[media-credit name=”KBKK Indonesia” align=”alignleft” width=”150″][/media-credit]
MARI sekarang kita bicara tentang devosi dan masa liturgi.
Devosi merupakan sarana yang efektif bagi umat untuk menghayati iman dan meraih kesucian. Karena itu, Gereja mengajak umat mempergunakan Masa Liturgi sebagai kesempatan untuk mengarahkan diri pada misteri iman yang dirayakan.
Misalnya, dalam masa Prapaska, Jalan Salib dapat menjadi sarana yang ampuh untuk mengajak umat merenungkan misteri salib Kristus dan memandang salib sebagai jalan untuk bersatu dengan Kristus. Agar umat semakin dapat menghayati nilai spiritual di masa liturgi tertentu, perlu ditawarkan bentuk-bentuk devosi tertentu.
Misalnya, pada masa prapaskah, selain Jalan Salib, bisa juga diadakan devosi kepada Wajah Kristus dan Ibadah Tujuh Sabda. Sementara pada masa Adven, ketika perayaan liturgi menampilkan peran Yohanes dan Maria, dapat juga dianjurkan devosi kepada kedua orang kudus itu.
Devosi dan perayaan liturgi
Dalam sejarah liturgi Gereja, beberapa unsur devosional telah diangkat menjadi bagian dari perayaan liturgis setelah melewati proses pembentukan yang dilakukan di bawah kewenangan Gereja.
Misalnya, prosesi arak-arakan membawa daun palma pada Minggu Palma itu telah menggantikan Ritus Pembuka dalam misa untuk mengenangkan sengsara Tuhan. Sementaram, prosesi perarakan Sakramen Mahakudus dipakai untuk menggantikan Ritus Penutup dalam misa pengenangan perjamuan Tuhan.
Proses integrasi unsur devosi ke dalam liturgi ini telah ditentukan dengan kriteria dan norma liturgis yang berlaku, sehingga tidak sembarang orang diperkenankan melakukannya.
Devosi dan budaya
Umat yang hidup dalam suasana dan jiwa budaya tertentu dimungkinkan untuk mempergunakan unsur-unsur budaya dalam kegiatan devosional.
Contoh, pohon natal yang selama ini identik dengan pohon cemara bisa saja diganti dengan pohon lain yang mempunyai nilai khusus dalam budaya setempat dan makna simbolis yang serupa. Dalam hal ini hendaknya diperhatikan anjuran berikut: “Tidak boleh memasukkan ritus-ritus yang dirasuki oleh takhyul ke dalam Gereja, penyembahan berhala, animisme, dan balas dendam atau hal-hal yang terkait dengan seks” (Varietates Legitimae, 48)
Devosi yang benar dan sehat
Sekarang kita bicara tentang devosi dan pertobatan. Devosi yang benar dan sesuai dengan kehendak Allah dalam kesatuan Gereja Katolik mewujudkan gerakan hidup rohani yang akan menghadirkan wajah Gereja yang kudus. Devosi harus didasarkan pda perjumpaan orang beriman dengan Allah, melalui Kitab Suci, sakramen-sakramen, dan karya kasih, serta dalam hati nurani umat beriman.
Perlu diingatkan kembali bahwa devosi yang sejati tidak didasari harapan agar Tuhan memenuhi kebutuhan pribadi, tetapi dengan semangat untuk bertobat supaya dapat hidup dalam kesalehan sebagai anggota tubuh Kristus.
Devosi dan Pelayanan. Melalui devosi yang sehat diharapkan umat bertumbuh dalam iman dan kasih persaudaraan sebagai Gereja. Penghayatan devosi yang sehat membuahkan karya kasih di tengah masyarakat.
Kepedulian dan kesepakatan
Komisi liturgi keuskupan perlu memberi bimbingan yang bijaksana dan berkelanjutan kepada umat agar: pertama, memiliki pemahaman yang benar dan baik tentang spiritualitas, tata cara, dan makna dari unsur-unsur devosional (gambar, doa, waktu, lambang); kedua, menjalankan devosi sehingga dapat lebih menghayati perayaan liturgi, terutama Ekaristi.
Untuk menjalankan proses katekese ini, Komisi Liturgi Keuskupan perlu mengupayakan: pertama, materi yang disusun secara sistematis supaya dapat dipahami oleh umat pada umumnya; kedua, sarana yang memadai dan efektif; ketiga, pembinaan tenaga-tenaga pengajar agar memiliki kompetensi dalam bidang ini; keempat, dukungan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab langsung atas pembinaan iman umat.
Seluruh rangkaian pertemuan ini telah melalui beberapa tahap yang meliputi: survei untuk mencari data faktual, refleksi bersama dengan bantuan para narasumber, serta merumuskan kepedulian dan kesepakatan. Selanjutnya diharapkan para peserta menindaklanjuti kesepakatan yang telah dicapai dalam pertemuan ini sesuai dengan keadaan di tempat karya masing-masing.
Mgr. AM Sutrisnaatmaka MSF, Ketua Komisi Liturgi KWI dan Uskup Diosis Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Photo credit: KBKK Indonesia (www.kbkkindonesia.com)