Sabtu 5 Agustus 2023.
- Im. 25:1,8-17.
- Mzm. 67:2-3,5,7-8.
- Mat. 14:1-12.
PERJALANAN hidup akan terus membawa kita menuju masa depan. Belum ada sejarahnya, seorang manusia bahkan satu makhluk hidup pun yang hidup mundur, dari masa kini menuju masa lalu.
Banyak orang yang berjalan dengan langkah berat bahkan gontai karena masa lalu pahit yang pernah dialaminya.
Masa lalu yang pahit yang pernah kita alami terkadang membuat diri kita ingin menampiknya.
Entah itu terjadi karena kesalahan orang lain sehingga membuat kita terluka atau karena kesalahan kita sendiri sehingga terjerumus dalam rasa bersalah yang tak berkesudahan.
Kita sering bertindak seolah-olah peristiwa kelam itu tak pernah terjadi dalam kehidupan kita.
Menafikan peristiwa yang kelam tersebut tidak akan membantu kita menghilangkan beban buruknya. Justru, hal itu semakin membuatnya semakin kuat melekat dalam hati dan pikiran kita.
Inilah yang dialami Herodes, yang merasa bersalah namun tidak mampu mengatasinya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
Maka setelah dihasut oleh ibunya, anak perempuan itu berkata: “Berikanlah aku di sini kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam.”
Lalu sedihlah hati raja, tetapi karena sumpahnya dan karena tamu-tamunya diperintahkannya juga untuk memberikannya.”
Sebagai raja yang memiliki wewenang, kuasa, dan wibawa besar, ego Herodes terusik ketika Yohanes Pembaptis menegurnya.
Herodes membunuh Yohanes Pembaptis karena dia terbelenggu oleh sumpahnya.
Tindakannya mengambil isteri saudaranya membuktikan sifatnya yang tidak bisa menahan nafsu.
Memenjarakan Yohanes Pembaptis yang menegurnya menunjukkan bahwa dia tidak mau menerima teguran.
Akhirnya, setelah membunuh Yohanes Pembaptis atas permintaan anak Herodias, dia dikejar-kejar rasa bersalah.
Pengalaman Herodes mungkin juga dialami oleh orang lain, termasuk kita.
Setelah melakukan kesalahan, kita terus-menerus dibayang-bayangi oleh kesalahan itu.
Hidup kita merasa tidak tenang seperti dikejar-kejar oleh perasaan dihakimi di hadapan orang banyak. Keadaan seperti itu sangat tidak nyaman dan tenteram bagi kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku tetap memilih kebenaran meski itu menyakitkan?