Renungan Harian
Minggu, 29 Agustus 2021
Hari Minggu Biasa XXII
Bacaan I: Ul. 4: 1-2. 6-8
Bacaan II: Yak. 1: 17-18. 21b-22. 27
Injil: Mrk. 7: 1-8. 14-15.21-23
SUATU hari, saya menerima tamu beberapa orang dari sebuah kelompok doa devosional. Mereka datang menyampaikan dan menjelaskan tentang kelompok doa ini.
Selain menjelaskan tentang kelompok doa dan tatacara doanya mereka juga mensyeringkan pengalaman mereka setelah bergabung dengan kelompok doa ini.
Hal penting yang menurut saya bagus adalah bahwa mereka yang sudah ikut dalam kelompok doa ini, merasa disegarkan hidup rohaninya, serasa menjadi manusia baru.
Mereka merasa lebih bersemangat dalam berdoa dan mengalami kedekatan dengan Tuhan.
Selanjutnya mereka meminta untuk memperkenalkan kelompok doa ini kepada umat di paroki di mana saya menjalani pengutusan. Mereka berharap agar umat di paroki semakin dekat dengan Tuhan.
Saya memuji kelompok doa ini karena bisa memberi kesegaran rohani dan menghantar anggotanya semakin dekat dengan Tuhan.
Maka, saya tidak berkeberatan bahkan menyambut baik usaha mereka. Saya akan memperkenalkan mereka ke seksi pewartaan paroki agar difasilitasi untuk memperkenalkan kelompok doa ini kepada umat.
Saya terkejut, karena mereka menolak. Bahkan minta waktu bicara kepada umat sebagai pengganti homili pada saat misa hari Minggu.
Saya keberatan dengan permintaan mereka, karena tidak bisa mengganti homili dengan memperkenalkan kelompok doa.
Saya menjadi terkejut dengan reaksi mereka. Mereka menyalahkan saya bahwa saya menolak mereka untuk memperkenalkan kelompok doa ini pada hari minggu.
Mereka menganggap saya sebagai imam yang menolak karya Roh Kudus dan melawan kehendak Tuhan.
Mereka menyebut saya sebagai imam yang berdosa besar karena telah menghalang-halangi umat untuk bertobat.
Saya semakin terkejut manakala mereka mengatakan bahwa saya seharusnya bukan hanya mempersilahkan mereka memperkenalkan kelompoknya, saat homili tetapi juga seharusnya saya mengharuskan umat untuk ikut kelompok doa mereka.
Saya menjelaskan bahwa kelompok doa mereka adalah satu dari sekian banyak kelompok doa yang ada dalam Gereja.
Bahwa mereka sangat terbantu dengan kelompok doa ini itu pantas disyukuri, tetapi tidak bisa memaksakan orang lain harus ikut kelompok doa mereka.
Setiap orang punya rasa tersendiri yang khas dalam hubungannya dengan Tuhan dan mungkin saja mereka telah menjalankan doa devosi selama ini.
Jadi, sebaik apa pun kelompok doa tidak bisa memaksakan orang lain untuk ikut.
Doa-doa devosional bukanlah tujuan melainkan sarana untuk meneguhkan iman dan semakin mendekatkan diri pada Tuhan.
Dan karenanya hidupnya semakin memancarkan kasih Tuhan.
Nampaknya mereka kesal dengan keberatan saya dan jawaban saya.
Mereka pamit pergi dengan mengancam akan melaporkan saya pada provinsial saya.
“Syukur pada Allah, saya tidak punya provinsial,” kataku dalam hati.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam injil Markus, Yesus mengkritik sikap orang Farisi dan ahli Taurat yang mengutamakan sarana, sehingga melupakan tujuan.
“Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku”.
Bagaimana dengan aku?
Adakah aku selalu fokus pada tujuan?