Home BERITA Diam-diam Mencintai Suster Biarawati

Diam-diam Mencintai Suster Biarawati

0
1,253 views
Ilustrasi: Seorang suster biarawati Kongregasi SDC membawa "suster" cilik di ajang perarakan. (Sr. Maria Seba SIFC)

SUATU hari, seorang mahasiswa bernama Dika Pratama –dan itu adalah saya– mendapat tugas dari dosen agar bisa mencari tahu seluk-beluk kehidupan rohaniwan-rohaniwati. Saya jelas selalu bisa ingat hal ini, karena merasa senang mendapat tugas yang tidak memang ”biasa” ini.

Mengapa? Ini karena saya mempunyai teman seorang suster biarawati. Nama suster biarawati temanku ini adalah Suster Vika.

Maka, saya pun tidak mau menunda-nunda kesempatan ini. Karena –jujur saja– secara pribadi saya juga penasaran dengan pola hidup membiara.

Tapi jangan tanya, mengapa saya tidak masuk biara. Ini karena saya non Katolik. Meski demikian, saya sangat menghargai orang-orang Katolik. Termasuk para pelayan Gereja.

Saya senang dan ikut bangga akan mereka. Bagi saya, mereka adalah inspirasi hidup. Saya banyak belajar tentang hidup dari mereka. Termasuk teman saya yang bernama Suster Vika ini.

Sejak kecil

Sudah sedari kecil, saya dan Suster Vika sudah berteman akrab. Bisa menjadi begini, karena tempat tinggal kami berada di dalam satu kompleks.

Keluarga saya dan keluarga Suster Vika sudah saling kenal lama dan kami pun merasa akrab satu sama lain. Kami sangat rukun. Kami saling membantu dalam kesusahan. Plus didukung kedua orangtua kami juga sudah saling kenal dan mereka juga berteman akrab.

Bagi saya, Suster Vika seperti sudah menjadi “bagian” di dalam keluarga saya. Meskipun kepercayaan kami berbeda. Tetapi hal tidak menjadi penghalang atau pemisah bagi kami, melainkan pemersatu.

Saat masih sekolah dulu, Suster Vika termasuk salah satu anak yang pintar dan cerdas. Saya sangat mengaguminya. Semasa kecil, kami selalu bermain bersama. Sementara, ia berdoa ke gereja, maka saya pergi sembahyang di masjid.

Waktu duduk di bangku SMA, saya dengan suster Vika masih di satu sekolah yang sama. Hanya saja kelas kami berbeda. Sr. Vika di kelas IPA, sedangkan saya di kelas IPS. Setiap istirahat, saya selalu main di kelas Sr. Vika.

Mengagumi Sr. Vika

Jujur, sudah sejak itu pun, saya telah mengagumi Vika. Selain cantik, ia juga pintar. Tapi saya tidak pernah mau mengungkapkan kekaguman saya ini kepadanya.

Saya tidak mau hal ini nantinya menjadi masalah bagi kedua orangtua kami dan juga bagi Vika. 

Akhirnya, perasaan itu saya pendam sampai sekarang. Sampailah saya duduk di bangku perkuliahan, saya dan Vika pun berpisah. Vika masuk biara dan saya melanjutkan studi saya.

Rasa kecewa dan sedih saat itu membuat saya harus pergi dari rumah. Itu karena orang yang saya kagumi sejak kecil tiba-tiba memutuskan masuk biara.

Tetapi di balik kekecewaan saya, saya berusaha menerima kenyataan.

Bagi saya, Vika adalah seorang gadis yang ideal. Hanya karena iman kepercayaan kami berbeda, maka kami tidak bisa selalu “bersama”. Meski demikian, saya dan Vika tetap menjadi sahabat baik.

Meskipun tidak bisa bertatap muka langsung, tapi saya masih bisa melihat Vika melalui HP. Saya masih sering kontak dia, jika saya ada masalah atau kesulitan dalam hidup.

Menjumpai Sr. Vika di Susteran

Suatu hari saya mendapat tugas kampus. Saya harus mencari tahu kehidupan rohaniwan-rohaniwati. Nah ini kesempatan bagi saya untuk bertemu secara virtual dengan Sr.Vika.

Malam hari sekitar pukul 19.30. Dering ponsel Sr. Vika menunjukkan ada yang memanggil

Sr. Vika: Halo, selamat malam Dika. Ada apa ya kok sampai nelepon malam-malam?

Dika: Selamat malam suster, maaf menganggu istirahat suster. Begini suster, apakah saya boleh minta tolong suster?

Sr. Vika: Minta tolong apa Dika?

Dika: Bolehkah minta waktu untuk bertemu suster? Saya ada tugas dari kampus untuk mencari informasi tentang kehidupan para rohaniwan-rohaniwati. Bolehkah saya minta bantuan suster?

Sr. Vika: Iya, jika memang perlu, suster bisa bantu Dika. Lagi pula Dika sudah banyak juga membantu suster. Jadi, kapan mau ke tempat suster?

Mendengar jawaban Sr. Vika, Dika begitu senangnya. Ia meloncat-loncat girang di kamarnya. Sampai lupa, kalau dia sedang telepon dan bicara dengan Sr. Vika.

Sr. Vika: Hallo Dika, kenapa?

Dika: Eh iya suster. Maaf tadi ada nyamuk masuk kamar saya, jadi saya pukul nyamuk dulu. Besok bisakah suster?

Sr. Vika: Boleh, pukul 07.30 ya, ingat jangan lambat.

Dika: Terima kasih suster.

Sr. Vika pun mematikan ponselnya lalu tidur. Sedangkan Dika masih menyiapkan mental dan kata-kata yang akan diucapkannya di depan Sr. Vika.

Inilah pertemuan yang ditunggu-tunggu bagi Dika, karena sudah lama dia tidak bertemu teman masa kecilnya.

Jarum jam pun terus berputar, tanpa terasa sudah pukul 06.15. Maka, Dika pun segera bangun dan mandi bersiap-siap bertemu Sr. Vika.

Akhirnya waktu yang dia tunggu pun tiba, dia melaju menggunakan motor yang pernah dia pakai untuk boncengan dengan Vika waktu SMA, ketika pulang sekolah.

Ia sengaja menggunakan motor ini supaya sedikit mengingatkan Vika akan masa lalunya bersamanya.

Tidak berapa lama kemudian, sampailah Dika di biara tempat Sr. Vika tinggal.

Ding-dong… Ding-dong. Suara bel tanda ada tamu datang. Sr. Vika sudah yakin itu pasti Dika. Akhirnya ia membukakan pintu dan ternyata benar saja, yang datang Dika.

Dika: Selamat pagi Suster? (Sapa Dika dengan muka yang bingung dan grogi).

Sr. Vika: Selamat pagi Dika, silahkan masuk.

Dika: Terima kasih suster. Apakah saya menganggu suster?

Sr. Vika: Tidak kok, suster baru selesai sarapan pagi. Bagaimana kuliahmu?

Dika: Baik suster.

Sr. Vika: Syukurlah

Dika: Suster apa kabarnya?

Sr. Vika: Seperti yang kamu lihat, suster baik-baik saja.

Dika: Senang bertemu suster lagi, sudah lama tidak bertemu.

Sr. Vika: Ya, suster juga senang melihat kamu sudah sukses. Oh ya biar tidak lama memakan waktu, kamu minta tolong apa dengan suster?

Dika: Saya ada tugas dari kampus suster untuk mencari tahu bagaimana kehidupan para rohaniwan-rohaniwati. Kebetulan saya kenal suster, jadi saya minta informasi dengan suster saja, nggak keberatan kan suster?

Sr. Vika: Ya boleh.

Dika: Kita langsung saja ya suster dengan pertanyaan yang ada.

Sr. Vika: Iya silahkan.

Dika: Kalau saya boleh tahu, sejak kapan suster berkeinginan masuk biara dan apa alasan suster memilih masuk biara?

Sr. Vika: (Terdiam sejenak). Hm.. saya berkeinginan masuk biara sebenarnya dari saya masih duduk di bangku SMP, tetapi seiring berjalannya waktu, keinginan itu sempat hilang.

Kemudian waktu duduk di bangku SMA, saya merasa ada sesuatu yang lain dari diriku, saya menjadi pendiam, menyendiri dan saya lebih sering mengisi waktu saya dengan merenung di gereja, sehingga waktu ujian nasional akan dimulai, saya sudah yakin saya tidak lulus ujian, karena saya tidak ada belajar sedikit pun.

Ujian selesai beberapa hari kemudian saya dijemput oleh seorang suster kongregasi SFIC untuk masuk biara dan saya langsung pergi saat itu. Padahal dalam hati saya, saya ragu, kalau-kalau saya tidak lulus ujian, tetapi semua tidak sesuai yang saya pikirkan, ternyata saya lulus.

Benar doa Yesus, “Bukan kehendak-Ku yang terjadi, melainkan kehendak-Nya”. Akhirnya sampai sekarang saya masih diperkenankan untuk tetap setia dalam panggilan ini.Alasan saya memilih menjadi suster, kalau dia memanggil saya, mengapa saya harus menolak, itu saja alasannya.

Dika: Setelah suster sekarang menjadi seorang biarawati, Apakah ada penyesalan atau perasaan yang mungkin membuat suster goyah?

Sr. Vika: Sejauh yang saya sadari, sampai saat ini, saya masih merasa senang dan bahagia menjalani kehidupan seperti ini.Tidak ada kata penyesalan, karena ini pilihan saya, saya percaya, Dia yang memanggil saya akan menyempurnakan diri saya. Bagi saya hidup seperti ini adalah suka cita yang tak terkatakan.

Dika: Baik suster, saya ingin bertanya lagi. Kehidupan seperti suster saat ini, itu kan dari berbagai jenis karakter, sifat masing-masing yang berkumpul dalam suatu komunitas yang ada aturannya. Yang mau saya tanyakan, apakah dalam kehidupan bersama itu tidak ada percekcokan atau perselisihan satu sama lain? Maaf suster pertanyaan saya sedikit tidak sopan.

Sr. Vika: Tidak apa-apa, Hm kita tahu sama tahu ya, dalam keluarga saja, kita bisa berselisih pendapat atau berkelahi dengan adik kita atau kakak kita, bahkan orangtua kita.

Apalagi dalam hidup bersama yang seperti saya jalani, pasti ada perselisihan atau masalah. Tetapi kita sudah sama-sama dewasa, bagaimana cara supaya masalah itu tidak menjadi suatu penghalang untuk kehidupan bersama.

Bagi saya, perbedaan itu bukanlah hambatan, melainkan suatu jembatan di mana jembatan itu bisa membantu saya untuk menyebrangi lautan dunia saat seperti sekarang ini.

Dan sampai saat ini belum ada terjadi perselisihan dalam kehidupan kami, karena kami saling mendukung dan mengerti satu sama lain.

Panggilan kami adalah panggilan persaudaraan. Soal tidak suka terhadap sesama, itu tidaklah mungkin terjadi dalam kehidupan kami, karena Yesus yang memanggil kami, Dia menyukai kami, bagaimana mungkin kami bisa tidak saling suka.

Dika: Selain itu, bagaimana dengan tugas yang suster tangani, apakah suster merasa senang?

Sr.Vika:Tugas atau karya yang suster tangani, bagi suster itu adalah berkat, apa pun dan di mana pun suster ditugaskan, suster berusaha untuk menghargai dan menerima semuanya. Mengenai ketidaksempurnaan, biarlah Tuhan yang menyempurnakan semuanya.

Dika: Terimakasih suster, jawaban suster sangat menyentuh saya dan menyadarkan saya. Apakah saya masih bisa bertanya suster? (Dengan gaya seperti anak kecil yang masih cengengesan).

Sr. Vika: Silahkan, selagi suster bisa menjawab.

Dika: (Sambil menggosok kedua telapak tangannya). Maaf ya suster kali ini pertanyannya sedikit jauh. Apakah suster, pernah mencintai seseorang bahkan sampai saat ini?.

Sr. Vika: (Sambil tersenyum kecil). Manusia normal seperti suster, pasti ada memiliki perasaan dan pernah jatuh cinta. Tetapi ternyata orang yang suster cintai dia tidak tahu perasaan suster dan akhirnya ada yang mengetahui perasaan suster, diam-diam dia mencintai suster dan memalingkan perasaan suster dari orang yang suster cinta itu.

Dika: (Dengan wajah penasaran, dalam hati ia mencoba menebak orang yang dimaksudkan Sr.Vika jangan-jangan orang tersebut adalah dia, akhirnya dia bertanya lagi). Kalau boleh saya tahu orang yang suster maksud itu siapa ya?.

Sr. Vika: Hm… kamu mau tahu dia siapa?

Dika: Iya suster.

Sr. Vika:(Dengan suara yang sedikit santai). Hm…dia adalah orang yang paling setia dan istimewa untuk suster, siapa dia? Yaitu Yesus (sambil menunjuk ke atas). Yesus memalingkan perasaan suster bahkan menghapus perasaan suster untuk cowok itu, supaya suster hanya menyediakan hati untuk-Nya. Dan sampai hari ini, suster mencintai-Nya. Bagi suster Dia adalah cinta sejati suster.

Mendengar penjelasan Sr. Vika, Dika terdiam sejenak, karena dia begitu pangling dan kagum dengan Vika yang pernah dia kenal sejak kecil.

Sr. Vika: He… mengapa?

Dika: Oh tidak apa-apa suster, saya salut dengan suster.

Sr. Vika: Mengapa?

Dika: Dari kecil, saya sudah mengenal suster, bahkan saya kagum dengan suster dan sebenarnya saya … (Dika tidak melanjutkan perkataannya dan terdiam).

Sr. Vika: Kenapa dengan kamu? (Sr. Vika tidak tahu kalau sejak kecil Dika sangat mengaguminya)

Dika: Maaf suster, sebenarnya sejak kecil, sampai duduk di bangku SMA, saya sangat mengagumi  suster. Tetapi saya tidak mau memberitahu suster. Saya tidak mau keluarga kita bermasalah, hanya gara-gara saya.

Sr. Vika: (Sambil tertawa). Apaan sih kamu ini, masa sangat mengagumi saya. Toh masih banyak orang lain yang jauh lebih hebat. Udah ah, jangan ngaco, saya bahagia dengan panggilan saya sekarang, dan saya tidak menyesal dengan pilihan saya ini.

Dika: Iya suster terimakasih sudah menyadarkan saya dengan perasaan ini. Semoga suster bahagia dengan pilihan suster. Harapan saya juga, saya masih bisa berteman dengan suster sampi kapan pun. Boleh kan suster?

Sr. Vika: Iya kita tetap berteman kok. Kamu boleh minta bantuan suster, jika suster bisa bantu, maka ya dibantu suster.  

Dika:  Iya suster.

Sr. Vika: Baiklah, waktu sudah hampir pukul 10.00. Apakah kamu langsung pulang atau kamu mau ikut minum dulu di tempat suster?

Dika: Tidak usah suster, terima kasih, saya langsung pulang saja.

Sr. Vika: Ok baiklah, hati-hati ya, salam untuk keluargamu.

Dika: (Sambil menstater motornya) Ya suster, sampai jumpa di lain hari.

Sr. Vika:Melambaikan tangannya sambil tersenyum kecil.

PS:  Nama-nama dalam kisah ini hanya ilustrasi imajinatif semata. Juga kalau ada dalam cerita ini ada kesamaan nama, kejadian, dan karakter, maka semua itu hanya olah imajinasi penulis semata.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here