“Jangan kalian menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi. Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.” (Mat 10,34)
BEBERAPA waktu yang lalu, seorang jenderal yang bertugas di Polda Kalimantan Barat merasa berang dan naik pitam karena ulah salah satu anak buahnya, yang diduga terlibat sindikat peredaran narkotika internasional. Oknum ini akhirnya ditangkap oleh polisi Diraja Malaysia. Dalam catatan sang jenderal, oknum nonjob tersebut memang mempunyai kinerja buruk selama bertugas dan berulangkali diberi sanksi. Saking geramnya, sang jenderal menyebut oknum tersebut sebagai troublemaker.
Troublemaker artinya pembuat masalah. Nama ini sering dikenakan kepada seseorang yang sering membuat masalah di dalam kehidupan bersama. Oknum seperti ini tentu tidak hanya terdapat di dalam sebuah korps alat negara, tetapi juga bisa muncul di dalam kehidupan bersama lainnya. Troublemaker bisa muncul dalam sebuah keluarga, komunitas, lingkungan, kelompok masyarakat, perusahaan atau lingkungan lainnya. Troublemaker selalu menimbulkan masalah di dalam kehidupan bersama, sehingga kehidupan bersama tidak lagi terasa nyaman dan menyenangkan; kehidupan bersama lebih diwarnai oleh konflik dan pertentangan serta jauh dari rasa damai.
Sang Guru datang bukan membawa damai, melainkan pedang. Hal ini tentu tidak dimaksudkan bahwa Dia adalah troublemaker, pembuat masalah. Maksud dan tujuan kehadiran-Nya bukan untuk menimbulkan konflik dan pertentangan, tetapi untuk mewartakan kabar gembira bahwa Kerajaan Allah telah hadir. Sebuah pewartaan yang menuntut para murid untuk mengambil sikap tegas, percaya atau tidak percaya; menerima atau menolak. Kenyataan memang menunjukkan bahwa ada banyak orang yang percaya dan menerima-Nya; mereka mengikuti-Nya dan menjadi murid-Nya. Namun demikian, banyak orang juga menolak-Nya, menyingkirkan dan bahkan membunuh-Nya.
Konflik dan pertentangan, yang digambarkan dengan pedang, biasanya muncul sebagai akibat yang harus dihadapi oleh para murid, oleh mereka yang menerima dan percaya kepada-Nya. Karena percaya dan beriman kepada-Nya, sementara murid harus bertentangan dengan orang tua dan keluarga; mereka diusir dan tidak lagi diakui sebagai anak atau anggota keluarga; mereka tidak lagi diperhitungkan dan dianggap sebagai orang asing; mereka tidak lagi mempunyai hak dan kehilangan warisan dari orang tua. Dimana iman akan Kristus tumbuh dan berkembang, di situ biasanya muncul konflik dan pertentangan.
Dalam peristiwa dan pengalaman apa, saya menghadapi “pedang”, sebagai akibat dari iman dan keyakinan kristiani yang kuanut? Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)