Ciri-ciri Pengikut Yesus (2)

0
2,487 views

Seorang bapak muda, Jack pindah jauh dari kampong halamannya, demi mengejar impiannya. Dia jarang pulang menengok ibunya yang janda. Kesibukannya dalam pekerjaan, bahkan membuat ia jarang punya waktu untuk istri dan anaknya.

Suatu hari, ibunya mengabari bahwa pak Belser, tetangga sebelah rumah ibunya, meninggal dunia dan akan dikuburkan pada hari Rabu. Jack termenung, ingat bahwa pak Belser, sesudah ayahnya meninggal, mengajarinya bertukang dan menanamkan sikap hidup sebagai laki-laki dewasa. Dia pulang untuk hadir pada pemakaman yang sepi, karena semua kenalan pak Belser sudah meninggal.

Malam hari sebelum Jack pulang, dia dan ibunya mampir ke rumah tua pak Belser. Jack berdiri di pintu dan melihat ke dalam rumah. Rasanya seperti meloncat ke mesin waktu. Rumah itu masih seperti yang dia ingat. Setiap lukisan, tiap furniture punya kenangan.

Tetapi tiba-tiba Jack berhenti… “Ada apa, Jack?” tanya ibunya.
“Kotaknya hilang!” kata Jack.
“Kotak apa?” tanya ibunya.
“Ada kotak keemasan kecil yang selalu ditaruh pak Belser di laci mejanya. Saya dulu sudah tanya ribuan kali apa isinya. Dia hanya menjawab: hal yang paling dihargainya.” Cerita Jack.

Dan kotak itu tidak ada. Mungkin keluarganya sudah mengambilnya. “Sekarang saya tidak pernah tahu apa yang paling berharga buat Pak Belser.”

Sudah 2 minggu berlalu sejak pemakaman pak. Belser. Waktu sampai di rumah, Jak menemukan sebuah paket, kotak kecil. Bungkusnya sudah tua dan tulisannya sulit dibaca. Tapi alamat pengirimnya: Pak Harold Belser. Jack segera membuka kotak itu dan isinya kotak keemasan dan sebuah amplop.

Tangan Jack gemetar waktu ia membaca tulisan di dalamnya: “Sesudah saya meninggal, kirimkan kotak ini dan isinya kepada Jack Bennett. Isinya adalah hal terpenting yang paling saya hargai dalam hidup saya.

“Ada kunci kecil dalam amplop itu. Dengan mata berlinang Jack membuka kotak itu, di dalamnya ada jam saku dari emas yang indah. Dengan hati-hati Jack membuka tutup jam itu. Di balik tutup jam itu terukir: “Jack, terimakasih untuk waktumu. Harold Belser.” Hal yang paling berharga badi pak Belser ialah: waktuku! Jack terdiam beberapa saat dan lalu menelpon ke kantornya untuk membatalkan semua janjinya untuk dua hari kedepan.

“Kenapa, pak?” tanya Janet, sekretarisnya.
“Saya perlu waktu untuk bersama dengan anak dan istri saya,” jawabnya.
“Dan Janet, terimakasih untuk waktumu.”
“Hidup tidak diukur dari banyaknya tarikan nafas yang kita lakukan; tapi diukur dengan saat-saat dimana kita harus menahan nafas.”

Pak Belser punya keterbukaan hati untuk menolong tetangganya yang janda dengan ikut mendidik Jack, anak ibu itu. Keperduliannya juga memberi hiburan bagi dirinya yang sendirian. Jack mendapat pendidikan ketrampilan yang penting bagi masa depannya.

Dan sekali lagi ia belajar dari perhatian pak Belser, waktu adalah hal yang sangat berharga bagi hidupnya. Sehingga ia dapat berubah dan bertumbuh: berani menyediakan waktu untuk keluarganya dan menghargai sekretarisnya.

Keterbukaan hati dan keperdulian, sebagai tanda kita murid yang dekat dengan Tuhan Yesus dapat kita wujudkan dalam berbagai bentuk. Bantuan, kerja sama, contoh sikap baik sebagai teladan dan saling menghargai.

Mungkin kita tidak punya banyak harta untuk dibagikan; tetapi kita punya waktu untuk menghadirkan diri kepada sesama kita. Sehingga baptisan yang kita terima, bukan hanya menyatakan secara lahiriah bahwa kita murid Tuhan, tetapi waktu yang kita bagikan kepada sesama, menghadirkan Kristus juga dalam hidup mereka. Amin.

MINGGU BIASA 26, B; 30 September 2012
Bil. 11:25-29; Yak. 5:1-6; Mrk. 9:38-43.45.47-48

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here