BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.
Minggu, 25 Juli 2021.
Tema: Kenangan indah.
- Bacaan: 2 Raj. 4: 42-44.
- Ef. 4: 1-6.
- Yoh. 6: 1-15.
BETUL-betul kenangan indah.
Kenangan adalah kumpulan memori masa lalu. Yang bisa menjadi kekuatan tetap bertumbuh. Minimal membut orang mampu bertahan dalam setiap kesulitan.
Kekuatan ini memberi harapan. Minimal sebuah kesabaran dan kesadaran.
Sekalipun bahkan kenangan itu mungkin berasal dari sebuah pengalaman buruk. Juga menyakitkan. Atau sebuah kekeliruan dalam hidup. Namun tetap bisa menjadi momen kesadaran untuk berkembang lebih baik.
Kenangan itu pun bisa menjadi sebuah hal yang mengembangkan kehidupan. Tentunya, bila orang mampu menerima diri apa adanya.
Mampu melihat sisi positif pengalaman-pengalaman masa lalu. Bahkan juga di tengah-tengah segala kekeliruan, kegagalan, dan saat-saat buruk dalam hidupnya.
Rajin berdoa dan berharap
Saya ingat akan sebuah keluarga yang bagiku sungguh mengesankan.
Pasangan suami isteri ini selalu datang setiap pagi hari ke Gereja. Mereka menyapu di sekitar tempat doa, berdoa Rosario bersama dan kemudian ikut misa pagi.
“Bapak, Ibu, saya melihat rajin ke gereja dan berdoa. Sudah lama saya perhatikan. Saya kagum dan tersentuh. Sukacita iman apa yang mendorongnya?” tanyaku ramah menyapa pasutri ini.
“Iya, Romo. Kami belajar berserah kepada Tuhan. Kami percaya semuanya dalam perlindungan Tuhan. Kami menanti dan belajar berharap.
Kami percaya Tuhan melindungi. Juga mengerti dan punya rencana baik untuk setiap orang.
Kami datang berdoa, bersyukur atas kebaikan yang kami alami di dalam keluarga.
Kami tidak banyak meminta. Itu melelahkan. Kami berharap dan bersyukur. Itulah yang menguatkan dan menenangkan.
Sudah hampir 16-an tahun ini, anak kami tidak kembali. Setelah menikah, ia pergi ke kota lain. Tidak tahu di mana dan apa yang terjadi.
Juga tidak pernah bisa dihubungi. Besan pun mengalami hal yang sama. Pernah sekali dia menghubungi, lalu lenyap.
Tak bisa dihubungi. Kendati doa-doa kami belum dikabulkan; tetap mengalami kegalauan dan keprihatinan, kami percaya Tuhan menyertainya.
“Oh.. Sudah pernahkah minta tolong pihak keamanan atau siapa gitu?” desakku.
“Sudah Romo. Nihil. Malah pengeluaran bertambah. Doakan saja Romo supaya kami belajar berpasrah. Berani belajar lebih percaya dan berserah bahwa Tuhan memberikan yang terbaik pada akhirnya. Ini lebih baik rasanya,” jawabnya.
Bdk. Ef. 4: 1-3
“Untung anak saya yang perempuan juga sudah berkeluarga. Rumahnya di sebelah kami. Halaman belakangnya nyambung. Kami terhibur. Kebetulan cucu laki-laki mirip seperti anak kami yang pertama waktu kecil.
Tak banyak yang kami lakukan. Setiap hari, kami selalu membungkus nasi beserta lauknya. Apa pun yang kami masak hari itu. Saya berikan kepada orang lain. Bergantian dan beda tempat. Mungkin ini sebagai obat batin kami. Kami memberi makan anak kami. Semoga di tempat ia berada, ia dapat memberi makan keluarganya; atau menerima kebaikan orang lain,” makin lengkap ceritanya.
Bdk. 2 Raj 4: 42.
“Itulah Romo yang kami doakan. Kami lakukan dan kami syukuri. Kami serahkan pada Tuhan,” lanjutnya.
“Kira-kira, apa yang menyebabkan dia berlaku demikian?” tanyaku super kepo.
“Kami tidak tahu persis Romo. Memang anak ini agak pendiam; tapi tidak pernah merepotkan. Dengan adiknya akur. Kalau ribut sedikit, biasalah. Tetapi dia lebih banyak diam. Tidak pernah membuat persoalan dalam rumah.
Tapi kalau sudah punya keinginan atau pendapat tidak gampang digoyahkan. Kami adil sebagai orangtua. Bahkan soal warisan sudah juga kami sediakan, kalau dia kembali. Dan adiknya menyayanginya,” begitu kisahnya.
“Baiklah. Saya bantu doa. Tetaplah berpengharapan,” hiburku.
Pengalaman penderitaan yang menyayat menggerakkan belarasa kemanusiaan Yesus.
Mukjizat yang dilakukan Yesus selalu didahului dengan ditemukannya sebuah kenyataan, penderitaan.
Memberi makan 5000 orang tidak hanya sekedar perumpamaan, tapi juga sebuah kenyataan.
Yesus pun memberi kita makanan rohani, bekal hidup abadi, Ekaristi. Ia juga memberi berkat kepada anda.
Ekaristi adalah tindakan penuh syukur. Tindakan berbagi nasi kepada sesama adalah ciri pribadi ekaristik.
Tindakan sukacita berbagi -kecuali pelit dan asal bukan milikku- akan membuahkan syukur dan damai.
Tuhan, ajari kami bersyukur. Ketika kami memberi, kami tidak akan jatuh miskin. Amin.