PAHAM yang kini memimpin dunia tidak ramah terhadap hati dan kebutuhan manusia. Sementara hati manusia merindukan kasih dan damai, yang ada justru kebencian dan perang.
Tidak perlu pergi jauh ke Ukraina, lihatlah dalam keluarga, lembaga, dan masyarakat sekitar kita. Relasi antar saudara, rekan kerja, dan warga masyarakat sering diwarnai dengan persaingan dan pikiran atau niat jahat.
Kerukunan dan harmoni digusur oleh kebencian dan intoleransi. Semangat ekonomi gotong-royongnya koperasi diganti dengan penyeragaman bernama globalisasi. Yang tidak ikut sistem ini terancam akan mati.
Dalam era demikian pesan sabda Tuhan tetap amat relevan. Tuhan sendirilah yang sedang membarui dunia. “Lihat Aku menciptakan segalanya menjadi baru!” (Why 21:5).
Pembaruan itu tidak terjadi berkat ideologi, hasil pemikiran manusia, melainkan karena kasih Allah yang tampak dalam Yesus Kristus, Putera-Nya. Ketika Yesus dimuliakan, Allah dimuliakan dalam Dia (lihat Yoh 13: 31-32). Itu terjadi lewat kematian-Nya di kayu salib yang membawa keselamatan bagi seluruh dunia.
Sebelum mengalaminya, Dia berpesan kepada para murid-Nya. “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yoh 13: 34)
Dia mengajak mereka mengikuti jejak-Nya; mewujudkan semangat hidup sejati di tengah dunia yang tercabik-cabik kasih dan kebersamaannya. “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yoh 13: 35)
Tuhan mengingatkan kita untuk melaksanakan pesan dan teladan kasih-Nya dalam hidup kita. Banyak sekali tantangannya. Namun, tidak ada jalan lain untuk membarui dan menyelamatkan dunia. Bagai memperjuangkan cinta di tengah rimba.
Minggu, 15 Mei 2022