ROMO Johann Balthasar Casutt SJ (1926-2012) merupakan tokoh yang wajib disebut, ketika berbicara tentang pendidikan vokasi di Indonesia. Kepiawaian Romo asal Swiss ini diakui oleh pemerintah dan terlebih oleh industri. Lulusan ATMI sudah diijon (dipesan dulu) sebelum lulus, begitu info Romo Tiburtius Agus Sriyono SJ, kini Direktur ATMI Surakarta.
Karya luar biasa yang bisa mendidik remaja menjadi lulusan yang siap kerja tentu menyangkut tidak hanya pengetahuan tetapi juga menjadikannya bermental disiplin, tekun, teliti, dan tahan banting. Revolusi mental yang nyata ini dibuktikan bisa dilakukan di politeknik yang awalnya terletak di tengah sawah di Kota Solo.
ATMI Surakarta
Maka tak heran banyak orang takjub dan ingin tahu apa rahasia keberhasilan Romo Casutt ini. Maka buku-buku tentang Romo yang menjadi Direktur ATMI selama 29 tahun ini (1971-2000) disambut dengan antusias. Prinsip hidupnya yang suka dikutip orang adalah “lebih baik menyalakan sebatang lilin daripada mengutuk kegelapan”.
Totalitas hidup Romo Casutt diberikan kepada tanahair keduanya, Indonesia. Ia tidak menyimpan rapat sistem pendidikan ATMI, tetapi memberikan kepada siapa pun yang ingin mencontohnya. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, termasuk yang mengagumi dan membawa sistem vokasi ATMI sebagai benchmark pendidikan vokasi nasional.
Kunci sukses adalah disiplin diri
Kunci keberhasilan ATMI Solo terletak pada nilai-nilai kedisiplinan, kerja keras, tanggung jawab, inovatif, dan kejujuran diajarkan dengan keteladanan, bukan pengetahuan apalagi hafalan. Seperti cerita Tony Sartono, alumnus ATMI Solo, “Waktu tingkat satu, kami hanya mengikir tiap hari. Senjatanya ya kikir – dari kecil sampai besar.”
Rupanya itu salah satu cara pendidikan nilai yang akhirnya berujung profesionalitas yang unggul.
Dengan penerapan nilai-nilai tersebut itulah produksi ATMI yang dihasilkan oleh para mahasiswanya disambut baik pasar. Kemampuan menjual produk yang diakui presisinya tak kalah dengan produk impor membuat ATMI bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya, ketika tidak mendapatkan donasi dari luar negeri seperti di awal pendiriannya. ATMI juga tetap bisa memberi kesempatan kuliah kepada anak-anak dari keluarga ekonomi terbatas untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang unggul.
Kesulitan pendanaan dihadapi Romo Casutt di awal kepemimpinannya di ATMI, sumbangan dari luar negeri akan dihentikan. Bersama Romo Almering SJ, Wakil Direkturnya, Romo Casutt berdoa dan memutar otak mencari pemecahan masalah pelik ini.
Ketika gagasan muncul untuk menjadikan ATMI sebagai akademi teknik dengan sistem produksi, Romo Casutt berkeliling toko-toko besi di Solo, mencari tahu barang apa saja yang dapat dikerjakan mahasiswanya.
Awalnya tak mudah dijual produk berkualitas tinggi dengan harga yang lebih mahal dari produk sejenis. Tetapi Romo Casutt tetap berprinsip mempertahankan kualitas daripada menurunkannya supaya bisa bersaing dari sisi harga.
Idealisme yang akhirnya terbayar manis: produk ATMI dirangkul pasar yang akhirnya berhitung lebih efisien menggunakan produk ATMI daripada produk yang lebih rendah harganya tapi tidak sekuat produk ATMI.
Cerita-cerita tersebut di atas bisa dibaca dalam buku Romo Casutt SJ, Dalam Senyap Bangun Pendidikan Vokasi Indonesia yang ditulis oleh A. Bobby Pr. Buku ini memang lebih menitikberatkan pada peran Romo Casutt dalam pendidikan vokasi di Indonesia selain juga memaparkan riwayat hidup sang pendidik.
Buku besutan Penerbit Kompas ini telah resmi dirilis pada Senin 29 Januari 2018 di Kolese Kanisius, Jakarta Pusat. Selanjutnya buku ini diperkenalkan dalam diskusi buku di delapan kota sebagai bagian rangkaian menyambut pesta emas Politeknik ATMI Solo.
Penulis buku ini A. Bobby Pr yang tergabung dalam Komunitas Penulis Penerbit Buku Kompas (KP-PBK) sekarang menjabat Pemimpin Redaksi Majalah Hidup.