COVID-19 telah mengubah segalanya.
Dunia sedang mengalami sesuatu yang tidak biasa di tahun 2020. Bumi, rumah huni bersama segala ciptaan, tiba-tiba dikepung dan diserang habis-habisan oleh Covid-19.
Siluman haus darah ini memang fisiknya tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, namun instingnya untuk memangsa manusia sangat tajam. Ia menyergap dalam sunyi, menyerang tanpa kompromi, membantai tanpa memandang status sosial dan kategori umur.
Meskipun fisiknya kecil, namun sengatan dan racunnya barangkali jauh lebih berbahaya dan mematikan daripada racun seekor ular king cobra.
Data sementara menunjukkan bahwa virus corona telah menginfeksi 14.947.428 orang dan telah membunuh 616.443 orang di seluruh dunia (CNN Chile, 22/7/2020).
Kehadirannya di segala sudut kota di seluruh penjuru dunia telah mengubah tata kehidupan manusia yang lazim menjadi tidak biasa.
Gara-gara dia, orang tidak boleh bersalaman; duduk atau berdiri di tempat-tempat umum mesti menjaga jarak; orang tidak boleh berkumpul; orang tidak bisa pergi ke sekolah, universitas dan bepergian jauh.
Keberadaannya yang misterius membuat semua orang mesti menutup mulut dengan masker dan mencuci tangan setiap saat.
Gara-gara dia, banyak orang di dunia kehilangan mata pencaharian, penghasilan dan kelaparan. Monster haus darah ini telah mengubah segalanya menjadi pelik.
22 misionaris imam dan suster Indonesia
Ada dua kelompok misionaris Indonesia di Chile, sebuah “negara Katolik” di wilayah Amerika Latin. Mereka adalah para misionaris imam SVD dan suster SSpS, para utusan dari Indonesia yang sudah ama dan baru berkarya di Chile.
Saat in, jumlah misionaris Indonesia ada 22. Mereka terdiri dari:
- 5 orang suster SSpS;
- 15 orang imam;
- 2 frater SVD yang sedang menjalani masa OTP (Overseas Training Program).
Para misionaris tersebut bekerja dalam beberapa bidang karya pastoral, antara lain pastoral parokial, sekolah dan pendampingan kaum muda.
Di tengah getirnya kehidupan pada zaman Covid-19 ini, para misionaris Indonesia keluar dari zona mapan dalam rumah untuk berkolaborasi dengan umat dalam misi kemanusian.
Mereka bergerak dari rumah ke rumah untuk berbagi secercah kasih dengan mereka yang terpapar Covid-19 melalui sebungkus sembako, sepiring nasi, sepotong roti, secangkir kopi dan sehelai pakaian dingin untuk mengusir rasa lapar, haus dan dingin yang tengah mengancam kehidupan sesama di sekitarnya.
Apa dan bagaimana bentuk misi kecil yang dilakoni oleh para misionaris Indonesia di tengah pandemi Covid-19, mari kita lihat bersama.
Suster SSpS membagi sembako
Pandemi Covid-19 menghadirkan malapetaka besar bagi dunia. Saat ini banyak orang mengalami kesulitan dalam hidup, terutama kebutuhan paling pokok di rumah seperti makan dan minum.
Hal inilah yang persis terjadi di kota Chalinga dan Salamanca, Chile bagian utara.
Menyaksikan drama kerasnya perjuangan masyarakat demi mempertahan hidup di tengah kejamnya aksi Covid-19, dua misionaris tangguh asal NTT dan Bali, yakni Sr. Kristina Hoar SSpS dan Sr. Ni Ketut Sumiatri SSpS. Mereka berdua sungguh tergerak hati ingin membantu dan berbagi apa yang mereka miliki dengan masyarakat yang sungguh mengalami kesulitan.
Untuk mewujudkan niat dan empati itu, kedua suster bergandengan tangan dengan umat di tempat misi mereka di kota kecil Chalinga. Berkat kerja sama yang apik dengan umat, mereka berhasil mengumpulkan banyak sembako (makanan pokok kering).
Sembako-sembako itu kemudian didistribusikan kepada keluarga-keluarga sederhana yang terkena dampak langsung Covid-19 di kota kecil Chalinga.
Makan untuk orang tua sebatang kara
Selain membagi sembako, Sr. Kristina dan Sr. Ni Ketut juga memperhatikan secara serius seorang bapak yang hidup sebatang kara.
“Sejak mulai masa karantina kami memberi makan kepada seorang bapak tua karena ia tidak memiliki keluarga lagi,” ujar Sr. Kristina, misionaris asal Kabupaten Malaka, NTT, yang sudah 34 tahun berkarya di Chile.
Selain membagi sembako material, Sr. Kristina Hoar dan Sr. Ni Ketut berjalan dari desa ke desa sambil berbuat baik membagikan sembako spiritual kepada umat yang merasa haus dan lapar akan makanan dan minuman rohani.
“Selama satu pekan ini, kami mengunjungi seluruh komunitas yang ada di tiga paroki di Kabupaten Salamanca. Sangat mengharukan, orang-orang merasa dikunjungi oleh Gereja,” lanjut Sr. Kristina.
Mengumpulkan sembako
Dalam grafik penyebaran kasus Covid-19 di seluruh dunia, Chile berada pada urutan kedelapan. Penyumbang kasus terbanyak di Chile adalah Ibu Kota Santiago dengan jumlah kasus 248. 352 dan jumlah orang yang meninggal 7.133 (CNN Chile, 22/72020). Karena itu, Ibukota Santiago saat ini berstatus karantina total.
Situasi ini menyebabkan banyak keluarga kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Hal ini tentu berdampak langsung pada kebutuhan paling pokok di dalam rumah tangga: makan dan minum.
Berhadapan dengan situasi “darurat” tersebut, para misionaris Indonesia dan beberapa misionaris dari negara lain dalam wilayah Paroki Roh Kudus el Pinar San Juaquin-Santiago bergerak cepat.
Mereka bergandengan tangan dengan umat, kaum muda dan berbagai pihak di kota Santiago untuk mengumpulkan sembako. Lalu mendistribusikannya kepada keluarga-keluarga yang terkena dampak Covid-19.
“Sembako kita atur dan bagikan kepada keluarga sesuai dengan jumlah mereka. Dan kita bagikan setiap hari Sabtu,” kata P. Oan Wewo SVD misionaris imam asal Bajawa di Flores Tengah yang baru saja menyelesaikan kursus bahasa Spanyol.
Distribusi makanan siap saji
Selain membagi sembako, mereka juga bekerja sama dengan sebuah lembaga bernama Cocina País untuk mendistribusikan makanan siap saji kepada keluarga-keluarga sederhana yang sangat membutuhkan sepiring nasi untuk menghilangkan rasa lapar.
“Makanan siap saji kita targetkan untuk 300 kepala keluarga. Sebagian besar dari mereka sudah kita bantu. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Kamis,” lanjut P. Oan Wewo, SVD misionaris yang pernah menjadi dosen sementara di UNIKA Kupang ini.
Membantu para imigran Haiti
Chile merupakan salah satu negara di benua Amerika Selatan yang menjadi tujuan para imigran. Imigran terbanyak di negeri kelahiran bintang Barcelona Arturo Vidal ini ialah para imigran dari Haiti.
Tujuan para imigran ini hijrah ke Chile ialah untuk mencari nafkah. Namun, tahun ini, ketika dunia dilanda oleh pandemi Covid-19 banyak imigran Haiti kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Tidaklah mudah hidup sebagai imigran di tanah rantau. Apalagi di tengah pandemi seperti saat ini.
Rasanya sulit memang.
Kondisi hidup para imigran Haiti yang cukup memprihatinkan ini mengundang perhatian banyak pihak termasuk para misionaris Indonesia.
Adalah P. Wiliam Jemada SVD turut memberi perhatian serius kepada para imigran tersebut dengan membagikan pakaian kepada mereka di tengah puncak musim dingin seperti saat ini. Hal yang sama dilakukan oleh P. Juan de Lau SVD di parokinya di kota Osorno.
Bersama umatnya, misionaris asal Ende ini memberikan perhatian khusus kepada para imigran Haiti dengan memberikan sembako dan memperkenankan mereka untuk tinggal sementara di aula paroki selama mereka mengalami kesulitan di tengah pandemi Covid-19.
Memperhatikan kaum jompo
Selain memperhatikan para imigran Haiti, di tengah zaman Covid-19 ini misionaris Indo-Chile juga memperhatikan para jompo.
Misi kecil ini dilakukan oleh P. Wiliam Jemada SVD bersama tim pastoral sosial dari sekolah Alemania Los Angeles.
Bantuan yang disalurkan ke rumah jompo tersebut berupa kebutuhan-kebutuhan dasar untuk para jompo yang tinggal di panti jompo di kota Los Angeles, Chile.
Kegiatan amal tersebut merupakan bentuk kepedulian SVD terhadap para jompo yang rentan terhadap penularan virus corona.
Sembako, sandwich, dan kopi panas Paroki Fresia
Paroki Fresia adalah sebuah paroki di wilayah selatan Chile. Paroki ini ditangani oleh dua misionaris dari Asia Tenggara yakni P. Juventus Adur SVD dari Indonesia dan P. Juan Baptista dari Vietnam.
Di tengah situasi pandemi saat ini, banyak umat di paroki ini terkena dampak Covid-19.
Sebagai pastor paroki, P. Juventus Adur SVD, misionaris periang asal Manggarai, NTT ini, lalumenggalang aksi solidaritas di parokinya untuk membantu masyarakat yang mengalami kesulitan di tengah pandemi Covid-19.
Berkat kerjasama yang baik dengan berbagai pihak Paroki Fresia berhasil mengumpulkan puluhan kantong sembako. Tidak tunggu lama-lama, misionaris yang selalu gesit dalam mengolah bola di lapangan hijau ini segera berkeliling dari rumah ke rumah membagikan sembako kepada keluarga-keluarga sederhana yang terkena dampak Covid-19.
P. Juventus tidak hanya membagikan bahan mentah (sembako) kepada masyarakat, hal sederhana yang dilakukan oleh misionaris yang sudah belasan tahun berkelana menabur benih sabda di negeri kelahiran Alexiz Sanchez ini ialah menyediakan sandwich (roti) dan kopi panas.
Makanan dan minuman siap saji ini kemudian dibagikan kepada masyarakat di tempat umum seperti rumah sakit dan bank. Barangkali misi kecil yang amat mulia semacam ini lahir dari hasil kontemplasi yang mendalam atas firman Yesus: “Kamu harus memberi mereka makan.”
Sembako, kain panas, dan sepatu Paroki Quepe
Paroki Quepe adalah sebuah paroki miskin di bagian selatan Chile, sekitar 700-an kilo meter dari Ibukota Santiago. Mayoritas umat di paroki ini adalah suku asli Indian.
Misionaris Indonesia yang berkarya di paroki ini adalah P. Agustinus Naru, SVD.
Suatu pagi, sesudah sarapan pagi, tiba-tiba pesan singkat masuk ke telepon genggam P. Agustinus Naru SVD. Isi pesan singkat itu tentang rumah umat yang terbakar.
Setelah membaca berita itu, P. Agus segera menginformasikan kabar buruk itu kepada tim pastoral sosial paroki untuk membantu umat yang dilanda bencana di tengah pandemi Covid-19.
Titah pastor paroki asal Bajawa, Flores, NTT ini pun ditanggapi baik oleh tim pastoral sosial. Dalam waktu yang cukup singkat, misionaris yang pernah bertugas di tanah Batak, Sumatera Utara ini bersamanya berhasil mengumpulkan sembako, pakaian dingin dan sepatu.
Selanjutnya P. Agus bersama tim pastoral sosial terjun ke tempat kejadian perkara (TKP) untuk menyerahkan langsung bantuan kepada keluarga yang rumahnya dilahap oleh si jago merah.
Sembako untuk keluarga sederhana
Selain membantu keluarga yang rumahnya terbakar, misionaris yang akrab disapa Bung Naru ini memberi bantuan kepada seorang janda yang rumahnya dilanda oleh banjir. Pusing memang, kalau bekerja di pedalaman. Segala sesuatu umat selalu larinya ke pastor paroki.
Namun, bagi Bung Naru misionaris yang gemar berdevosi ini tidak pernah merasa cemas dan gentar. Dengan bantuan Allah dan kuasa Roh Kudus, pastor yang pernah bertugas di garis perbatasan antara Chile dan Peru ini bergerak cepat menyalurkan bantuan kepada umatnya agar mereka tidak kelaparan dan kedinginan di tengah zaman Covid-19.