[media-credit name=”Kolsani” align=”alignleft” width=”300″]KolsaniPADA kesempatan menahbiskan tujuh frater diakon yesuit menjadi imam di Gereja St. Antonius Kotabaru, Yogyakarta, 27 Juli 2011 lalu, Monsinyur Johannes Pujasumarta Pr kembali mengajak sekalian umat hadirin agar kembali mensyukuri tahbisan imamat ini sebagai anugerah.
Menjadi imam yesuit adalah perjalanan sangat panjang. Selepas seminari menengah yang biasa ditempuh 4 tahun, calon yesuit harus menempuh pendidikan khas Ignatian di Novisiat SJ Girisonta, Karangjati, Ungaran selama 2 tahun penuh. Usai mengucapkan kaul pertamanya dalam Serikat Yesus, para novis ini kemudian dikirim ke Jakarta untuk mulai belajar filsafat di STF Driyarkara selama 4 tahun untuk menyelesaikan pendidikan strata S-1.
Tahun Orientasi Kerja (TOK) menjadi bagian pendidikan Yesuit selepas mereka lulus sarjana filsafat Strata-1. Dulu orang menyebutnya sebagai college jaar dimana “romo-romo” muda yesuit ini menjalani tahun-tahun orientasi ‘pastoral’ sebagai surveillant –dalam bahasa sekarang disebut moderator atau pamong—di kolese-kolese yesuit atau seminari. Belakangan, dikenal istilah TOK untuk menggantikan TOP (Tahun Orientasi Pastoral) dimana para yesuit muda mendapat tugas kerja atau tugas belajar dari provincial SJ.
Usai menjalani TOK selama 2 tahun atau lebih atau beberapa tahun menyelesaikan program studi khusus, para yesuit muda ini melanjutkan belajar teologi di berbagai penjuru. Ada yang dikirim ke Fakultas Teologi Wedhabakti yang menjadi bagian dari Universitas Sanata Dharma (USD) di Kentungan, Yogyakarta dan karenanya tinggal menetap di Kolese Ignatius (Kolsani) di Kotabaru, Yogyakarta.
Usai merampungkan pendidikan teologi selama kurang lebih 3 tahun dan lulus ujian ad audiendas (hak untuk mendengarkan pengakuan dosa), barulah para frater muda yesuit ini bisa mengajukan lamaran kepada romo provincial SJ untuk bisa ditahbiskan. Karena lamanya perjalanan menjadi imam inilah, Uskup penahbis Mgr. Johannes Pujasumarta Pr mengajak sekalian umat untuk berterima kasih.
“Hari Rabu tanggal 27Juli 2011 ini, doa Anda untuk mohon panggilan imamat itu telah dikabulkan. Imam-imam kita adalah anugerah yang menjadi harta bagi kita. Marilah kita rawat harta yang berharga ini, agar dapat tetap indah, berguna dan menggembirakan bagi semua; karena pada pokoknya, mereka ini dipanggil untuk tidak hanya membawa kabar gembira, tetapi sendiri menjadi kegembiraan yang berasal dari Tuhan itu,” kata Monsinyur.
Membawa kita kepada Kristus
Berbicara tentang fungsi fundamental imamat, Uskup penahbis menyatakan, bersama para imam baru ini, sekalian umat disatukan di dalam ekaristi yang menjadi sumber hidup umat kristiani. Ekaristi, kata Mgr. Pujasumarta, menjadi wujud kasih Allah kepada manusia.
[media-credit name=”Kolsani” align=”alignright” width=”300″][/media-credit]“Dalam ekaristi, kita boleh manunggal, menjadi satu dengan Hyang Mahaagung yang mencintai kita, kaum papa ini. Para imam baru ini akan menjadi yang paling dahulu, bahkan menjadi contoh bagaimana Yesus menjadi Penghubung Agung antar Bapa dengan kita dan kita satu sama lain,” terang Monsinyur.
Karena itu, tandas Monsinyur, sekalian umat kristiani diajaknya agar mendoakan para imam baru ini. Agar mereka, sambung Monsinyur, tetap dipelihara oleh Tuhan sendiri, sehingga Tuhan dapat kita temukan di mana-nama. “Dalam Roti Suci ketika kita sedang dalam adorasi, tetapi juga dalam diri si papa dan mereka yang menjadi semakin miskin di Indonesia ini. Karena kecuali mengatakan bahwa Dia menjadi nampak dalam roti, Yesus juga mengatakan, bahwa Dia adalah yang terkecil, miskin dan malang, yang haus, yang tak punya tumpangan, yang sakit, yang telanjang ( Mat 25:35-36),” papar Uskup penahbis. (Bersambung)
Sumber: http://pujasumarta.multiply.com
Photo credit: www.kolsani.provindo.org
Mathias Hariyadi, penulis and anggota Redaksi Sesawi.Net.