Conference on Religions and Climate Change Southeast Asia 2023 – Sambutan Prof. M. Quarish Shihab Ketua Majelis Hukama Muslimin Indonesia

0
58 views
Ilustrasi: Sambutan dari Prof Dr Quarish Shihab MA DI gelaran Conference on Religions and Climate Change Southeast Asia 2023. (Romo Ferry SW)

ALHAMDULLILAHl, segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa atas aneka limpahan karunia-Nya.

Hadirin sekalian, izinkahlah saya selaku salah seorang yang mendapat kehormatan menjadi   pendiri Majelis al-Hukama`al-Muslimin (MHM) untuk menyampaikan sekelumit tentang majelis ini yang didirikan pada tahun 2004 di Abu Dhabi UIA.

Majlis ini beranggotakan sejumlah pakar agama Islam dari berbagai belahan dunia yang independ dan moderat. Pendirinya terdiri dari 14 orang dari berbagai negara dan terpilih sebagai ketuanya adalah Grand Syekh Al- Azhar: Prof. Dr. Ahmad Ath-Thayyib.

Majlis ini bertujuan ikut berpartisipasi menciptakan kehidupan tenteram dan damai di tengah masyarakat umat manusia.

Hadirian sekalian,

Organisasi ini dinamai Majlis al-Hukama` l-Muslimin yakni majlis yang anggota-anggotanya tidak hanya sosok yang dinilai berilmu, tetapi juga bijak yang menerapkan dan mendorong penerapan ilmu pengetahuan demi kemaslahatan umat manusia; sesuai dengan maksud kata “Hikmah” yakni sesuatu yang bila digunakan atau diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan atau paling tidak menghalangi terjadinya mudarat atau kesulitan.

Memang dewasa ini tidak jarang terasa bahwa kemajuan ilmu pengetahuan yang tidak dibarengi hikmah kendati melahirkan kemudahan dan kenyamanan bagi umat manusia, namun dalam saat yang sama mengakibatkan bencana bagi manusia dan lingkungannya.

Manusia dewasa hampir mirip dengan kupu-kupu yang terbakar, karena kepandaiannya terbang.

Majlis al-Hukama`Al-Muslimin dalam aneka kegiatannya mengajak kita semua memadukan antara ilmu dan hikmah, akal dan kalbu, rasa dan ratio, demi hidup bahagia dunia dan akhirat. Nabi umat Islam mengajarkan doa perlindungan yang mengisyaratkan sumber bencana: “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak peka, dari nafsu yang tidak puas dan dari doa yang tidak dikabulkan.”

Problema kita dewasa ini tercermin dari mewujudnya apa yang dimohonkan perlindungan itu. Ilmu yang kita kembangkan bukan saja yang tidak bermanfaat, tetapi justru yang merusak, kita pun sampai hati tidak memfungsikan hati di samping itu ketamakan tanpa batas mengantar kita bersikap boros sehingga mnganiaya pihak lain, baik pihak lain itu sesama kita manusia maupun lingkungan kita.

Majlis Hukama’ Al-Muslimin mengulurkan kedua tangan ke Timur dan Barat untuk bekerjasama memadukan dan memfungsikan dengan baik dan benar akal dan kalbu, fikir dan rasa serta, ilmu dan iman,

Secara umum orang berkata bahwa masyarakat Timur dikenal sangat mengedepankan rasa, sedang Barat sangat mengedepankan ratio. Kita di Timur atau tepatnya kami di Indonesia apabila ditanyai pandangan tentang sesuatu sering kali memulai jawabannya dengan kalimat “Saya rasa”, sedang di Barat memulainya dengan “Saya pikir”

Di Timurlah lahir dan berkembang aneka hikmah; bahkan di Timurlah lahir tokoh-tokoh yang sangat arif dan bijaksana. Sedang di Barat lahirlah tokoh tokoh filsafat yang sangat mengadalkan ratio.

Agama-agama dilahirkan di Timur, nama-nama Konfusius, Siddharta Gautama, Musa, Isa dan Muhammad adalah tokoh pembawa ajaran agama yang penuh hikmah. Sedang di Barat, nabi-nabi dan pembawa ajaran spiritual yang lahir di Timur itu yang dikenal di Barat sejak dahulu hingga kini nama-nama filsuf-filsuf besar seperti Thales, Pythagoras, Socrates – sampai Francis Bacon, Thomas Aquina, Hegel, dll.

Hadirin sekalan, Secara umum dikatakan bahwa akal menuntut pembuktikan logika untuk menetapkan sesuatu berbeda dengan kalbu tempatnya rasa yang tidak jarang membenarkan sesuatu karena insting dan kehalusan budi walau hal tersebut tanpa bukti rasional.

  • Bukankah cinta yang dihasilkan kalbu demikian itu halnya?
  • Bukanlah iman sebagaimana diakui oleh agamawan dan banyak filsuf adalah pembenaran hati
  • Akal tidak dapat menciptakan iman tidak juga cinta, jalan untuk meraihnya adalah hati,

Dalam kenyataan, kehidupan kita dewasa ini akal sangat dikedepankan. Sedang rasa tidak jarang diabaikan. Padahal keduanya seharusnya berjalan seiring. Kita membutuhkan ilmu yang bemanfaat berdampingan dengan hati yang peka.

Beberapa tahun yang lalu oleh sekian banyak ilmuwan yang terhimpun dalam apa yang dikenal dengan Club of Rome mengemukakan dalam laporanya yang berjudul Reconstituting Human Community. Di sana mereka menekankan perlunya menggali nilai spiritual dan agama dari Timur.

Saudara,

Jangan pernah menduga bahwa Filsafat yang mengandalkan akal dan syair serta sajak-sajak yang mengandalkan rasa – keduanya tidak dapat bertemu. Bukan saja, karena arti kata philosof adalah pencinta hikmah.

Tetapi juga karena keduanya kita miliki dalam diri kita dan kita butuhkan secara bersamaan dalam perjalananan hidup kita.

  • Ilmu yang dihasilkan oleh akal yang jernih memberi kekuatan yang menerangi jalan kita, sedang iman yang bersemai di hati menumbuhkan harapan dan dorongan bagi jiwa kita.
  • Ilmu menciptakan alat-alat produksi dan akselerasi, sedang iman menetapkan arah yang harus dituju.
  • Ilmu menyesuaikan Anda dengan lingkungan Anda tetapi iman dan cinta menyesuaikan Anda dengan jati diri Anda sebagai manusia. Akibat ketiadaan iman dan rasa, maka ilmu kita kehilangan arah bahkan merusak lingkungan.

Akal dan kalbu perlu digabung, salah satu penyebab problem dan aneka krisis yang dialami oleh umat manusia dewasa ini adalah akibat pemisahan keduanya.

Ilmuwan seringkali terlalu mengandalkan Ilmu dan Akal ilmiahnya sehingga kehidupan kendati berkemajuan namun gersang, bahkan merusak. Karena itu juga orang bijak berpesan: “Letakkanlah sedikit Rasa pada akal agar dia lebih lembut dan letakkan juga sedikit Akal pada rasa agar Rasa lebih lurus.”

Menggabung akal dan rasa diibaratkan dengan menggunakan tongkat, ketika memegang tongkat tangan tidak merasakan kelembutan pangkal tongkat yang dipegang. Tapi jangan juga hanya mengandalkan pegangan tongkat itu dengan mengabaikan ujungnya yang keras dan kokoh yang menyentuh lantai.

Dalam saat yang sama, jangan juga hanya mengandalkan kokohnya ujung bawah tongkat tanpa berpegang dengan teguh pada bagian atas tongkat. Itu agar kita tidak tergelincir.

Saudara! Karena itu Majlis Al-Hukama mengajak semua pihak berjalan bersama sambil bergandengan tangan membawa tongkat yang ujungnya keras dan kasar dan pegangaannya halus dan lembut.. Ujungnya yang kasar dan keras itu adalah akal sedang pegangan yang halus dan lembut adalah rasa yang bersumber dari hati yang bersih.

Dengan kalbu kita merasa bahwa yang berada di sekitar lingkungan kita memiliki juga rasa – dan kita dapat berinteraksi harmonis dengan kita.

Memang ilmuan membuktikan setelah agama menegaskan bahwa tumbuhan pun memiliki rasa dan dapat saling berkomunikasi, bahkan benda-benda-benda yang kita namai “benda tak bernyawa pun” bagaikan memiliki kepribadian yang juga memerlukan bukan saja perlindungan tapi juga persahabatan dan cinta.

Gunung Uhud tempat gugurnya 70 orang sahabat Nabi Muhammad tidak dinilai “tempat sial”, tetapi beliau menyatakan: “Uhudun Yuhibbuna wa Nuhibbhuhu”, Uhud mencintai kita dan kita pun mencintainya. (Berlanjut)

Baca juga: Panel Session 2 Corecs 2023: Peran Institusi & Tokoh Agama dalam Penanggulangan Dampak Perubahan Iklim (4)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here