INI memang tak lazim di Eropa, termasuk di Italia. Orang asing boleh diterima masuk dan disambut hangat layaknya Kristus sendiri. Diterima sebagai “tamu luar biasa” dan diperlakukan layaknya “saudara tua” yang sudah saling mengenal satu sama lain sekian tahun lamanya.
Tempat istimewa yang selalu bersedia memperlakukan para tetamunya secara istimewa ini adalah Monastero di San Benedetto alias Biara Monastik Benediktin yang berlokasi di Norcia, Perugia, Italia.
”Semua tamu harus diterima sebagai Kristus,” demikian isi Peraturan Suci Santo Benediktus, Bab 53.
Silakan mampir berkunjung
Lazimnya sebuah biara, maka biasanya ada tertulis aturan berbunyi “klooster” alias kawasan tertutup untuk umum. Di Biara Trapist OCSO di Rowoseneng, Temanggung, dan Susteran Trapistin Gedono di Salatiga –keduanya di Jawa Tengah– aturan “klooster” tetap dipasang di daun pintu guna membatasi akses mobilitas para tamu agar tidak memasuki kompleks biara bagian dalam.
Menurut penuturan Frater Ignazio OSB kepada Sesawi.Net akhir Juni 2011 lalu, Biara Benediktin di Norcia, Perugia, selalu membuka pintu bagi para peziarah jiwa yang ingin menangguk kerinduan rohani di kompleks biara. Tentu saja, selain harus menjaga keheningan atau biasa disebut silentium magnum (keheningan total dengan tidak mengeluarkan suara/kata-kata dengan volume keras namun lirih dan berbisik), para peziarah jiwa juga diundang untuk mengikuti semua ritme hidup para rahib Benediktin ini.
Mulai dari kegiatan mendaras doa dan mengikuti pola hidup mereka seperti bertani dan berkebun. Menurut penuturan Frater Ignazio, banyak tamu dari luar mengaku terharu, tersentuh hati ketika menikmati ritme kehidupan yang berbeda dari keseharian hidup yang ditandai dengan kebisingan dan rutinitas. “Di sini orang menemukan Tuhan dalam keheningan melalui doa-doa yang didaraskan,” papar Frater Ignazio.
“Dalam ritme kehidupan yang aman tenteram penuh kedamaian, mereka datang menikmati keheningan. Waktu dan saat tepat untuk merenungkan hidup dan merasakan sentuhan kasih Tuhan,” tambah dia.
Tak jarang, kata Frater Ignazio, para peziarah jiwa ini juga mendapatkan banyak “hiburan rohani” dan penyegaran jiwa serta raga yang sebelumnya letih oleh keseharian hidup penuh kepalsuan.
Para tamu yang diterima layaknya Kristus sendiri mengalami sentuhan rohani ketika menikmati alunan doa-doa liturgis yang indah dan tak lapuk oleh lekangnya waktu. (Bersambung)
Mathias Hariyadi, penulis dan anggota Redaksi Sesawi.Net