“Kok mama kesal, seh??” Selidiknya.
“Iya sayang. Bagaimana mama tidak kesal dan tidak marah. Bayangkan saja sayang, kita ini kan termasuk orang-orang susah dan orang-orang kecil. Harga minyak tanah, dan harga barang lainnya semakin mencekik leher ibarat seorang ibu tidak sanggup dan tidak mampu membesarkan anak bayinya. Harga barang semakin mahal termasuk harga minyak tanah pun mahal. Sudah begitu, minyak tanah semakin susah untuk dicari dan dibeli karena bandit-bandit itu mencurinya di kapal-kapal tengker di tengah laut dan pergi menjualnya ke negara tetangga. Belum puas dengan itu, bandit-bandit yang mata duitan itu, berpura-pura mencari minyak tanah di pasar dan membelinya. Setelah itu mereka menjualnya lagi ke sebelah. Apa itu tidak termasuk pencurian kah?? Belum lagi ada yang melakukan penyelundupan secara besar-besaran di batas negara. Anehnya, aparat keamanan di garis perbatasan bisa dibeli dengan sebatang rokok, segelas miras atau seekor ayam. Mengertilah, calon orang-orang miskin yang setiap hari menghidupi anak-isteri dengan uang haram dan berpura-pura itu adalah gaji. Menjijikkan sekali. Muak. Sudah begitu, dengan uang haram itu mereka pergi melacurkan diri di tempat-tempat yang tidak baik dan pergi tidur dengan perempuan-perempuan yang suka menjajakan tubuhnya. Dasar lelaki murahan. Dasar perempuan murahan. Perusak moral bangsa ini. Perusak karya ciptaan-Nya. Kalau ada bantuan yang datang dari LSM, mereka berpura-pura ini dan itu. Kalau sudah dikasih fee, bantuan itu mereka curi sebagian dan setelah itu dijual ke negara sebelah. Atau mereka kuras masyarakat miskin dengan segala alasan yang tidak masuk diakal sama sekali. Apa itu bukan pelacur yang bertubuh pencuri??” Teriak mamanya sejadi-jadinya di hadapan Aurel sambil menangis.
“Mama…Aurel tidak mau kalau mama menangis. Mama mesti kuat. Kita harus melawan bandit-bandit yang bertubuh pelacur dan bertangan pencuri itu. Kita lawan mereka ya, mama?” Ajaknya meyakinkan pada mamanya seraya mengeringkan lelehan air mata yang terus berderai di pipi mamanya itu.
Tangannya yang mungil, bibirnya yang ranum, matanya yang polo situ, seakan tidak mampu melihat kesedihan mamanya. Batinnya berontak. Napasnya tersengal-sengal ibarat baru selesai olahraga. Denyut jantungnya berkejar-kejaran bagaikan sekelompok anak yang lagi asyiknya bermain bola kasti di lapangan bebas. Rambutnya tergurai dan dibiarkan begitu saja.
“Mama, Aurel mau berjanji bahwa suatu kelak nanti ketika Aurel besar, Aurel mau menjadi Presiden agar tidak seenak perut menaikkan harga barang sesuka hati dan dengan tegas menindak bawahan yang sukanya memeras masyarakat kecil dengan beribu alasan serta selalu rutin melakukan dialog dengan masyarakat kecil supaya disaat itu bisa tahu secara pasti dan jelas tentang masalah-masalah yang sedang dihadapi masyarakat. Karena selama ini kan sistemnya tetap yakni yang selalu membuat laporan adalah bandit-bandit itu sendiri. Masyarakat kecil kan takut buat laporan, takut ini dan takut itu. Hanya yang berani orang-orang tertentu saja. Apa yang disampaikan mama itu benar adanya. Aurel juga secara pribadi tidak terima kalau mereka perlakukan orang-orang kecil dan orang-orang susah seperti itu. Aurel berusaha untuk menekan sekeras-kerasnya supaya tidak ada penyelundupan. Supaya tidak ada pencurian uang rakyat. Supaya tidak ada tempat pelacuran. Supaya, supaya dan supaya. Aurel berjanji mama. Aurel berjanji mama.” Ucapnya meyakinkan seraya membangunkan mamanya dari duduknya.
“Iya sayang, mama percaya kamu kok. Kalau republik ini manusia-manusianya itu takut akan Tuhan, tahu menghargai, menghormati satu terhadap yang lain, patuh dan taat terhadap peraturan hukum yang berlaku, maka dengan sendirinya republic kita akan sejahtera, damai, aman dan sukses karena tidak ada pencuri yang bergentayangan pada pagi, siang, sore ataupun pada malam hari. Kapan ya, republic kita ini bebas dari pencurian, bebas dari penyelundupan, bebas dari alcohol, bebas dari seks bebas, bebas dari penipuan, bebas dari membuat anak yatim di mana-mana, bebas dari selingkuh, bebas dari menjatuhkan sperma di mana-mana baik di kantor, di rumah makan, di hotel, di hutan, di kantor, maupun di tempat ibadat apabila situasi memungkinkan untuk berbuat mesum atau berbuat esek-esek dengan memakai tangan, kalau tidak sempat memasukkan alat kecil itu ke dalam tempat duduknya. Di saat ini kan banyak anak-anak yatim yang sementara mencari tahu siapa ayahnya atau siapa ibunya. Republic ini bermasalah di mana-mana. Baik itu aparat pemerintah, aparat keamanan, aparat agamawan maupun tukang penjual lontong pun bermasalah karena moralnya sudah rusak karena sesuatu hal. Belum lagi ditambah anak-anak gadis yang harus memikul beban yang amat sangat besar yakni kehilangan perawan. Kenapa?? Karena perawan-nya itu diambil oleh manusia-manusia biadab. Manusia-manusia kurang ajar. Manusia-manusia tidak tahu diri sama sekali. Yang sudah berkeluarga pun berpura-pura belum berkeluarga, sehingga seenaknya saja merobek selaput lendirnya si gadis itu. Isteri orang dihamili. Suami orang ditiduri. Yang mengaku diri sebagai tokoh agama pun tak mau kehilangan akal agar bisa turut mencicipi daun hijau. Karena apa? Karena imannya lemah. Karena moralnya sudah rusak. Jadi dengan kata lain, manusia-manusia itu sudah pada titik gatal. Maafkan mama ya, sayang?? Mama tidak mau kamu mengikuti jejak mereka. Makanya mama menyuruh kamu harus banyak berdoa, agar kamu tidak jatuh. Itu saja pesan mama.” Ucapnya dengan linangan airmata. selesai
boleh kirim cerpen kah ?
silakan dan nanti kami review dulu
mhariyadi@sesawi.net
Kata-kata dalam cerpen “Pesan Mama” terlalu kasar. Tidak cocok dengan konteks cerita tentang seorang ibu yang mengajari kasih sayang kepada anak putrinya yang pra-remaja. Mohon di tinjau kembali.
http://www.sesawi.net/2012/07/14/cerpen-pesan-mama-2/