Deus Providebit, Tuhan Berkarya dan Menyelenggarakan

3
1,591 views
Bersama para murid binaan Asrama "Santa Maria" di Genteng, Banyuwangi, Jatim. (Dok Asrama Santa Maria Banyuwangi)

SEBAGAI religius suster biarawati Kongregasi Abdi Kristus (AKI), aku sungguh menyadari bahwa hidup tanpa refleksi itu bagaikan debu hilang yang ditiup angin.

Hidup menjadi sia-sia tanpa makna. Bila dibiarkan hanya berlalu begitu saja, maka juga tidak akan bisa menemukan Tuhan di dalamnya

Saat aku masih bertugas di Wisma Syalom di Ambarawa, Jateng, aku sangat bahagia dan bersyukur.

Aku merefleksikan saat itu bahwa bersama dua murid lainnya, aku diajak Tuhan Yesus naik ke atas gunung. Di sana aku sungguh mengalami kemuliaan Allah, rasa damai yang luar biasa.

Itu karena para Bruder FIC berlaku sangat baik. Tugas utama yang diberikan para bruder untukku adalah pemulihan kesehatan kaki kiriku yang patah. Lantaran pernah jatuh terpeleset di undak-undakan tangga.

Tapi Tuhan sungguh tetap mengasihiku. Ternyata selain pemulihan kesehatan, aku juga mendapat kesempatan untuk bisa belajar memberi rekoleksi, retret. Melakukannya bersama para bruder.

Di situ, sisi-sisi kelemahan dan kekuranganku dimaklumi. Tapi juga diberi motivasi untuk peningkatan kapasitas. Dan hal itu selalu aku rasakan sebagai kebaikan para bruder.

Mengajak aku untuk terus berinovasi dan akhirnya terus semangat berjuang bisa perlahan tertanam di dalam diriku sampai aku dipercaya untuk menjadi koordinator SMP.

Semua pengalaman ini sungguh kurasakan sebagai wujud kebaikan Tuhan yang pada gilirannya juga sering aku bagikan pada peserta retret.

Menghayati kaul ketaatan

Menjelang satu tahun aku bertugas, pemimpin Kongregasi AK Sr. Elfrida AK memberi pilihan kepadaku: masih mau dan ingin tetap bertugas di Wisma Syalom atau ingin pindah tugas.

Aku menjawab berdasarkan semangat kaul ketaatan sebagai religius, “Mangga kersa Suster (silakan saja diputuskan dan saya akan menerimanya).”

Aku berharap, yang terjadi atas tugas pengutusanku selanjutnya adalah kehendak Allah saja. Karenanya, waktu itu aku lalu dapatkan izin di Komunitas Syalom untuk olah matiraga.

Aku berpuasa sampai aku mendapat kepastian dari Suster Pemimpin Umum. Aku buka puasa, setelah doa kerahiman pukul 15.00 WIB.

Kaki lemah

Aku juga mohon agar pen yang masih terpasang di kakiku bisa segera diambil sehingga aku betul-betul kembali sehat. Bisa berjalan normal.

Sudah menjadi kebiasaanku, sesudah menerima Sakramen Rekonsiliasi, dalam jangka waktu tertentu, aku akan menyortir barang-barang yang ada di kamarku.

Banyak barang-barang yang sudah tidak terpakai saat aku di Wisma Syalom aku bawa ke komunitasku di Ungaran.

Bagiku, kamar tidur adalah simbol dari hatiku. Ada saatnya harus dibersihkan. Menyingkirkan hal-hal yang tidak berguna di dalam diriku.

Aku sungguh bersyukur, setelah satu tahun, pen yang masih dipasang di tulang pahaku sudah bisa diambil.

Saat itu, aku harus mencari waktu yang tepat, ketika di Wisma Syalom sedang tidak ada program retret jangka waktu lama.

Akhirnya pen diambil.

Namun, oleh dokter spesialis ahli ortopedi, aku dipesan supaya masih tetap pakai kruk dalam jangka waktu tertentu. Itu karena kaki kiriku terlihat sangat rapuh.

Ketika masih bayi, kaki kiriku patah tanpa sengaja terinjak kakakku. Akibatnya, dalam masa pertumbuhan, perkembangan fisik tulang kaki kiriku jadi sangat tidak normal.

Karena masa pemulihan kakiku cukup lama, malah aku minta izin kepada pimpinan agar aku boleh menikmati masa pemulihan di Biara AK Ungaran.

Suster Margarethis AK menyarankan untuk minta izin kepada bruder.

Akhirnya aku minta izin kepada bruder. Semua memang belum pasti, apakah aku masih tetap di Wisma Syalom atau harus pindah.

Seandainya tetap di Syalom, aku berharap akan ada pembaharuan banyak hal. Terutama tugas pengutusanku: bukan lagi terfokus pada pemulihan kesehatan, namun sungguh melaksanakan tugas dan karya pada umumnya.

Aku masih ingat betul suasana hati pada waktu itu.

Aku diajak bruder pemimpun Wisma Syalom untuk berpamitan para bruder di Ambarawa. Setelah itu, aku kemudian diantar oleh Komunitas Syalom ke Ungaran.

Aku ingat benar, Bruder Valen FIC lalu menyerahkan aku ke Sr. Margarethis AK dan “serah terima” itu langsung ditanggapi oleh Sr. Margarethis: “Mens sana in corpore sano. Biarlah Sr. Agnes kembali sehat jasmani dulu.”

Aku sungguh bahagia sekali. Semuanya begitu baik. Apalagi beberapa waktu kemudian, aku mendapat SK baru akan segera bertugas di Asrama Santa Maria Genteng, Banyuwangi di Jatim untuk mengajar di SMP dan kegiatan pastoral.

Di depan altar Gereja Kristus Raja Paroki Genteng di Banyuwangi Jatim. (Romo Yusup Warsita Pr)

Turun gunung

Tugas baru ini jelas akan sangat berbeda dengan saat tugas dan kerasulanku di Wisma Syalom.

Saat kemudian mulai bertugas di Genteng, aku sungguh merasakan Tuhan Yesus serius mengajakku untuk “turun gunung”.

Karena, ternyata selain bertugas di sekolah, aku juga mendapat tugas menjadi penanggungjawab asrama. Kerja awal dimulai dengan bersih-bersih lingkungan. Bangunan tua harus kembali bisa tampil bersih dan jadi layak huni.

Sungguh aku diajak untuk “turun gunung”, tidak hanya berbicara tentang Tuhan. Namun juga bersentuhan langsung dengan Tuhan yang hadir di dalam diri sesama yang lemah.

Deus Providebit – Tuhanlah yang akan menyediakan segala-galanya untuk mampu melaksanakan karya.

Itulah yang ditanamkan oleh Romo Hudi Pr – Ketua Yayasan Karmel- sekaligus pembimbing rohaniku.

Benar-benar, mengalami jatuh bangun. Inilah pengalamanku saat menjalani tugas pengutusanku di Genteng, Banyuwangi. Banyak airmata penghiburan dan kesedihan.

Deus providebit

Di Genteng, Banyuwangi itu, aku sungguh-sungguh mengalami karya dan kehadiran Tuhan yang nyata dan hidup dalam sejarah. Tuhan hadir tidak hanya saat aku bahagia, namun Tuhan yang sama juga terus hadir saat-saat aku dalam kesulitan mengelola karya asrama.

Tuhan sungguh hadir di dalam diri sesamaku yang atas prakarsa mereka masing-masing telah berkenan menjadi penyalur berkat-Nya. Berbuat baik untuk karyaku memfasilitasi hidup mereka yang lemah.

Karya Tuhan itu sungguh hadir dan mewujud nyata di dalam bentuk perhatian besar dan aksi belarasa terhadap yang lemah, miskin, dan terlupakan.

Bersama anak-anak panti “Asrama Sosial Santa Maria” di Genteng Banyuwangi. (Ist)

Gerakan Kemanusiaan Words2Share

Melalui Gerakan Kemanusiaan Words2Share, panti “Asrama Sosial Santa Maria” di Genteng Banyuwangi akhirnya bisa mendapat bantuan donasi sedikitnya 15 unit laptop baru dan seken.

Semua barang ini merupakan pemberian dari para donatur yang bahkan nama gerakan ini dan jaringannya ini pun sama sekali juga tidak pernah aku kenal sebelumnya.

Namun, berkat informasi detil yang dibagikan oleh Gerakan Words2Share, aku mulai jadi kenal sedikit seluk-beluk bagaimana mendesain kegiatan crowd-funding.

Inilah program yang memang sengaja digagas Gerakan Kemanusiaan Words2Share untuk membantu karya baru yang mulai aku tangani di sebuah kecamatan di Banyuwangi, Jatim.

Minta HP ditolak, malah diberi laptop

Semua ini terjadi tanpa rencana. Bahkan juga tanpa pernah dipikirkan sama sekali.

Sekali waktu, di tengah rasa pusing dan pening luar biasa karena terjadi pandemi Covid-19 dan ketiadaan HP untuk belajar daring, tiba-tiba aku teringat portal berita Katolik Sesawi.Net.

Minta bantuan donasi HP bekas tak berhasil dipenuhi oleh Words2Share, lantaran HP -walaupun kondisinya bekas- namun pasti juga butuh pulsa. Dan itu malah akan jadi mahal ongkos operasionalnya.

Bagaimana kalau laptop –begitu usulan Words2Share kepadaku di tengah rasa gagap amat sangat- karena aku belum pernah mengalami hal-hal seperti ini di Banyuwangi.

Aku berani dan nekat “mengemis” kepada Gerakan Kemanusiaan Words2Share. Karena semua permohonan ini memang aku ajukan demi kelancaran program belajar anak-anak penghuni “panti” Asrama Santa Maria.

Memanusiakan anak-anak Tuhan

Saat aku mulai kerja di Genteng, panti “Asrama Sosial Santa Maria” Banyuwangi sudah menampung 32 anak dan remaja dari NTT untuk disekolahkan di Jawa. Dengan tujuan agar mereka mendapat tempat bina diri di Banyuwangi bersama para Suster Abdi Kristus (AK).

Ibarat kata, “panti” Asrama Santa Maria ini menjadi pelaksana atas program peningkatan kapasitas diri anak-anak dari luar Jawa untuk membuka peluang masa depan mereka yang lebih cerah.

Sebuah program memanusiakan manusia besutan Yayasan Karmel – lembaga sosial kemanusiaan Keuskupan Malang.

Hal ini juga tidak pernah disangka-sangka.

Renovasi ruang cuci dan jemur di Susteran AK di Genteng, Banyuwangi. (Sr. Agnesia AK)

Lagi-lagi, Gerakan Words2Share bersedia membantu Komunitas Susteran AK bisa memperoleh tempat layak untuk mencuci dan jemur pakaian.

Langsung jreng, donasi publik dari satu orang pendonor mulia itu bisa kami terima dengan cepat. Lalu, selanjutnya dana hasil donasi lain itu kami gunakan untuk merenovasi ruang cuci-jemur susteran yang sebelumnya mulai keropos sana-sini menjadi lebih layak.

Tuhan sungguh hadir bagi kaum pendosa seperti diriku. “Bukan orang sehat yang membutuhkan dokter, tapi orang sakit.”

Tuhan sungguh menjadi penyelenggara hidup kami. Deus Providebit.

Dalam rekaman video berikut ini, aku ingin merefleksikan tentang Tuhan yang menderita.

Juga tentang Tuhan yang sangat merindukan anak anak-Nya menjadi sahabat sejatinya.

3 COMMENTS

  1. Sangat menginspirasi suster. Saya pernah juga melayani untuk guru2 SMK Tegal Delimo Banyuwsngj. Pernah juga memberi pelatihan untuk 252 pendeta garis depan, tempatnya di banyuwangi.

  2. Salam utk Suster Agnesia AK, szngat menginspirasi. Jangan pernah berhenti berbagi cahaya. Saya pernah melayani dalam bentuk pelatihan untuk guru2 SMK Tegal Delimo, Banyuwangi, 99% Moslem. Gratis. Ada yg membiayai transport kesana. Berikutnya juga di Banyuwangi, memberi pelatihan utk 252 pendeta kristen garis depan. Apakah AK dulunya ADSK? Dulu sy pernah ngajar suster, namznya Sr Elizabet. SPG Paramita
    jl Sultsn Agung Jogya. Tinggal di Pugeran.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here