“PARA pecandu narkoba adalah Kriminal.” demikianlah anggapan yang ada di benak sebagian orang Filipina. Hal itu terlihat dalam sesi diskusi dan tanya jawab dalam acara kunjungan team Open Society Foundation yang berasal dari Filipina ke Panti Rehabilitasi NAPZA Sekar Mawar di Lembang, Bandung (8/4/2019).
Para peserta yang berjumlah 17 orang ini berasal dari berbagai latar belakang disiplin ilmu seperti dokter, praktisi hukum, psikolog, pekerja sosial, rohaniwan, hingga Kepala Desa.
Mereka mengadakan kunjungan studi (study visit) ke sejumlah lembaga yang bergerak di bidang penanggulangan masalah penyalahgunaan NAPZA/narkoba di Indonesia seperti Yayasan Sekar Mawar (YSM) di Bandung, Perkumpulan PEKA di Bogor, dan Yayasan Karisma di Jakarta.
Masalah Penyalahgunaan NAPZA di Filipina sangat mirip atau bahkan lebih parah daripada persoalan NAPZA di Indonesia.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte sejak tahun 2016 mencanangkan “Perang melawan Narkoba”. Ia memerintahkan aparat kepolisian setempat untuk langsung menembak mati siapa pun yang menjadi tersangka pemakai atau pengedar narkoba.
Menurut Human Right Watch, tidak kurang dari 12.000 orang tewas lantaran jadi korban kebijakan Pemerintah Filipina tersebut. (https://www.hrw.org/world-report/2018/country-chapters/philippines)
Cara pandang terhadap pecandu
Pada kesempatan kunjungan ini, para peserta mendapatkan penjelasan tentang profil organisasi YSM serta tentang metoda pemulihan “Therapetic Community” (TC).
- TC memandang pecandu narkoba sebagai orang yang mengalami gangguan menyeluruh pada orang tersebut (disorder of the whole person), yang berpengaruh pada setiap aspek dalam kehidupannya, yaitu fisik, emosi, kognitif, sosial, keluarga, dan spiritual.
- TC percaya bahwa setiap orang bisa berubah dan menjadi manusia yang produktif di masyarakat. Perubahan dalam TC didorong oleh sebuah komunitas, yang secara bersama saling tolong-menolong untuk mengatasi kecanduan narkoba & membangun gaya hidup yang baru.
Dalam diskusi tanya jawab, para peserta juga banyak menanyakan tentang proses detoksifikasi, metoda assessment, pencegahan kekambuhan (relapse), kegiatan vokasional, filosofi dalam TC, serta program aftercare.
Program pemulihan TC membutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak termasuk keterlibatan para ahli dari berbagai bidang/disiplin ilmu. Penanganan yang bersifat holistik diharapkan dapat mengembalikan para pecandu kepada kehidupan yang benar.
Dekriminalisasi
Dalam menangani masalah penyalahgunaan NAPZA harus dibedakan antara pemakai/pecandu narkoba dan pengedar/bandar narkoba.
Undang-undang no. 35 tahun 2009 tentang narkotika, pasal 54 tercantum bahwa : “Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.
Kerangka “dekriminalisasi” ini perlu diterapkan bagi para pecandu narkoba, karena ibarat orang sakit, mereka membutuhkan perawatan dalam bentuk program treatment di Panti Rehabilitasi.
Di Indonesia, kerangka dekriminalisasi bagi para pecandu narkoba ini belum berjalan maksimal. Data menyebutkan bahwa sekitar 60% isi penjara adalah tahanan/napi narkotika, sebagian dari mereka masuk dalam kategori pemakai/pecandu narkoba.
Para pecandu narkoba yang dipenjara tidak sembuh namun justru semakin parah, karena faktanya mereka masih bisa mendapatkan dan memakai narkoba di lembaga pemasyarakatan tersebut.
Itulah sebagian dari kompleksitas masalah penyalahgunaan NAPZA di Indonesia.
Pelaksanaan hukuman untuk kasus narkoba di Indonesia memang tidak seekstrim di Filipina, namun dalam kenyataannya masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi dan menjadi perhatian dari berbagai pihak.
Anastasia Cakunani
Yayasan Sekar Mawar – Keuskupan Bandung
Rehabilitasi Sosial NAPZA – Therapeutic Community