Debat yang Makin Panas

0
157 views
Ilustrasi: Debat konflik by Imre.uk

Puncta 17.01.24
Rabu Biasa II
PW. St. Antonius, Abas
Markus 3: 1-6

PADA masa kampanye Pemilihan Presiden ini orang mudah sekali mencari-cari kesalahan lawan politiknya. Para pasangan calon (paslon) saling menyalahkan dan menjatuhkan. Paslon A menyalahkan Paslon B. Paslon B menyalahkan Paslon C.

Semua pihak saling mengamat-amati pasangan lawan. Kalau-kalau ada yang bisa digunakan untuk menjatuhkan dan menelikung lawan.

Rasa saling curiga dan permusuhan dengan sendirinya mengikuti suasana persaingan politik ini. Rakyat tidak diajari untuk saling menghargati, tapi saling mencela.

Debat capres dan cawapres ini makin hari makin panas. Debat yang seharusnya lebih fokus pada adu gagasan dan ide, malah banyak digunakan untuk menyerang dan menjatuhkan lawan.

Mencari kesalahan orang itu memang paling mudah, tetapi tindakan itu justru menunjukkan seberapa tingkat kepribadian orang.

Banyak orang menjadi sok pandai, sok ahli. Pinter merangkai kata-kata, menyalahkan pemimpin, kebijakan ini salah, kebijakan itu salah.

Mengkritik kebijakan boleh, tetapi berilah solusi. Jangan asal “omon-omon” saja. Ingat nasehat Bu Tejo dalam film Tilik.

“Jadi orang itu mbok yang solutif,” katanya menasehati ibu-ibu yang suka gosip. Bu Tejo yang perempuan desa saja bisa berpikir solutif, masak para elite hanya bisa menyalahkan.

Orang-orang Farisi itu mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia. Mereka lebih suka mencari-cari kesalahan orang daripada menawarkan solusi.

Yesus mengundang orang yang sakit sebelah tangannya. Ia bertanya kepada mereka; “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat? Menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?”

Mereka diam tak menjawab. Karena yang ada dalam pikiran mereka hanya hal jahat. Bagaimana caranya menyalahkan dan menjatuhkan Yesus. Tidak ada ide atau usul-usul yang baik demi keselamatan orang.

Orang-orang Farisi itu mencari-cari kesalahan Yesus. Mereka hanya memandang aturan adalah aturan yang harus dijalankan. Titik!

Yesus memandang aturan itu harus dijalankan demi cintakasih. Jika aturan dijalankan tanpa cinta kasih, maka yang muncul adalah kedegilan, kepala batu, otak tidak ada isinya. Melegalkan kuasa untuk menindas kaum lemah.

Ketika hukum atau aturan dijalankan tanpa cintakasih, maka hukum itu dapat dijadikan alat untuk menindas orang, lebih-lebih orang yang lemah dan miskin.

Merantau jauh di Negeri Sakura Jepang,
Pulang-pulang bawa ramen dan sashimi.
Jangan mudah mencari kesalahan orang,
Bercerminlah untuk melihat diri sendiri.

Cawas, “ngiloa githokmu dhewe, aja mung seneng nyalahke.
Rm. A. Joko Purwanto Pr

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here