BERIKUT ini kami sampaikan laporan berupa cerita bergambar mengenai pengalaman kami mengikuti perjalanan turne bersama Bapak Uskup Keuskupan Ketapang: Mgr. Pius Riana Prapdi. Perjalanan panjang ini dimulai dari Wisma Keuskupan Ketapang tanggal 28 Desember 2016 dan berakhir kembali masuk Wisma Keuskupan Ketapang beberapa menit lewat pergantian hari lepas tengah malam tanggal 3 Januari 2017.
Cergam pengalaman turne sebanyak 100 halaman lebih ini bisa diakses di tautan berikut ini:
Perjalanan turne ini dilakukan dalam rangka ‘merawat jiwa-jiwa’ (cura animorum). Inilah keinginan Keuskupan Ketapang untuk bisa memberi pelayanan sakramental dan reksa pastoral kepada segenap umat katolik Keuskupan Ketapang di Kalimantan Barat yang berada di kawasan hulu –sebutan akrab untuk menamai kawasan pedalaman di jalur hulu sungai.
Destinasi perjalanan turne Bapak Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi ini menuju beberapa titik lokasi berbeda-beda. Turne ini berlangsung selama kurun waktu 28 Des 2016 sd. 3 Jan 2017.
Bapak Uskup mengunjungi Stasi Merabu, Stasi Randau Limat, Stasi Selangkut Raya, dan Stasi Tanjung Beringin yang berada di wilayah administratif gerejani Paroki Keluarga Kudus Sepotong. Di sini Bapak Uskup berkenan memberikan Sakramen Krisma dan pemberkatan kapel hasil renovasi masyarakat katolik setempat.
Empat titik tujuan di Paroki Sepotong
Perjalanan menuju ke empat titik tujuan turne ‘merawat jiwa-jiwa’ ini dilakukan melalui moda transportasi darat dengan mobil spesifikasi off road dobel gardan dan berlanjut dengan naik sampan motor (speed) berkekuatan 15 PK guna menjangkau kawasan hulu Sungai Laur.
Jarak lokasinya dari Kota Ketapang kurang lebih 350 km dan waktu tempuhnya mencapai kurang lebih 3 jam perjalanan darat ditambah lagi selama 2-3 jam perjalanan tambahan dengan naik motor sampan menyusuri arus Sungai Laur. Perjalanan kami dimulai dengan titik berangkat dari Sepotong, lalu mengunjungi Stasi Tanjung Beringin, baru kemudian Stasi Randau Limat, Stasi Merabu, lalu berikutnya Stasi Selangkut Raya dan akhirnnya kembali lagi ke ‘pusat kota’ di Paroki Sepotong.
Stasi-stasi di alur Sungai Laur ini hanya bisa dijangkau dengan speed manakala air sungai mengalami pasang usai terjadi banyak hujan deras di kawasan hulu. Maka, lokasi terpencil di tengah hutan belantara miskin permukiman penduduk ini bisa dicapai dengan speed selama 2-3 jam perjalanan. Di kala air sungai dangkal, maka perjalanan dengan naik speed ini bisa berlangsung sehari semalaman karena motoris harus turun ke sungai dan kemudian mendorong sampannya setiap kali ‘menyeruduk’ timbunan pasir atau bebatuan di dasar sungai.
Di Stasi Tanjung Beringin dan Stasi Randau Limat, Bapak Uskup Mgr. Pius Riana Prapdi berkenan memberikan Sakramen Krisma serta meresmikan bangunan kapel baru di Stasi Merabu.
Perjalanan menuju empat stasi di Paroki Sepotong ini merupakan turne etape pertama.
Dua tujuan destinasi di Paroki Sandai
Perjalanan turne etape kedua berlangsung dari Sepotong menuju Berangas dan kemudian Sandai. Dari titik pemberangkatan Paroki St. Gabriel di Sandai, tim turne berangkat menuju Stasi Riam Dadap dengan speed boat menyurusi arus deras Sungai Bihak yang penuh jebakan bebatuan dan riam-riam yang sangat dalam. Perjalanan ini mirip-mirip dengan bersampan di arung jeram.
Di Riam Dadap, Bapak Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi berkenan memberi Sakramen Krisma kepada umat katolik setempat. Dari Riam Dadap, tim turne juga mengunjungi lokasi dimana tengah direhab bangunan kapel sederhana Stasi Aur Gading. Perjalanan menuju kawasan hulu ini dicapai tidak dengan speed boat melainkan dengan sampan motor.
Perjalanan pulang menuju Sandai dari Aur Gading dan Riam Dadap dilakukan dengan sampan motor, sementara sejumlah misdinar, OMK Paroki Sandai, Pastor Simon Pr dan Pastor Niko CP menggunakan moda transportasi darat. Mereka berjibaku melawan ganasnya tektur tanah perbukitan yang naik turun secara tajam dengan mengendarai sepeda motor. Mereka ini uji nyali dengan menyusuri medan jalan berliku penuh kobangan lumpur dan menjadi sangat licin ketika jalur ‘jalan perusahaan’ –istilah jalan bekas alur transportasi logging milik perusahaan HPH tempo lalu– baru saja diguyur hujan. Maklumlah, ini jenis tanah merah.
OMK lokal dan Manado, serta mahasiswa Atma Jaya Yogyakarta
Perjalanan turne mengunjungi kawasan hulu di alur Sungai Laur di Paroki Keluarga Kudus Sepotong dan kawasan hulu di alur Sungai Bihak di Paroki St. Gabriel Sandai ini menjadi semakin berwarna dan mengesan karena perjumpaan dengan banyak teman baru dalam perjalanan ini.
Mereka adalah Fr. Benedictus Seprinanda Sudarto Pr dari Keuskupan Agung Semarang yang tengah menjalani Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di Seminari Menengah St. Laurentius di Paya Kumang dan Pastor Simon Anjar Yogatama Pr juga dari seminari, dua penggiat OMK Sungai Daka (Maria Rosa) dan OMK Paroki St. Joseph Manado yang tengah berlibur di ‘pedalaman’ (Meiva F. Lomboan), sejumlah mahasiswa Unika Atma Jaya Yogyakarta yang tengah ber-KKN (Mike, Keke, Paul, dan Imel), OMK Sepotong (Bobby), OMK Sandai (Topan), para misdinar serta tokoh umat dari kedua paroki di pedalaman Keuskupan Ketapang tersebut: Ce Junara Asiam, Ce Lusia Ey, dan Pak Paul Tan, Pastor Niko CP dan Pastor Sepo CP (dari Paroki Sandai), Pak Aquino Ceger dan Pastor Silvanus Ilwan CP (dari Paroki Sepotong), Pak Yakin (Lurah Riam Dadap), dan Pak Dewanto (Camat Hulu Sungai), para suster Agustinian (OSA) di Sandai, keluarga Aphin di Nanga Tayap, Ny. Marina Otol dan pasutri Yohana Kiak dan suaminya Yakobus Pelancar di Sepotong.
329 stasi
Keuskupan Ketapang memiliki 329 stasi. Sejak menjadi Uskup di Keuskupan Ketapang tahun 2012, masih ada banyak stasi yang belum pernah kesampaian bisa melihat Uskupnya seperti apa. Di tahun 2017 ini, Mgr. Pius Riana Prapdi sudah berkomitmen ingin segera merampungkan program turne bulanannya agar semua stasi di seluruh wilayah Keuskupan Ketapang ini bisa beliau kunjungi untuk kepentingan ‘merawat jiwa-jiwa’ dalam bentuk pemberian Sakramen Krisma atau pelayanan sakramental lainnya.
Terimakasih dan kenangan
Ini merupakan sebuah memorabilia: tulisan kenangan.
Tulisan kenangan perjalanan turne bersama Bapak Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi ini kami tulis dan rekam dalam bentuk paparan bergambar untuk mengenang kebaikan hati, keramahtamahan umat katolik di keempat stasi ‘terluar’ di Paroki Keluarga Kudus Sepotong, dua stasi ‘terpencil’ di Paroki St. Gabriel Sandai, pastor Paroki Nanga Tayap, dua keluarga katolik di Bengaras dan Nanga Tayap, para OMK, para misdinar, para suster, umat, dan para pemuka umat di kedua paroki tersebut.
Mereka ini kami kenang karena telah berkenan menerima rombongan turne ini dengan hati riang, penuh kegembiraan, menyediakan semua kebutuhan hidup harian kami selama di lokasi. Tentu saja, ucapan terima kasih juga kami sampaikan untuk rekan kami: Keluarga Moly Paher yang asli berasal dari Sepotong dan Markus Mardius dari Balai Semandang.
Berkat dorongan mereka juga, kami semakin termotivasi mengunjungi kawasan permukiman umat katolik di pedalaman Keuskupan Ketapang ini.
Cergam ini kami kerjakan juga sebagai bentuk ucapan terima kasih kami kepada teman dan saudara-saudari baru yang telah kami kenal dan jumpai selama turne masuk pedalaman Keuskupan Ketapang yang tidak mampu kami sebut satu per satu.
Semoga Tuhan senantiasa memberkati langkah kita. Terutama kesediaan dan komitmen besar Bapak Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi yang senantiasa ingin meluangkan waktunya untuk melakukan turne masuk pedalaman di setiap bulannya.
Ref: https://issuu.com/mathiashariyadiryi/docs/cerita_bergambar_turne_bersama_mgr_