ‘putus komunikasi’ karena sinyal HP sering tidak ada sama sekali.
  • Sinyal telepon di pedalaman tidak ada; bahkan di ‘pusat kota’ Kabupaten Asmat pun sering tidak ada.
  • Listrik PLN tidak ada; bahkan di pusat kota pun nyala listrik PLN juga sangat terbatas.
  • Wilayah Kabupaten Asmat dan wilayah Keuskupan Agats rata-rata berdiri di atas hamparan lumpur, bukan tanah. Tidak ada pasir di sini. Karena itu, Agats-Asmat sering disebut dengan nama “Kota di atas Papan”.

C. Fokus bantuan

Bantuan finansial dari para pembaca Sesawi.Net dimana pun berada akan sangat berguna bisa memfasilitasi prakarsa Keuskupan Agats melaksanakan misi kemanusiaan yakni mengirim tim-tim relawan menuju titik-titik lokasi KLB di pedalaman Kabupaten Asmat.

D. Prosedur donasi amal  dan mekanisme kerja 

Redaksi Sesawi.Net bersama Yayasan Sesawi yang dibesut oleh para mantan Jesuit Indonesia ingin mengatur manajemen prosedur donasi amal kemanusiaan sebagai berikut.

  • Salurkan bantuan donasi Anda melalui ini.
  • Rekening Yayasan Sesawi di Bank Mandiri KCP JKT Pahlawan Revolusi, Jaktim.
  • Norek:  166 00 0900088 6 a.n. Yayasan Sesawi.
  • Subjek berita: Agats Asmat.
  • Demi memudahkan identifikasi donasi, kami imbau para donatur selalu menambahi satu digit, misalnya, Rp 1.000.001 atau Rp 10.000.001.
  • Kami akan mencatat penerimaan donasi lengkap dengan nama lengkap donatur.
  • Bila Anda tidak ingin nama Anda akan muncul di laporan, maka berilah catatan sebagai NN saja.
  • Notifikasi: Kirimkan bukti transfer donasi itu ke portalsesawi@gmail.com dan yayasansesawi@gmail.com.

Kami membuka dompet kemanusiaan amal untuk Keuskupan Agats ini selama 30 hari ke depan; mulai tanggal 18 Januari 2018 sd 18 Februari 2018. Bilamana dirasa masih perlu, maka program donasi amal untuk Keuskupan Agats ini bisa kami buka untuk tahapan berikutnya selama 30 hari lagi.

Plang Keuskupan Agats di Kabupaten Asmat Papua by Mathias Hariyadi

E. Transfer donasi ke Keuskupan Agats

Kami akan mentransferkan donasi Bapak-Ibu sekalian ke rekening resmi Keuskupan Agats sebagai berikut:

  • BRI Cabang Timika Unit Asmat n. Karitas Keuskupan Agats.
  • Norek 4977 01 016573 5x x.

Laporan pertanggunganjawab donasi dan transfer donasi ke Keuskupan Agats akan dilakukan oleh Bendahara Yayasan Sesawi dan paparan itu akan kami tayangkan melalui www.sesawi.net.

Informasi detil atau pertanyaan mengenai program bantuan kemanusiaan untuk Keuskupan Agats ini bisa dilakukan kepada portalsesawi@gmail.com.

PS: 

  • Nama resmi wilayah gerejani adalah Keuskupan Agats.
  • Nama resmi wilayah adminitrasi pemerintahan adalah Kabupaten Asmat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here