Renungan Harian
Kamis, 9 September 2021
Bacaan I: Kol. 3: 12-17
Injil: Luk. 6: 27-38
“APA yang ada dalam hatiku adalah kemarahan, kebencian dan dendam. Dorongan dalam diriku yang selalu muncul adalah membalas dendam. Rasanya hidupku tidak akan pernah tenang kalau dendamku belum terbalaskan. Berkali-kali muncul dorongan dalam diri untuk menghabisi semua keluarga kakak-kakaku yang telah membuat aku menderita.
Sejak suamiku meninggal aku dipanggil pulang orang tuaku untuk tinggal bersama mereka. Orang tuaku yang sudah tua hanya tinggal berdua di rumah besar itu. Maka dengan bujukan kakak-kakakku aku memutuskan untuk mengundurkan diri dari tempat kerjaku, menjual rumahku dan aku tinggal bersama orang tua untuk menemani dan merawat mereka.
Aku tidak mau menganggur di rumah maka aku menerima jahitan, karena memang aku bisa menjahit dan hobi menjahit. Semua itu kulakukan disela-sela aku merawat mereka. Orang tuaku bahagia karena ada yang menemani dan merawat mereka, aku pun bahagia karena bisa dekat dengan mereka. Saat bapak sakit dan ibu juga sakit aku merawat mereka hingga mereka menghadap Tuhan. Saat bapak dan ibu sakit tidak satu pun dari kakak-kakakku yang peduli, mereka beralasan karena sudah ada aku dan juga mereka sibuk dengan pekerjaan dan keluarga mereka. Aku tidak mempermasalahkan semua itu.
Belum juga 40 hari ibu meninggal setelah setahun sebelumnya bapak meninggal, tiba-tiba tidak ada angin dan hujan keempat kakak-kakakku menyuruh saya pergi dari rumah orang tuaku karena rumah itu sudah dijual dan hasil penjualan sudah dibagi-bagi diantara mereka. Aku tidak mendapatkan bagian sepeserpun dengan alasan aku hanya hidup sendiri. Aku protes dan marah, aku tidak mau menandatangani akte jual beli. Mereka amat marah dan mengintimidasiku. Setiap hari aku dikirimi pesan yang mengancam dan kata-kata yang tidak pantas. Aku tidak mengerti dengan apa yang ada dalam pikiran kakak-kakakku.
Aku berjuang melawan mereka, pokoknya saya tidak mau rumah itu dijual. Tetapi entah bagaimana tiba-tiba ada segerombolan preman yang mengusirku dan mengeluarkanku dari rumah itu atas suruhan kakak-kakakku. Aku diusir seperti pengemis dengan dimaki-maki. Semua perlakuan itu yang membuat aku menjadi selalu benci dan dendam dengan mereka. Aku berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku pasti akan membuat aku menderita.
Hampir 3 tahun aku hidup dalam dendam dan kebencian. Aku sungguh amat menderita, aku tidak dapat bekerja apapun selain mencari cara untuk membalaskan dendamku. Syukur, aku masih punya tabungan sehingga aku bisa hidup dan mengontrak rumah kecil. Sampai suatu saat, ketika pengakuan dosa, pastor mengatakan mau sampai kapan saya membuat diri menderita, sementara mereka yang aku benci hidup dengan tenang dan gembira. Cara yang terbaik untuk membalas dendam, membuat diri hidup bahagia dan sukses, dan selalu mendoakan mereka.
Aku tersentak dengan kata-kata pastor itu. Aku memutuskan untuk tidak lagi memikirkan kakak-kakakku aku harus menata hidupku sendiri. Dengan sisa tabungan aku memulai usaha membuat baju dari kain perca batik dan membuat sarung bantal. Aku rancang sendiri, aku jahit sendiri dan aku pasarkan sendiri. Puji Tuhan, banyak orang yang suka dengan apa yang aku buat. Sampai ada beberapa toko yang memesan dalam jumlah yang cukup banyak. Maka aku mulai mempekerjakan beberapa orang. Aku semakin bersemangat dan merasa hidupku menjadi lebih berarti sehingga dalam perjalanan waktu usahaku menjadi perusahaan konveksi yang cukup besar.
Aku amat bersyukur, bahwa aku tidak hidup dalam dendam lagi; hidupku jauh lebih ringan dan bahagia. Bahkan saat ada kakakku yang ekonominya jatuh, aku dengan rela membantu mereka. Aku tidak tahu kemana dendam dan kebencianku selama ini. Aku tidak lagi merasakan itu, dan aku menjadi terbuka dengan kakak-kakakku. Sekarang kami menjadi rukun dan meski mereka tidak pernah meminta maaf, aku pun tidak merasa harus ada permintaan maaf dari mereka. Rahmat Tuhan yang kuterima sudah lebih dari cukup.
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam injil Lukas, Yesus menegaskan pentingnya meretas rantai dendam dengan mengedepankan kasih. “Kasihilah musuhmu. Berbuatlah baik kepada orang yang membenci kalian. Mintalah berkat bagi mereka yang membenci kalian. Mintalah berkat bagi mereka yang mengutuk kalian.”
Bagaimana dengan aku? Bagaimana aku mengolah dendam dan kebencianku?