TANGGAL 1 Maret 2024 -tepat 53 tahun lalu- menjadi sejarah panjang bagi keberadaan STFT Widya Sasana Malang. Karena baru memulai misi ke ujung bumi. Para calon imam hingga awam yang telah menjadi alumni maupun yang saat ini sedang meniti ilmu di STFT Widya Sasana tentu saja merasakan manfaat ilmu yang dipelajari di kampus dan kemudian menerapkannya dalam hidup pastoral, komunitas dan keseharian.
Tema dies natalis STFT Widya Sasana Malang terinspirasi dari bacaan Lukas 5:1-10: “Agunglah Karya-Mu Tuhan”. Kegiatan pembukaan dies natalis dibuka dengan perayaam ekaristi meriah. Dipimpin oleh Ketua STFT Widya Sasana: Romo Prof. FX Eko Armada Riyanto CM. Misa diikuti oleh seluruh civitas academica STFT Widya Sasana Malang; baik para dosen, mahasiswa, staf, dan karyawan serta beberapa tamu undangan.
Sejarah STFT Widya Sasana Malang
Pada tanggal 1 Maret 1971, Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Widya Sasana resmi didirikan oleh para pemimpin Ordo Karmel Provinsi Indonesia dan Kongregasi Misi Provinsi Indonesia melalui pendirian sebuah Yayasan. STFT merupakan hasil penggabungan antara Seminari Tinggi Karmel Regina Apostolorum di Batu dan Seminari Tinggi Lazaris (CM) di Kediri. Pada tahun 1980, Serikat Sabda Allah Provinsi Jawa juga bergabung dalam Yayasan yang kini dikenal sebagai Yayasan Widya Sasana.
Yayasan ini disahkan melalui Akte Notaris Raden Soediono, Malang, No. 6, tanggal 3 Mei 1972, dan kemudian diperbarui beberapa kali hingga Akte Notaris Eko Handoko Widjaja SH, No. 35, tanggal 4 Juli 2002. Sejak pendiriannya, yayasan terus melakukan pembangunan fisik, peningkatan jumlah dan kualifikasi dosen, serta peningkatan status perguruan tinggi sejalan dengan peningkatan jumlah mahasiswa.
Awalnya, kampus STFT berlokasi di salah satu bagian dari bangunan Provinsialat Ordo Karmel di Jl. Talang 5 Malang. Namun, tahun 1983, kampus pindah ke lokasi baru sendiri di Jl. Terusan Rajabasa 2, Malang, yang diresmikan tanggal 25 Juli 1983. Pembangunan sarana fisik terus dilakukan; termasuk perpustakaan, ruang kuliah tambahan, ruang khusus untuk yayasan, tempat parkir, dan ruang-ruang konsultasi.
Pada tahun 2002, yayasan merencanakan tambahan gedung khusus untuk program studi Pascasarjana dan fasilitas lainnya. Pada tahun 2011, dalam peringatan 40 tahun STFT Widya Sasana, dimulailah pembangunan gedung baru yang megah dan diberkati pada tanggal 15 Mei 2014.
Seiring perkembangannya, status STFT mengalami peningkatan.
- Tanggal 23 Mei 1986, STFT Widya Sasana memperoleh status “Terdaftar” untuk Jurusan Filsafat Agama, Program Studi Filsafat Agama Kristen, jenjang program Diploma Tiga (D-III), berdasarkan Surat Keputusan Mendikbud No. 0395/0/1986, yang kemudian diperbaharui dengan SK Mendikbud No. 0477/0/1986, tanggal 16 Juli 1986 untuk jenjang program Sarjana.
- Tanggal 16 Agustus 1993, STFT Widya Sasana meraih status “Diakui” untuk jenjang program S-1 berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 49 DIKTI/Kep/1993.
Melalui penilaian mutu oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), Program Studi Sistem Informasi (SI) diakreditasi dengan nilai C pada tahun 1998, dan kemudian mendapat nilai “baik sekali” (A) tahun 2005 dan 2010.
- Tahun 2015, STFT kembali meraih nilai A dalam reakreditasi Prodi S-1.
- Tahun 2019, STFT memperoleh akreditasi institusi dengan nilai B dan re-akreditasi program S2 dengan nilai A.
- Tahun 2019 juga menandai penerimaan izin operasional program doktoral teologi.
Hingga saat ini, akreditasi S3 STFT mendapat nilai “Baik”.
Pada tahun 2024, bertambah satu Program Studi S1 yakni Prodi Teologi yang saat ini akreditasi sementaranya di bawah BAN-PT. Pengajuan sempat mengalami penundaan, ada beberapa revisi dan re-revisi, hingga lolos “Akreditasi Sementara” BAN-PT di pertengahan tahun 2023. Pada tanggal 29 Desember 2023, izin kemudian diberikan.
Tema “Agunglah Karya-Mu Tuhan” (Luk 5:1-10)
Romo Armada dalam homili menjelaskan bahwa tema dies natalis ke-53 kali ini adalah: Agunglah karya-Mu Tuhan. “Kita mengangungkan Allah di dalam karya-Nya yang agung,” ungkap Ketua STFT Widya Sasana.
Pertanyaan yang dilontarkan “Apakah bukti dari karya Agung Tuhan?” Hal tersebut dapat terlihat dari perenungan Injil Lukas 5:1-10. Makna karya Agung terletak pada saat Yesus memanggil orang-orang sederhana dan mengutus-Nya menjadi para Rasul. “Persis seperti Injil Lukas 5:1-10, itu agung, agung sekali,” ungkapnya.
Mereka hanyalah orang yang berprofesi sebagai nelayan sederhana, penjual ikan, dan biasa-biasa saja. “Apa ciri khas menjadi seorang murid?” Romo Armada melemparkan pertanyaan. Mari kita menggunakan sedikit imajinasi.
Ciri khas murid yang pertama yaitu keluwesan, lentur, atau mau berubah. “Dalam imajinasi saya, jadi, para murid dalam konteks saya, mereka mencari ikan sejak semalaman dan tidak dapat apa-apa?”
Dalam kutipan teks Lukas, Simon menjawab: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” (Luk. 5:5)
Romo Armada hendak mengkritisi teks mengenai “tidak menangkap apa-apa (absolutely nothing)”.
“Tidak mungkin tidak dapat apa-apa, pasti ada sesuatu yang diperoleh,” ungkap keheranannya.
Romo Armada membandingkan teks lainnya yang serupa ketika Yesus memberi makan ribuan orang di mana murid tidak memiliki apa-apa selain lima roti dan dua ikan. Dengan kata lain, para Rasul pasti mendapatkan sesuatu, ”Namun dalam imajinasi saya, tidak cukup untuk anak isteri.”
Romo Armada mengungkapkan mengapa imajinasi tersebut yang didahulukan. Ketika pada pagi harinya, Petrus, Andreas dan Yohanes membersihkan jala, Yesus mengajar di situ. Lalu Yesus meminta mereka menebarkan jala dan bertolak ke dalam.
“Tidak mungkin menangkap ikan di laut pada siang hari, melawan angin, menggunakan peralatan sederhana, itu sangat sulit,” ungkapnya.
Namun respon Petrus yang penuh ketaatan, ”… tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.”
Romo Armada juga mengungkapkan ketika akan memberitahukan itu kepada teman-temannya, terjadi suatu percakapan yang tidak gampang. Di sini Yesus melihat leadership seorang Petrus. Murid itu berani menyeberangi keterbatasan, berani berlelah-lelah semalam-malaman. Akhirnya, Petrus berhasil merangkul murid lain dan menegosiasikan sabda Yesus dengan baik sekali, sehingga segala sesuatu digerakkan. Maka, ciri murid Yesus yaitu lentur di hadapan Tuhan Yesus.
“Saya mengetahui kesibukan mahasiswa yang skripsi dan para dosen, punya banyak SK, tugas-tugas rangkap, sama seperti Petrus yang memiliki pekerjaan, isteri, mertua dan lain sebagainya. Tetapi di saat yang sama, mau memperbaharui diri,” ungkapnya.
Ciri khas kedua seorang murid yaitu sama seperti Petrus yang melihat karya Agung Tuhan. Ia tersungkur di hadapan Tuhan dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Romo Armada menyarankan untuk tidak bangga apabila sudah memperoleh pencapaian atau sudah selesai.
Sebaliknya, setiap orang harus tersungkur di hadapan Tuhan. Tersungkur dapat dimaknai sebagai persembahan diri. “Hidupku akan diberikan kepada Tuhan, juga keterbatasanku, sakitku yang menunjukkan ketergantungan kepada Tuhan.”
Ciri khas ketiga seorang murid adalah “Jangan takut” (non abbiate paura). Seruan yang diungkapkan Paus Yohanes Paulus II dan Paus Fransiskus pada awal Pontifikal. Diksi “tidak takut” bukan berarti sok berani. “Kalau takut, anda belajar dari mana?” tanya Romo Armada.
Dalam Inspirasi Bunda Teresa Kalkuta, Romo Armada mengutip kata-kata inspiratif demikian:
- “Jika kamu berusaha bermurah hati, tetapi orang lain menuduhmu ‘cari pujian’, tetaplah murah hati… (jangan ubah kemurahan hatimu).
- Jika kamu membangun rumah bertahun tahun, tetapi orang berkata itu bisa diruntuhkan dalam satu malam, tetaplah membangun rumah … (jangan mundur).
- Jika kamu belajar dan bekerja giat, tetapi orang lain tidak melihatmu atau memandang belajar itu tidak berguna, tetaplah belajar giat … (jangan mengurangi semangatmu).
- Jika kamu saat ini melakukan kebaikan, tetapi orang bilang tidak ada gunanya karena akan segera dilupakan di masa depan, tetaplah berbuat kebaikan …
Sebab, kelak pada akhirnya kamu tidak berhadap-hadapan dengan siapa pun selain Tuhan. Dia akan mengapresiasi apa saja yang menjadi tekad dan perbuatan baik dan tulus-mu. Tak ada yang kelewatan…” (Santa Teresa dari Kalkuta)
Selanjutnya, Romo Armada berpesan untuk kembali menjadi murid. “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” (Luk. 5:10)
Perkenalan program studi baru: S1 Teologi
Menurut historis munculnya prodi S1 Teologi terinspirasi dalam Nyepi Dosen di Auditorium Widya Sasana. STFT Widya Sasana “didesak” untuk mendirikan program studi baru. Karena kebutuhan Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Diskusi selanjutnya menjadi lebih mendalam saat berlanjut ke tema “Kontribusi STFT Widya Sasana” di bidang teologi di mana teologi sudah diberikan dalam Program Doktor (S3).
Maka dari itu, para dosen sepakat bahwa perlu ada prodi serupa di tingkat S1. Saat itu, nama program studi yang diusulkan adalah “Pendidikan Teologi Katolik”, tetapi berubah oleh karena usulan dari Jakarta sehingga menjadi “teologi”. Dalam perjalan waktu, pengajuan mengalami penundaan, revisi dan re-revisi.
Meskipun demikian, pengajuan tersebut lolos “Akreditasi Sementara” BAN-PT di pertengahan tahun 2023. Dalam perkembangan selanjutnya, pada 29 Desember 2023 izin kemudian diberikan.
Program Studi Teologi didirikan atas latar belakang ketentuan hukum pendidikan yang mengharuskannya. Institusi STFT tidak dapat diam di tempat, harus mengalami perkembangan, kemajuan demi anak-anak bangsa.
Pertanyaan selanjutnya, “Mengapa Teologi?” Karena bidang inilah yang selaras dengan visi dan misi serta raison d’être STFT Widya Sasana sejak awal. Lalu, mengapa harus melalui Kementerian Agama? Karena perihal tersebut telah diatur dalam UU No. 12 Tahun 12 tentang Pendidikan Tinggi.
Selain itu, prodi teologi sangat relevan bagi Pendidikan calon imam, pendidikan awam Katolik, dan dedikasi bidang keagamaan dan Gereja Katolik.
Sejak tahun 1971 hingga sekarang, STFT Widya Sasana telah beberapa kali mengalami perubahan nama prodi.
- Tahun 1971, Prodi “Filsafat Agama Kristen” dengan gelar SS (Sarjana Sastra). Hal ini pernah menjadi perdebatan karena Prodi Agama Kristen pada akhirnya hanya bisa mengajar Agama Katolik kala itu sehingga alumni yang mengalami kesulitan.
- Tahun 2007/2008, Prodi Magister Filsafat didirikan dengan dua konsentrasi yaitu Filsafat Teologis dan Filsafat Sistematis.
- Selanjutnya, sejak 2016/2017 nama prodi berubah menjadi “Filsafat Keilahian” karena UU No. 12 Tahun 2012.
“Dalam pertemuan di Universitas Sanata Dharma, almarhum Romo Michael Sastrapatedja SJ dan Prof. Thomas setuju dengan Prodi Filsafat Keilahian,” ungkapnya.
- Tahun 2019, Prodi Doktor Teologi telah dibuka.
- wal tahun 2024 ini Prodi S1 Teologi sebagai prodi fundamental untuk S2 dan S3 Teologi di STFT Widya Sasana Malang.
Beberapa perbedaan
Terdapat beberapa perbedaan atau ciri khas Prodi Teologi dengan Prodi Filsafat.
- Pertama, ciri khas kurikulum, di mana Prodi Teologi jelas lebih teologis, lebih pastoral, dan lebih menjawab kebutuhan perkembangan teologis.
- Kedua, satu mata kuliah filsafat dikurangi atau mengalami integrasi dalam mata kuliah lain.
- Ketiga, lulusan (alumni) dapat mengabdi sesuai hukum dalam ranah bidang keagamaan, birokrasi pemerintahan terkait agama dan kebutuhan Gereja. Dari sudut akreditasi, karir studi lanjut, dan sistem lainnya tidak terdapat perbedaan. Namun, terdapat perbedaan aksentuasi dari kurikulum.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memulai prodi teologi tahun akademik 2024/2025. Program Studi Teologi dapat melakukan pengembangan kelembagaan sehingga akan terjadi penataan kelembagaan. Yang dapat menjadi mahasiswa prodi teologi antara lain para calon imam, religius, suster, bruder, frater dan para awam.
Cara yang dapat dilakukan untuk memilih calon mahasiswa antara lain: Kaprodi akan mempromosikan, menganjurkan, dan mengusulkan kepada mahasiwa, pimpinan rumah studi, dan pimpinan tarekat. Baru selanjutnya akan direalisasikan melalui tim ad hoc.
Selain STFT Widya Sasana, ada dua kampus lainnya yang memiliki Prodi Teologi yaitu STF Driyarkara Jakarta dan STFT Pineleng Manado. Namun, khusus untuk Prodi Doktoral Teologi, hanya ada satu-satunya di STFT Widya Sasana Malang. “Saat nyepi dosen di Lawang, saya dicecar oleh banyak pertanyaan tentang doktor teologi,” ungkap Romo Armada.
Meskipun, di sana sini terdapat banyak pertanyaan, tapi pada akhirnya Prodi Doktoral berhasil didirikan. Romo Armada mengatakan bahwa ada semacam kerinduan dari Prodi Doktoral Teologi perempuan, “Berilah sentuhan teologi feminis di Indonesia”.
Itulah salah satu alasan mengapa dalam sesi pemotongan tumpeng, Romo Armada memberikan kepada perwakilan mahasiswi STFT Widya Sasana: Sr. Maria Sanci PRR.