BRAM, teman lama, terus menatap, ketika saya mengangkat dan memindahkan balok-balok kayu sengon ke log sebelah atau ketika saya menyetir mobil bak terbuka memindahkan sampah kayu di pabrik. Waktu telah menunjukkan pukul 23.30.
Ia mendekat dan berkomentar, “Nggak kebayang ya akan bekerja seperti ini. Mengingat kamu dulu bos, Dirut, VP ..”
Ini adalah bentuk apresiasi. Namun saya tersekat, ada yang kering di tenggorokan.
Belati itu lebih menghunjam ketika datang pikiran lain di benak. “Apalagi kamu lulusan luar negeri, terakhir di MIT lagi …”.
Terasa lelah luar-dalam, dan malam itu tak ada lintang.
Tiba-tiba saya teringat cerita tentang seorang pelukis kubah sebuah rumah ibadah di London. Setelah menyelesaikan lukisannya yang indah dan besar di bagian dalam kubah, ia mengamati, melihat yang kurang sekaligus menikmati masterpiece-nya sambil berjalan mundur. Sekian jarak lagi dia pasti akan terjatuh melewati papan penyangga dan mati karena ada di ketinggian 40 m.
Seorang turis yang lewat melihat bahaya itu, kemudian dengan cepat ia mengambil kaleng cat dan menumpahkannya di lukisan hasil karya sang pelukis. Dengan cepat ia melangkah maju dan memarahi turis itu. Masterpiece-nya hancur tapi hidup, jiwanya terselamatkan.
Saya bersimpuh. Rancangan-Mu luar biasa bagiku.