VALENTINE ngapain? Demikian topik rame di grup BBM Kris.
“Candle light dinner dengan suami,” celoteh Hanna.
“Aku sih dapat coklat doang,” kicau Annie.
“Kami akan ke resto Kathmandu.. dulu dia lamar aku pas valentine disitu,” timpal Helen
?Waah..tahun lalu aku begitu bangun dapat sun sayang hehehe.. trus makan di luar,” si manis Mirta tak ketinggalan.
“Aku kayaknya seperti tahun-tahun dulu, selusin mawar merah,” si tinggi Lian sumringah menyahut.
Kris tidak turut dalam perbincangan itu. Memang tidak ada yang bisa dia ceritakan, Hans tidak pernah memberi dia sesuatu saat valentine, tidak dua tahun lalu, tidak juga besok.
Diletakkannya kembali BB dan mencuri pandang ke arah Hans yang lagi asyik membaca email di laptopnya. Begitu sibuk dengan dunianya sampai tak menyadari pandangan menyelidik sang istri, batin Kris.
“Ada apa? Kok pandangi aku terus.. aku tampak lebih muda kan dengan potongan rambut begini.” Lamunannya buyar mendengar celutukan Hans yang diikuti seulas senyum yang selalu membuat Kris otomatis membalas senyum itu.
“Iyaa.. muda, semuda Sri Paus hehehe..” sahut Kris cepat.
Ketawa terkekeh singkat keluar dari bibir Hans yang biasanya terkatup lurus.
“Hans.. besok Valentine…” suara lirih Kris tidak mendapat respon Hans yang telah kembali berkutat dengan layar dan keyboard.
Hanya hening yang menjawab sapaannya. Dan malam itu kata Valentine cuma ada dalam pesan-pesan di BBnya yang muncul sahut menyahut di grup teman Sanurnya.
Keesokkan paginya, saat memempersiapkan bekal, Kris tak tahan untuk tidak bertanya, ”kok ga ucapin Happy Valentine ke aku,” rajuknya.
“Tak ada ah tradisi itu selama hidupku,” respon Hans cepat.
“Iya deh, di keluargaku juga tidak sih.” Aku Kris.
Menjelang mereka berdua keluar rumah menuju tempat kerja masing-masing, Kris dikejutkan dengan pelukan Hans dan ucapannya ‘Happy Valentine ya sayang.”
Kecupan sedetik di pipinya tidak berbekas tetapi nyanyian di hati Kris berdentang seperti lonceng gereja di malam Natal.
Happy Valentine Hans.