BILA menulis adalah fungsi dari Waktu, Mau, dan Insentif, maka diferensial dari menulis adalah (P,E,S,I,M,I,S,M,E).
Kenapa (P,E,S,I,M,I,S,M,E)?
Sebetulnya (P,E,S,I,M,I,S,M,E) ini adalah hasil otak-atik dari intisari materi Pak Mathias. Beliaulah yang menurunkan fungsi Waktu, Mau, dan Insentif saya tadi ke dalam unsur-unsur menulis.
Ada sembilan unsur menulis yang coba dijelaskan oleh Pak Mathias.
- Passion: Menulis itu adalah soal hasrat. Hasrat untuk menulis. Hasrat untuk berbagi. Hasrat untuk agak narsis. Hasrat untuk menceritakan hasrat kita yang lain. Ada Alfung3 yang sangat passionate akan bisnis fashion. Juga Angel4 yang berontak akan metode mendidik di sekolah tempat dia mengajar; Lalu ada juga Dini5 yang ingin menginspirasi pemuda-pemudi katolik di Indonesia; pun pula ada Tuti6 yang merasa diuntungkan dengan adanya omprengan. Passion ini yang harus diolah dan dipaksa untuk dituangkan dalam bentuk tulisan.
- Existence: Dengan menulis berarti kita sedang membuktikan eksistensi kita. Kita ini ada dan hidup. Kita pernah punya pemikiran dan imajinasi akan isu-isu tertentu. Dengan dituliskan, pikiran dan imajinasi kita ini akan tetap hidup meski raga kita sudah mati. Menulis, menurut teori knowledge management, adalah usaha untuk merubah tacit knowledge menjadi explicit knowledge. Benak yang tacit dirubah menjadi explicit, bisa dilihat, bisa dibaca, bisa dipraktikkan.
- Social Impact: Menulis itu bisa menghasilkan efek snow ball yang luar biasa bagi pembaca. Mungkin, si penulis sendiri bahkan tidak sadar dan tidak bermaksud merubah perspektif orang di sekitarnya akan isu yang ia bahas, tapi efek itu nyata. Walau signifikansi efeknya memang tergantung pada bagaimana willingness si pembaca untuk menuangkan perspektifnya dalam sebuah aksi. Contoh klasik untuk unsur ini adalah Raden Ajeng Kartini. Kalau saat itu beliau tidak menulis surat-surat yang jadi cikal bakal buku “Door Duisternis tot Licht” atau “Habis Gelap Terbitlah Terang”, mungkin saat ini saya tidak akan bisa kuliah S2, tidak ada gerbong KRL khusus wanita, dan tidak akan ada eksekutif wanita di perusahaan-perusahaan ternama.
- Intelectual Activity. Menulis itu ajang pembuktian intelektualitas, bahwa otak kita ternyata ada isinya, bukan cuma onggokan jaringan dan lendir yang berdenyut tanpa arti. Saya termasuk orang yang tidak bisa bicara dan menulis tanpa data pendukung. Data ini yang akan diolah otak menjadi informasi, dan aplikasi dari informasi ini yang bisa disebut sebagai pengetahuan. Seperti kata Davis dan Botkin (1994)7, “…data are numbers, words, sounds, and images.. Information is data that have been arranged into meaningfull pattern..Knowledge means the application and productive use of the informations”. Menulis berarti adalah aktivitas untuk merubah informasi yang kita punya menjadi sebuah pengetahuan. Semakin banyak yang kita tulis, berarti, semakin banyak informasi yang kita punya dan semakin banyak pengetahuan yang kita bagi.
- Mission. Ada misi yang dibawa ketika kita menulis. Karena alumni Bhumiksara ini adalah murid-murid Yesus yang unyu-unyu dan intelek, maka misi kita adalah berwarta dan bersaksi. Membagi pengetahuan, entah apapun bidang dan genre-nya, adalah wujud dari pewartaan dan kesaksian.
- Instinct. Unsur yang satu ini sempat disebut oleh Pak Mathias tapi tidak terlalu ditonjolkan. Menurut saya ini salah satu unsur yang paling basic. Insting berawal dari kepekaan. Insting menulis awalnya juga karena kepekaan, kepekaan menangkap dan merekam kejadian sehari-hari, lalu mengolahnya menjadi sebuah tulisan. Benny punya insting ini. Lewat tulisannya di Sesawi.Net, Berapa Kali dalam Sehari Kita Melanggar Aturan? 8, dia membuktikan insting menulisnya.Kurang kerjaan, tapi cerdas. Idenya sederhana, tapi inspiratif. Menobatkan orang walau dirinya belum bertobat.
- Sacrifice . Ini adalah turunan langsung dari fungsi Waktu dalam menulis. Ada opportunity cost yang akan ditanggung dari aktivitas menulis. Pak Mathias, misalnya, merasa bahwa ketika beliau sedang “on” menulis, dia tidak bisa diganggu dan cenderung akan marah. Artinya, ada opportunity cost yang ditanggung oleh Pak Mathias untuk, misalnya, jalan-jalan atau nge-teh dengan Bu Ping.
- Motivation. Menulis itu butuh motivasi. Entah motivasinya sekadar ingin curhat hingga ingin terkenal. Teman yang menulis karena ingin curhat mungkin mendapatkan kepuasan sendiri setelah ‘mengeluarkan’ kegalauannya dalam bentuk tulisan. Sedangkan teman yang ingin terkenal mungkin akan senang sekali kalau suatu saat nanti, ada yang mengutip tulisannya. Coba bayangkan, bila suatu saat di Kompas ada kolom tentang program Car Free Day , dan ada kutipan dengan akhiran Sujatmiko9 (2012)di belakangnya.
- Emotional Reward. Bagaimana rasanya bila tulisan kita dibaca oleh ribuan orang ? Coba tanya Dini. Tulisannya, Amal dalam Kemasan TV: Apa Benar-benar Tulus dan Asli 10 yang ada di Sesawi.Net, hingga saat saya membuat tulisan ini, telah dibaca oleh 5,415 orang! Kalau saya jadi Dini, saya pasti sudah nari Gangnam Style sambil jungkir balik. Coba bayangkan, kalau dalam sebulan kita bisa menghasilkan 4 tulisan, dan setiap tulisan dibaca oleh sekitar 5000 orang, dengan asumsi angka duplikasi pembaca adalah 30%, maka, dalam sebulan karya-karya kita akan menjangkau sekitar 14.000 orang! Kali ini, gue harus bilang WOW!
Writing (P, E, S, I, M, I, S, M, E) = (P, E, S, I, M, I, S, M, E) Knowledge + Faith
Menulis adalah fungsi linear dari pengetahuan dan iman. (P,E,S,I,M,I,S,M,E) di atas adalah multiplier dari Knowledge atau pengetahuan, dengan memasukkan unsur (P,E,S,I,M,I,S,M,E) dalam pengetahuan yang kita miliki, maka pengetahuan itu akan menjadi berlipat menjadi tak terhingga. Pengetahuan yang dilipatgandakan dengan (P,E,S,I,M,I,S,M,E) dan didasari oleh keimanan yang konstan akan menghasilkan tulisan yang luar biasa. Tulisan yang inspiratif dan edukatif. Emosional dan cerdas. Nyleneh dan beriman.
Jadi, mulai sekarang selalu menulislah!
Pelihara (P,E,S,I,M,I,S,M,E)-mu!
Dan, Proficiat!
Ternyata kamu bisa menulis!
Footnotes:
1Jurnalis senior dan Co-Founder www.sesawi.net, pembicara Workshop Menulis
2 Minggu, 30 September 2012. Gedung BKS, UNIKA Atma Jaya Jakarta.
3 Alumni Bhumiksara 2005, pelaku bisnis fashion di Tanah Abang
4 Alumni Bhumiksara 2005, guru di sebuah sekolah Kristen
5 Alumni Bhumiksara 2005, karyawan swasta dan penulis lepas
6 Alumni Bhumiksara 2005, karyawan sebuah restoran fast food, pengguna omprengan
7 Davis, Stan and Jim Botkin. 1994. The Coming of Knowledge-Based Business. Harvard Business Review.
8 Murdhani, Robertus Benny. 2012. Berapa Kali dalam Sehari Kita Melanggar Aturan? . http://www.sesawi.net/author/robertus-benny-murdhani/
9 Carolus Borromeus Sujatmiko, Alumni Bhumiksara 2005, karyawan perusahaan minyak multinasional. Menulis tentang Car Free Day saat Workshop Menulis.
10 Prathivi, Maria Dini G. 2012. Amal dalam Kemasan TV: Apa Benar-benar Tulus dan Asli? . http://www.sesawi.net/author/maria-dini-gilang-prathivi/
Photo credit: Workshop Penulisan Artikel Opini bersama Sesawi.Net (Mathias Hariyadi)
Tautan: http://albhum2005.com/?p=835
Artikel terkait:
- Menulis = Memelihara P,E,S,I,M,I,S,M,E (1)
- Workshop Menulis Artikel Opini: Menulis untuk Pengembangan Karir dan Eksistensi Diri (1)
- Workshop Menulis Artikel Opini: Filosofi Menulis dan Dimensi Sosial Kreatifnya (2)
Kalo Pak Mathias Hariyadi, yang Mbak maksud adalah pemimpin web Sesawi.net ini, ya pantaslah. Soalnya memang dia orang yang jempolan. Ada alasan kenapa saya bilang dia jempolan, karena dia mampu membuat beribu bahkan ratusan ribu orang bertambah iman, ilmu, dan pengetahuannya, lewat web yang beliau pimpin. Saya kira apa yang saya ungkapkan disini tidaklah berlebihan, tapi adalah suatu fakta yang tidak bisa disangkal. Begitu kan Mas Hariyadi, maju terus!