BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.
Rabu, 15 September 2021.
Tema: Tidak masalah.
- Ibr. 5: 7-9.
- Yoh. 19: 25-27/luk. 2: 33-35.
IBU. Sebuah yang mengagumkan bagi sosok pribadi yang menemani. Juga sangat dihormati. Lewat rahimnya yang diberkati, ia siap mengorbankan dirinya, hidupnya. Bahkan nyawanya sendiri. Lewat kelembutan hatinya yang tanpa batas, ia merawat dan menemani.
Lewat peristiwa kelahiran, sebuah loncatan historis dan peran terjadi. Dari seorang perempuan menjadi seorang ibu.
Loncatan proses ini bukanlah otomatis dapat dipahami dan dijalani begitu saja. Ia bersedia menanggung segala risiko dengan lapang hati.
Ada satu hal yang tidak dapat diingkari. Melalui dirinya, lalu lahirlah pribadi-pribadi yang lain. Ia tidak hanya sekedar melahirkan, membesarkan bahkan menemani. Sampai mati.
Itulah panggilan seorang ibu. Martabatnya.
Kemarin, kita merayakan Santa Perawan Maria berdukacita. Puteranya sekaligus Tuhannya dan Tuhan kita disalib. Hatinya sangat pedih, pilu dan duka yang menyayat.
Ia menyelesaikan tugas pengutusannya dengan sempurna. Ia sendiri yang melahirkan, membesarkan, dan menemani puteranya: Sang Penebus. Lalu tertunduk sedih di bawah kaki puteranya.
Dalam kepiluan, kenangan dan keheningan suci, ia mencoba memahami misteri rencana Allah. Rencana cinta yang tak terpahami. Rencana kasih yang mengagumkan. Tindakan penebusan diluar nalar sehat.
Tergantung di salib, Yesus dalam penderitaan yang akut, terhibur oleh kehadiran ibunya di bawah kaki-Nya. Ibu yang mencintai-Nya, merawat, dan menemani-Nya.
Dalam puncak kemuliaan-Nya, Ia memberikan ibu-Nya kepada kita: Gereja-Nya. Yesus tak ingin para murid dan orang-orang yang percaya kepada-Nya di kemudian hari –dengan pemberitaan mereka– berjalan sendiri sebatang kara tanpa sosok seorang ibu.
Yesus sungguh percaya bahwa dengan kehadiran ibu-Nya yang menemani para murid, Gereja-Nya dapat lebih dekat dengan diri-Nya. Tugas Maria belum selesai. Para murid dipercaya dalam asuhan Maria untuk disiapkan sebagai penjaga dan pewarta Firman kebenaran-Nya.
Devosi besar kepada Bunda Maria
“Bapak kelihatannya sangat devotif kepada Bunda Maria,” sapaku.
“Iya Romo. Saya percaya Bunda Maria menemani hidupku dan keluargaku,” jawabnya langsung.
“Tapi kenapa lebih banyak berdoa di depan ‘Pieta’ daripada Bunda Maria?” kepoku muncul.
“Saya ingin belajar seperti Ibu Maria. Kendati dalam keadaan sulit, ia tetap berani belajar percaya. Tetap berani berserah kepada Tuhan.
Tetapi saya merasa kurang berhasil.
Meski demikian, saya tetap kagum dan terpesona pada sosok Maria. Ia sungguh dapat menemani Yesus dari sejak kecil sampai akhirnya di bawah salib.
Maria terkesan tidak putus asa. Tidak stres dan juga tidak berontak bahkan menghujat Allah, ketika hidupnya di bawah titik nadir. Betapa pilu hatinya. Hancur. Bahkan sangat menyakitkan.
Yang paling berharga dalam hidupnya dibunuh.
Saya hanya kagum bagaimana di saat penderitaan yang paling mengerikan. ia bergeming untuk lari menghibur diri. Kendati dia tidak tahu apa persis rencana Bapa, tetapi ia percaya.
Sementara, saya masih kadang-kadang mengeluh, karena perilaku salah satu anak saya,” jelasnya panjang.
“He, ada apa dengan anakmu?” tanyaku lagi.
“Saya sudah kehilangan akal, Romo. Putera kami yang pertama sudah pergi selama setahun ini. Tidak ada kabar berita. Tidak ada hal ‘istimewa” yang terjadi di rumah, sehingga ia harus pergi.
Saya dan isteri jarang sekali marah. Saya bukan orang yang temperamental. Anak saya yang laki-laki ini pergi dengan sendirinya tanpa pamit. Sampai sekarang tidak bisa dihubungi.
Saya hanya menyerahkan anak saya ke dalam bimbingan Tuhan. Memang sedih, tetapi saya tidak boleh larut. Karena masih ada tiga lagi adiknya yang perempuan.
Saya tidak mengerti jalan pikirannya, tapi dia bebas memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Kami sudah merawat selama ini dengan baik.
Saya harus melanjutkan kehidupan untuk keluarga saya. Maka doalah yang hanya bisa saya perbuat, menyerahkannya kepada Tuhan Sang kehidupan.
Sulit romo untuk dilupakan. Ada banyak kenangan yang baik yang tersimpan dalam hati kami, ketika kami berkumpul bersama.
Itulah duri dalam daging hidup keluarga kami,” jelasnya super lengkap.
Tuhan, ajar keluarga kami iman yang hidup. Amin.