Kamis 20 Juli 2023.
- Kel. 3:13-20.
- Mzm. 105:1,5,8-9,24-25,26-27;
- Mat. 11:28-30.
“KEMULIAAN terbesar dalam hidup tidak terletak pada tidak pernah jatuh, tetapi pada kebangkitan setiap kali kita gagal,” Nelson Mandela.
Sebagai manusia biasa, wajar jika kita pernah merasa tak sanggup saat menghadapi beratnya hidup. Kita bisa saja tersandung dan jatuh.
Tak ada manusia yang bilang menjalani hidup ini mudah.
Hidup memang berat. Namun, selalu ada cara agar kita bisa menikmati setiap perjalanan dari kehidupan kita.
Sebagai manusia, sudah menjadi kodrat kita untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup.
Meski begitu, ada beberapa dari kita yang merasa setelah bekerja keras, masih jauh dari tujuan hidupnya.
Hidup terasa berat karena sekeras apa pun kita berusaha, keberhasilan tak kunjung hadir.
Kita hidup di tengah pergaulan masyarakat dan dunia yang cenderung lebih mementingkan diri sendiri atau kepentingan kelompoknya.
Hidup itu berat ketika orang-orang di sekeliling tak lagi memiliki kepedulian dengan sesamanya.
Tentu masih banyak lagi hal yang secara personal kita anggap membuat hidup ini berat. Namun, apa pun itu, kita harus yakin mampu menjalaninya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.
Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.”
Tuhan Yesus memanggil setiap orang percaya untuk memikul kuk yang Ia pasang dan belajar kepada-Nya.
Yesus tidak saja mengajak kita untuk mengikut Dia, tetapi Ia juga menyuruh memikul Kuk-Nya.
Kedua tindakan ini, datang kepada-Nya dan memikul kuk-Nya, merupakan bentuk penyerahan diri yang harus diambil setiap orang percaya kepada-Nya.
Memikul kuk-Nya berarti menyerahkan diri untuk diarahkan dan dipimpin oleh-Nya.
Sebagaimana seorang petani yang punya dua ekor lembu. Kedua lembu itu tidak dapat mengetahui keinginan si petani dan selalu hendak berjalan menurut kehendaknya sendiri.
Tetapi setelah lembu-lembu itu memikul kuk yang dipasang pak tani, maka pak tani dapat dengan mudah menuntun dan mengarahkan kedua lembu itu.
Dengan tunduk kepada kuk itulah kedua lembu itu dapat mengerti keinginan pak tani.
Begitu juga dengan kita, dengan kesediaan memikul kuk yang Tuhan pasang kita akan mengerti kehendak-Nya dan dengan demikian kita baru bisa belajar kepada-Nya.
Dengan memikul kuk yang Tuhan pasang kita baru bisa bekerja dan melayani sesuai dengan isi hati Tuhan.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku setia memanggul kuk dalam hidupku?