Dijodohkan Ortu

0
241 views
Ilustrasi: Cincin nikah.

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Senin, 1 November 2021.

Tema: Jalan Salib.

  • Why. 7: 2-4, 9-14.
  • 1 Yoh 3: 1-3.
  • Mat 5: 1-12a.

MENCINTAI itu menyakitkan. Tapi itulah jalan kekudusan.

Cinta itu mendorong orang melepaskan dirinya sendiri menuju kebersamaan dengan  yang lain. Bahkan merelakan kepentingan dirinya sendiri tak terhampiri.

Ia mesti keluar dari “aku”nya sendiri untuk lebih belajar, makin mengerti, lebih berani belajar memahami tanpa henti. Kendati lelah dan gagal.

Ada sesuatu di luar dirinya yang “berarti”.

Cinta itu menyadarkan. Dirimu tiada arti tanpa yang lain. Cinta itu bukan hanya sebatas rasa tapi sebuah pilihan dan kesediaan mengambil risiko. A brave heart.

Inilah jalan cinta. Jalan pengurbanan. Ketulusan mencintai dan memanggulnya dengan sukacita.

“Mo, saya mohon intensi.”

Saya mau mohon kepada Tuhan. Ada sebuah masalah keluarga, supaya dapat diatasi dengan baik. Kendati kadang masih ada sedikit kepedihan.

“Boleh sedikit syering?”

“Silakan kalau itu melegakanmu,” kataku.

Begini Romo. Perkawinan kami dijodohkan oleh orangtua. Sebagai anak, saya percaya kepada orangtua itulah jalan yang terbaik.

Saya sudah punya pilihan tersendiri. Tapi menurut orangtua itu kurang baik.

Saya sudah mencoba menjelaskan ke papa mama. Tetapi akhirnya saya harus memilih bakti kepada orangtua. Kami pun bisa berpisah. Dia menerima. Kami masih bersaudara jauh.

Perkawinan berjalan seperti biasa. Kami hanya sempat berkenalan sekitar setengah tahun.

Kami berusaha saling memahami, saling mendengarkan. Di banyak hal, saya hanya  mendengar. Saya percaya bahwa orangtua pun nanti akan membantu. Kebetulan calon mertua akrab dan baik pada mama.

Dari pihak keluarganya cukup dikenal dan dan sosial.

Dari segi materi kami tidak kekurangan, walau harus bekerja keras dan teliti.

Singkat kata, setelah kami punya anak tiga dan perkawinan berjalan sekitar 16 tahun mulailah ada keributan di antara kami. Pada awalnya saya lebih banyak diam, tetapi lama-lama juga tidak tahan. Keributan pun semakin membesar.

Saya kadang terpancing emosi dan keributan lebih besar lagi.

Orangtua dan mertua saya menyarankan untuk lebih membiarkan apa yang ingin ia perbuat. Saya cukup mengurusi anak-anak dan dan toko.

Awalnya, toko punya mertua. Sudah diserahkan kepada kami. Dulu tokonya kecil dan sederhana.  Karena saya ulet, kini toko menjadi besar dan sedikit seperti distributor kecil. Cukup untuk keluarga dan bekal anak-anakku nanti.

Saya merasa capai dan lelah. Ya, mengurus toko dan memperhatikan anak-anak.  Syukurnya keduanya dapat diatasi. Namun perhatian saya kepada suami kadang-kadang kurang.

Saya sendiri lelah.

Awalnya suami bisa mengerti tetapi lama-lama menunjukkan temperamen aslinya.

Ia “anak mama”, manja, semua harus dilayani, disiapkan, seakan-akan menjadi raja kecil dalam keluarga.

Tidak bisa dibantah omongannya. Kalau sudah mau, harus dipenuhi tanpa alasan.

Ia tidak mau mengurus toko. Sibuk dengan dirinya sendiri.  Kalau ditanya, adanya marah. Saya lama-lama mulai jengkel dan akhirnya kami pun jarang berkomunikasi.

Kami tidur di kamar masing-masing.

Ada suasana perang dingin. Anak-anak menjadi jembatan kami. Anak-anak mulai mengerti perbedaan di antara kami. Yang saya syukuri, mereka mau menemani saya di toko. Bahkan senang bila disuruh mengambil barang yang diminta konsumen.

Begitu romo. Saya minta intensi,” keluh seorang ibu.

Hari ini, kita merayakan Semua Orang Kudus.

Bukan berarti mereka tanpa pergulatan pribadi. Bahkan penderitaan.

Mereka terpesona dan membiarkan diri “diubah dan ditangkap” oleh kuasa Allah menjadi milik-Nya.

Mereka mempersembahkan hidupnya secara total tanpa ragu. Beberapa dari mereka menderita bahkan darahnya ditumpahkan.

Mereka percaya ada kemuliaan kasih dan sukacita surgawi di balik salib-salib kehidupan mereka.

Mereka membiarkan diri dibimbing oleh Roh di jalan kasih. Dengan keyakinan yang berkobar-kobar, mereka memandang keindahan hidup dibalik cinta dan pengorbanan.

Bersukacita atas Injil kehidupan lewat baptisan air dan darah mereka.

Tuhan, ajari kami menghidupi injil-Mu. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here