Renungan Harian
Kamis, 7 Juli 2022
Bacaan I: Hos. 11: 1b. 3-4. 8c-9
Injil: Mat. 10: 7-15
BEBERAPA waktu yang lalu ada seorang teman dia bercerita tentang kejadian yang menurut dia menjengkelkan, lucu dan membuat dia ribut dengan isterinya. Teman saya ini punya usaha bengkel mobil, sekaligus jual spare part mobil dan aksesoris mobil.
Suatu sore saat bengkel sudah tutup, dan tentu saja karyawan sudah tidak ada, ada seseorang yang menelpon meminta jasanya karena mobilnya mogok. Meski sudah tutup, karena dia khawatir yang menelpon adalah langganannya, maka dia pergi ke alamat yang ditunjukkan oleh orang yang menelpon itu.
Sesampai di tempat yang ditunjukkan, dia melihat mobil mewah dan seorang ibu yang menunggu. Setelah bertemu, ibu itu mengucapkan terimakasih karena dia sudah datang.
Ibu itu berkeluh kesah bahwa bengkel langganannya ditelepon tetapi tidak bisa dan dia tidak mau kalau mobilnya harus diangkut ke bengkel karena biayanya akan mahal.
Teman saya langsung membuka kap mesin dan mulai memeriksa kendaraan ibu itu dan memperbaikinya. Tidak sampai 5 menit teman saya sudah bisa menyelesaikan pekerjaannya dan mobil ibu itu dapat berfungsi kembali.
Ibu itu bertanya berapa biaya yang harus dibayar teman saya menyebut angka 50.000 rupiah. Ibu itu marah mendengar angka 50.000 yang diajukan teman saya.
Ibu itu bahwa angka itu terlalu mahal dan menuduh teman saya memeras ibu itu. Menurut ibu itu dia bekerja tidak sampai 5 menit dan ibu itu memberi 10.000.
Teman saya menolak dan merasa tersinggung lalu pergi meninggalkan mobil ibu itu.
Sesampai di rumah, teman saya itu dengan kesal cerita kepada isterinya tentang peristiwa yang baru saja dialami. Dengan enteng isterinya menjawab bahwa peristiwa itu diikhlaskan saja, toh dia juga mendapatkan bakat dan kemampuan itu dengan cuma-cuma, maka bolehlah memberi dengan cuma-cuma.
Teman saya semakin jengkel mendengar komentar isterinya. Dia merasa bahwa sikap ibu itu melecehkan. Benar bahwa dia mengerjakan dalam waktu kurang dari 5 menit akan tetapi untuk sampai pada titik dia punya kemampuan menganalisis dan menyelesaikan persoalan dalam lima menit butuh waktu dan pembelajaran yang panjang.
Bagi dia, jangan dilihat lima menitnya, tetapi usahanya untuk sampai kelima menit itu jauh lebih penting.
Dia juga jengkel dengan istrinya soal cuma-cuma, bukan dia tidak mau menolong tetapi cara ibu itu memperlakukan itu tidak menyenangkan. Susah ngomongin orang yang tidak bisa menghargai orang lain.
Teman saya menutup ceritanya sambil tertawa dan ditertawakan isterinya. “Sudah tahu orang seperti itu malah dibuat jengkel,” komentar isterinya sambil tertawa.
Kiranya sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Matius, di mana Yesus bersabda agar para murid memberi dengan cuma-cuma tidak dimaksudkan bahwa orang harus memberi dengan cuma-cuma tanpa penghargaan.
Memberi dengan cuma-cuma tentu dalam konteks kemurahan hati, bukan untuk membiarkan diri direndahkan dan tidak mendapatkan penghargaan.
“Kalian telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.”