- Yes 49: 1-6;
- Yoh. 13: 21-33, 36-38.
CERMIN mampu membantuku belajar menatap masa depan. Sejenak melihat pengalaman hidup yang telah lalu.
Dengan berani belajar merefleksikan pengalaman hidup, saya dibantu untuk lebih jelas melihat, makin jernih berpikir. Kadang memberi sukacita, semangat, kekuatan batin dan kesadaran untuk lebih berkomitmen.
Hidup adalah pantulan dan cerminan Kasih Allah.
Memasuki Pekan Suci, kita dibawa masuk dalam Misteri Penebusan.
Hari Senin, kemarin, Yesus berbicara tentang penguburan-Nya. Hari ini, Selasa, Injil menuturkan pengkhianatan Yudas.
Pengkhianatan merupakan tragedi hati kemanusiaan. Luka, menderita dan mungkin lumpuh dalam kehidupan.
Yesus mengalami. Ia menjadikan momen itu saat menegaskan kembali misi-Nya. Ia datang memulihkan; memuliakan anak-anak Adam menjadi putera-puteri Allah Bapa. Ia membuka wawasan iman.
Derita karena iman bisa memberi makna dan dapat menjadi satu tindakan kasih dan penyerahan diri ke dalam tangan Allah yang tak pernah meninggalkan kita.
Mendapat tamu seorang pemulung
“Saya mau bertemu dengan Romo.”
Maka, satpam pun lalu datang mengontak saya.
Terlihat seorang bapak muda dengan pakaian ala pemulung dengan gerobaknya.
“Halo Mas, piye? Ada yang bisa dibantu?”
“Anu romo, saya mau beli barang-barang bekas,” jawabnya.
“Waduh, bukan urusan saya itu. Lagian, saya tidak tahu dan tidak pernah berpikir tentang itu.”
Maka segera kupanggil karyawan rumah tangga pastoran.
“Adakah barang-barang bekas di dalam yang bisa dijual? Seperti misalnya kardus, koran, botol, majalah-majalah bekas, barang-barang plastik yang sudah tidak dipakai, ember bocor atau apalah?”
“Bapak sudah makan belum?”
“Belum Romo.”
Saya mengambil nasi dan lauk yang ada di meja makan.
“Sok lah, makan dulu”.
Sambil makan, ia berkata. “Saya kenal Romo dari seorang suster. Dia suruh saya datang ke Romo.
Mengingat Pingit
Lalu ia menunjukkan sebuah buku kecil yang berjudul -kalau tak salah ingat- Petualangan Pemulung.
Ada kata pengantar dari seorang romo yang terkenal pada waktu itu dalam gerakan sosial.
“Ini pengalaman saya Romo. Saya pernah dibina di kawasan Pingit, Yogja. Nama saya HB. Saya, isteri yang sekarang dan anak tinggal di pinggir sebuah lapangan.”
Dia menyebut satu tempat dan saya mengetahuinya.”
Pingit nama yang begitu akrab bagiku, mahasiswa-mahasiswi Katolik dan frater-frater di Kolsani, Yogja. Sebuah tempat dan komunitas di mana para pemulung dan kaum homeless dapat tinggal di sana sementara waktu.
Kami mendampingi dan belajar memahami pergulatan hidup mereka. Dalam semangat kekeluargaan dan persaudaraan, kami saling belajar agar suatu saat mereka terbiasa hidup menetap dalam sebuah rumah sederhana.
Dalam gubuk-gubuk yang kami bangun mereka tinggal.
Di sana pun ada bimbingan belajar bagi anak-anak di sekitarnya. Suasana sungguh menyenangkan, mengharukan sekaligus melatih kami untuk berani belajar mendekati mereka, berbicara bersama mereka, bahkan makan bersama mereka.
Sebenarnya dalam proses perjumpaan itu, kami pun belajar berani menjumpai mereka sebagaimana adanya.
Jujur saja pertama-tama saya pun merasa jijik, takut dan tak jenak. Ada jarak psikologis, sebisa mungkin menjauh dan kadang menyapa sebagai sebuah formalitas.
- Saya belajar banyak bahkan iman saya diuji. Belajar menemukan orang-orang di mana Yesus sering menyamakan Diri.
- Belajar menyapa, bersaudara, dan menjadi teman seperjalanan.
Dalam Injil, mereka kiranya dapat menjadi bagian orang-orang yang mempunyai tempat istimewa di hati Allah.
Tidak mudah. Sejujurnya tidak dapat.
“Oh kamu toh rupanya, Si HB. Tanpa sadar merangkul dia dari samping.”
“Tuhan itu baik, karena telah mempertemukan saya dengan orang yang mengajariku soal kehidupan.”
Kubilang, “HB, kau tetap saudaraku.”
Kenangan indah perjumpaan masa lalu, pernah sejenak bersama dalam komunitas orang orang pinggiran menjadi kekuatan bagiku dalam hidup. Bdk. Mt. 25: 35.
Nabi Yesaya berkata, “Allahku menjadi kekuatanku.” ay 5b.
Yesus mengingatkan, “Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku.” ay 36b.
Tuhan, dapatkan aku merasakan kehadiran-Mu dalam diri mereka yang kecil, miskin, tidak bahagia, difabel. Amin.???