Cinta dalam Keluarga: Saling Belajar untuk Menyempurnakan Cinta

0
458 views
Ilustrasi: Keluarga by Yeyen/Komsos Paroki Cikarang)

SAAT saya menulis ini, hatiku lagi “diaduk-aduk” oleh rasa yang namanya “cinta”. UUhhh, kata “cinta” ini tercipta dengan meninggalkan banyak rasa dan kita semua pernah merasakannya.

Tetapi yang jelas, kita tidak pernah menyerah untuk membangun sebuah cinta yang sempurna: dalam keluarga, dalam komunitas, dan dalam gerak-gerik kehidupan kita.

Sebab, ketika nafas ini masih ada, maka cinta akan terus ada mengiringinya. Bahkan, ia akan menentukan perjalanan hidup kita: Bermakna atau tidak bermakna.

Bermakna karena kita telah merasa bahwa cinta itu terus menyemangati-menggairahkan hidup kita dan menjadi tidak bermakna karena kita pernah merasa gagal oleh cinta. Hanya saja kita tidak boleh menyerah karena cinta pula yang akan memulihkan kita, “that is the power of love”.

Ada cerita di sekian abad yang lampau.

Plato bertanya kepada gurunya, Socrates, “Apa itu cinta dan bagaimana menemukannya?”. Sang guru menjawab, “Ada ladang gandum di depan sana. Berjalanlah tanpa pernah menoleh mundur. Ambil satu ranting, dan jika kamu temukan yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah temukan cinta.”

Plato pun berjalan, tetapi dia pulang dengan tangan kosong. “Kok tidak membawa satu pun ranting?”,

“Karena sesuai perkataan guru, aku hanya boleh bawa satu, dan saat berjalan tidak boleh mundur. Sebenarnya aku telah temukan yang paling menakjubkan, tetapi aku pikir, di depan sana masih ada yang lebih menakjubkan; jadi tak kuambil. Ternyata, di depan sana tidak ada satu pun yang lebih bagus.”

Kata sang guru, “Itulah cinta.”

Para sahabatku yang membangun hidup berkeluarga, perkawinan adalah kelanjutan dari cinta. Tentunya, para sahabat merasakan sendiri betapa sungguh indah menikah dengan seorang yang dicintai.

Pastinya akan jauh lebih indah dan menakjubkan jika mencintai orang yang saat ini sudah dinikahi (Pandang pasanganmu, pandang anak-anakmu. Bukankah mereka begitu menakjubkan?). 

Dari mereka semua, para sahabat telah belajar untuk membangun cinta dalam keluarga secara sempurna.

Bagi yang pernah gagal membangun cinta dalam keluarga, tidak boleh menyerah, harus bangkit lagi dan belajar lagi. Paus Fransiskus memberikan nasehat demikian, “Keluarga adalah tempat dimana kita pertama kali belajar mendengarkan dan berbagi, belajar sabar dan belajar saling menghormati, dan juga menolong satu sama lain.” 

Setuju.

Kita tidak pernah berhenti untuk belajar dengan tujuan untuk menyempurnakan cinta dalam keluarga kita. Setiap pribadi yang berani belajar untuk menyempurnakan cinta dalam keluarga, mereka diibaratkan seperti sebuah lampu.

Dia yang menyalakan lampu untuk orang lain, akan ikut mendapatkan terang; dan yang mematikan lampu untuk orang lain akan ikut merasakan gelap.

Tidak ada satu pun pribadi dalam keluarga kita untuk mematikan cinta, justru sebaliknya yang harus dilakukan adalah bagaimana untuk terus menyalakan dan menyinarkan cinta itu sehingga semua orang mendapatkan terang dari cinta itu.

Akhirnya, cinta itu bisa bermakna bahagia-membahagiakan ketika melihat dan merasakan orang yang kita cinta bahagia-berbahagia. Itu saja,

Hong Kong, 18 April 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here