Puncta 11.06.22
Pw St. Barnabas, Rasul
Matius 10: 7-13
MAAF, saya sering mengambil contoh dari sequel film Les Miserables.
Film ini memang sangat alkitabiah. Banyak nilai-nilai Injil yang menginspirasi aneka adegan dalam kehidupan Jean Valjean, tokoh sentralnya.
Saat Jean Valjean kembali pulang ke Vigo setelah menjalani hukuman penjara selama 19 tahun, ia kemalaman di perjalanan.
Tak ada satu pun warga berani memberi tumpangan mantan residivis.
Hanya Uskup Digne yang menerima dengan tangan terbuka di pastorannya. Valjean dijamu dengan makan malam yang enak, diberi kamar tidur yang nyaman.
Dasar pencuri, Valjean tergiur dengan sendok perak dan peralatan yang mahal.
Malam-malam ia menuju ke dapur dan mencuri peralatan perak.
Uskup memergoki dan “plaaak” godam mentah Valjean membuat uskup tua itu terjengkang jatuh. Valjean lari di tengah kegelapan malam.
Paginya dua polisi menangkap Valjean dan membawanya kepada uskup. Valjean tak berkutik.
Tetapi ia kaget dan terbengong-bengong ketika uskup bilang, “Kenapa anda tidak membawa semuanya? Ada beberapa barang yang masih tertinggal.”
“Jadi ini benar miliknya Monseigneur? Tanya polisi.
“Ya benar, saya sudah menghadiahkan kepadanya,” jawab Uskup Digne.
Ketika mereka berduaan saja, setelah polisi melepaskannya, Valjean terbata-bata berkata, “Mengapa engkau melakukan ini?”
Sambil memasukkan kandelar perak yang mahal ke dalam kantong yang telah berisi sendok dan garpu perak, uskup berkata, “Valjean, ingatlah Tuhan telah menebusmu dengan cuma-cuma, dengan perak ini aku mengembalikan engkau kepada-Nya. Engkau bukan lagi anak kegelapan.”
Sejak saat itu ia mengubah kehidupannya menjadi manusia baru yang lebih baik dan berguna bagi banyak orang.
Semua diberikannya dengan penuh belas kasih dan cuma-cuma.
Yesus mengutus murid-murid-Nya pergi memberitakan Kerajaan Allah sudah dekat.
“Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.”
Kita sadar bahwa berkat yang kita terima itu bukan karena jasa atau usaha diri sendiri, tetapi melulu karena kebaikan Tuhan.
Terlebih sebagai imam, saya menyadari itu. Siapakah saya sampai mendapat berkat yang sedemikian luar biasa?
Saya tidak berhak “memasang tarif pelayanan.” Saya tidak berhak menuntut “balas jasa.”
Saya tidak berhak jual mahal atau hitung-hitungan dalam pelayanan.
Saya tidak boleh pilih-pilih melayani. Hanya orang-orang tertentu saja yang diberi pelayanan premium.
Saya tidak berhak menunda-nunda pelayanan dengan aneka macam alasan; sok sibuk, sok penting, tak ada waktu.
Berkat imamat itu diberikan Tuhan dengan cuma-cuma. Maka Yesus minta kepada murid-murid-Nya, “Karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.”
- Beranikah kita melayani umat tanpa pamrih?
- Maukah kita melayani semua orang tanpa pilih-pilih?
Jalani ujian agar bisa naik kelas,
Sebagai bekal mengejar cita-cita.
Kasih Tuhan tidak menuntut balas,
Ia mengasihi kita dengan cuma-cuma.
Cawas, memberi dengan murah hati…