Di Benaknya Tertancap Ikon Pontianak

0
1,324 views

BEBERAPA bilah seng telah terpasang mengitari Gereja Katedral Santo Yosep di jantung Kota Pontianak di Kalimantan Barat. Sebagian bangunan tua itu sudah tidak utuh, karena pekerja mulai membongkarnya. Dan benar juga, sesuai rencana, bangunan tua dan bersejarah itu bakal lenyap selama-lamanya dari Kota Pontianak.

Dan ikon yang menghiasi Pontianak selama kurang lebih 100 tahun terakhir ini perlahan namun pasti akan lenyap ditelan bumi. Bangunan baru bergaya modern telah dirancang akan dibangun menggantikan ikon ini.

Di suatu sore cerah, tanggal 5 Mei 2011 lalu, suasana di halaman katedral yang berlokasi di Jl. Pattimura itu tampak lengang.  Tak seperti biasa, sore itu nyaris tiada aktivitas di tempat itu. Hanya ada beberapa orang yang terlihat membenahi beberapa material bangunan.

Yuliana mengenang ikon

Seorang ibu dengan putri kecilnya tampak asyik berpose dan menjepretkan kamera telepon selularnya. Seakan tak puas, mereka berkali-kali mematut diri dan memastikan backgroud bangunan bersejarah itu ikut terekam.  “Foto untuk kenang-kenangan, karena katedral ini akan dirobohkan,” ucap Yuliana (29) yang sehari-harinya bekerja sebagai guru SMA Katolik yang terletak di belakang katedral.

Setiap hari, Yuliana selalu melewati areal itu menuju sekolah. Begitu tahu bangunan yang menjadi ikon satu-satunya di Pontianak ini akan dirobohkan, dia tak ingin kehilangan kenangan. Bergegas ia ambil kamera dan mulai memotret momen menjelang saat-saat terakhir.

Sekonyong-konyong, seorang pria berusia sekitar 73 tahun muncul di halaman katedral. Nah, ini juga merupakan kesempatan langka lain.  Pria itu tak lain adalah Uskup Agung Pontianak yakni Mgr, Hieronymus Bumbun OFMCap.

Yuliana dan puterinya tak membuang kesempatan untuk juga mengabadikan diri bersama Uskup dengan mengambil latar bangunan tua itu. Dalam perbincangan santai, Mgr Bumbun menuturkan, panitia pembangunan mulai siap-siap berbenah.

Yang kecil-kecil dulu

Menurut Monsinyur Bunbun, proses pembongkaran gedung katedral itu dimulai dengan mengangkut barang yang kecil-kecil dulu, sebelumakhirnya seluruh bangunan katedral tua itu dirobohkan. Apa tidak sayang? Begitu kata hatiku.

Bangunan yang sudah eksis sejak era para misionaris Belanda berkarya di Bumi Kalimantan Barat itu, mengapa sekarang harus roboh? Apakah tidak dijadikan cagar budaya saja? Sementara, gedung gereja katedral yang baru bisa dibangun di tempat lain?

“Masalahnya, di mana tempat lain itu? Sulit. Rasa sayang pada bangunan lama, artinya kita pelihara dengan dibangun kembali sehingga menjadi lebih kukuh dan kuat. Itu wujud rasa sayang. Terutama tempat ini sudah dipikirkan jauh-jauh hari, tidak bisa orang mengubah sembarangan,” tutur Mgr Bumbun.

Dana sudah tersedia.  Ini digunakan untuk mengubah wajah katedral dari yang semula berciri semi tradisional menjadi modern bergaya gothic bak replika Basilika Santo Petrus di Vatikan. “Rancangan konstruksi campur-campuran untuk mengakomodir berbagai ciri khas di sini. Arsitekturnya model gothic dengan kubahnya. Lamanya pembangunan diperkirakan kurang lebih 14 bulan,” lanjut Uskup.

Tanggal 1 Mei lalu, Uskup Mgr. Bumbun memimpin ekaristi perpisahan gedung Gereja Katedral dan ribuan umat menghadiri acara “misa perpisahan” ini.

Cagar Budaya?

Pembangunan gedung katedral yang baru memang telah lama direncanakan. Panitia sudah dibentuk sejak setahun lalu. Namun berbagai kontroversi ikut datang, ketika orang mempersoalkan eksistensi bangunan itu sebagai cagar budaya.

Sekretaris Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Kalbar Agustinus Clarus, mengatakan, suatu cagar budaya harus memiliki dasar hukum yang disertai kewajiban dari pemerintah untuk pemeliharaan.  “Tapi selama ini, kepedulian pemerintah itu tidak ada. Hanya sekedar berlabel heritage, lalu dikatakan tidak boleh dibongkar. Idealnya, gedung lama itu harus dilestarikan, tetapi karena keterbatasan tempat, terpaksa harus dibongkar untuk dibangun yang lebih besar,” ujar Agustinus.

Menurut dia, gedung lama telah banyak “memanusiakan” manusia yakni umat katolik setempat.  Dari gedung gereja inilah, banyak orang mengalami perayaan iman dan meningkat kualitas hidup kerohaniannya. “Kacang harus meninggalkan kulitnya, untuk menghasilkan kacang yang lebih banyak. Dalam setiap perubahan pembaharuan, selalu ada hal yang terpaksa ditinggalkan,” ucap Agustinus berfilosofi.

Seabad lebih

Katedral lama berkapasitas sekitar 1.100 orang. Usianya yang sudah lebih dari satu abad membuat bangunan ini menjadi saksi sejarah. Tidak saja bagi umat Katolik, tetapi juga semua warga Kota Pontianak.

Konstruksi lama terdiri atas beberapa tiang dari kayu ulin dan dinding papan. Menara lonceng setinggi 22 meter menjulang megah di bagian depan. Menurut catatan sejarah, bangunan yang tampak sekarang ini telah melewati tiga kali proses pemugaran.

Kini kondisinya memang agak memprihatinkan. Beberapa bagian atap mulai bocor, bahkan menara lonceng tampak agak miring.

Gedung berukuran 20 x 11 meter ini pertama kali dibangun pada 1909. Dibangun guna menandai awal karya para misionaris Belanda di Pontianak yang waktu itu masih berstatus menjadi stasi. Pengagasnya adalah seorang misionaris Kapusin yang kemudian menjabat Prefek Apostolik yakni Mgr. Pacificus Bos OFM Cap. Sementara arsitek perancangnya berasal dari kalangan militer pemerintahan Hindia Belanda.

Menurut Mgr Bumbun, pemugaran terakhir dilakukan sekitar tahun 1963 sehingga bentuknya menjadi seperti yang tampak sekarang ini.

Perkembangan umat di Paroki Katedral cukup pesat. Gedung yang semula hanya berkapasitas sekitar 1.100 orang sudah tidak sanggup lagi menampung umat yang kini berjumlah sekitar lima ribuan orang. Maka, bangunan baru dirancang dengan kapasitas sekitar tiga kali lipat bangunan lama yang bisa menampung tak kurang tiga  ribu orang. Karena areal yang terbatas, kapasitas dikembangkan dengan pembangunan dua lantai serta ruang basement atau lantai dasar.

Severianus Endi, wartawan di Pontianak, Kalimantan Barat dan penulis blog www.kilodua.com.

Photo credit: Severianus Endi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here