
Rabu, 10 April 2024
- Kis 5:17-26;
- Mzm 34:2-3,4-5,6-7,8-9;
- Yoh 3:16-21.
- SESUATU yang wajar terjadi manakala dua orang yang saling mencintai akan dengan mudah mengenali apa yang dipikirkan dan dirasakan pasangannya.
Bukan hanya itu, pasangan itu, akan berusaha saling menyesuaikan diri dengan apa yang menjadi perhatian dan kesukaan pasangannya. Artinya, dengan rela hati ia akan melakukan sesuatu untuk membahagiakan pasangannya karena cinta.
“Seorang ibu rela mendorong kursi roda sejauh 3km, supaya anaknya yang cacat dan mengalami keterbelakangan mental bisa ikut perayaan ekaristi. Ibu itu dengan wajah tanpa lelah mendorong dan bahkan untuk naik turun dari kursi roda ibu itu akan menggendong anaknya yang cacat mental dan fisik, padahal si anak sudah berusia belasan tahun.
Anak yang takkan pernah mengerti itu, benar-benar tidak tahu, sebab apa ibunya rela menanggung malu, merawatnya, mengajaknya berdoa. Si anak juga tak pernah bertanya, “beratkah ibu menggendong saya?”
Anak itu, memang belum akan mengerti sebab apa ibunya merawat, dan menggendongnya, mendorongnya ke Gereja setiap minggu. Yang dia tahu hanyalah, dia tak pernah jauh dari ibunya. Yang dia rasakan adalah kecupan di kening dan wajah setiap kali sang ibu berkesah karena kecapean. Bahasa kalbu ibu berkata, “Sebab cinta, ibu melakukan semua ini, Nak.”
Sungguh, jika tak karena cinta, langkahnya sudah terhenti. Cintalah yang mengajarkannya untuk menghapus kata “lelah” dan “putus asa” dalam kamus hidup seorang ibu. Itu semua karena cinta memang tidak meminta, melainkan hanya memberi.
Memang itulah hakikat cinta.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia,) melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.”
Cinta Allah itu agung, dan penuh daya pembebasan bagi kita manusia. Karena cinta-Nya kepada kita–bukan cinta yang ‘jika’ tetapi cinta yang ‘walaupun’. Cinta Allah itu tidak menetapkan syarat tertentu.
Ia telah mengutus anak-Nya, Yesus Kristus untuk hadir ke dunia. Tidak dengan mahkota, melainkan dengan lahir di kandang domba, merendahkan diri sedemikian rupa untuk kita.
Untuk kita manusia berdosa, Ia rela menderita bahkan sampai mati secara hina di kayu salib untuk menebus kita. Walaupun kita manusia berdosa, kita tetap dicintai-Nya.
Apa yang harus kita lakukan? Yesus meminta supaya kita percaya kepada-Nya. Kita percaya bahwa Ia adalah Utusan Bapa untuk menyelamatkan dunia.
Dialah terang sejati yang sedang datang ke dunia. Terang-Nya membantu kita untuk melihat kasih Allah yang berlimpah bagi manusia.
Yesus juga menghendaki agar kita bertobat dari hidup lama menjadi baru. Hidup dalam terang berarti membenci seluruh hidup dalam dosa. Hidup dalam dosa berarti hidup di dalam kegelapan dan ini tentu berlawanan dengan Terang. Sekarang pilihlah dihadapan Tuhan mau hidup dalam terang atau gelap
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku setia dan penuh cinta pada Tuhan?