Dilema Sekolah Katolik: Ortu tak Mampu Bayar SPP Anak

0
160 views
Reksa rohani oleh imam bagi para penghuni Asrama Bintang Kejora di Kota Ketapang, Kalbar. Asrama pembinaan dan pendidikan ini diampu oleh Kongregasi Suster-suster Santo Agustinus dari Kerahiman Allah atau OSA. Mayoritas murid SMK Santo Petrus Ketapang tinggal di asrama ini. (OSA)

KISAH sedih dan mengharukan macam ini sudah dan akan sering kali terjadi. Selalu saja bisa menimpa sekolah-sekolah Katolik di wilayah pedesaan. Baik di Jawa dan apalagi di wilayah luar Pulau Jawa.

Masalahnya demikian. Ada sejumlah murid Katolik bersekolah di sekolah Katolik milik keuskupan atau tarekat religius. Namun, orangtua mereka sungguh tidak mampu membayar lunas SPP.

Dilematis, padahal saling membutuhkan. Sekolah sangat membutuhkan banyak murid. Sementara, orangtua murid malah tak sanggup menyediakan sumber dana. Untuk membayar SPP secara lunas. Juga biaya-biaya lainnya. Yang akhirnya dibuat “menderita” dalam hal ini adalah yayasan pendidikan di mana sekolah-sekolah itu bernaung.

Situasi macam ini benar-benar sangat dilematis. Dirasakan oleh banyak Yayasan Pendidikan Katolik yang secara hukum kelembagaan memang harus menaungi sekolah-sekolah Katolik “minus”. Disertai dengan pengalaman kisah trenyuh perihal kondisi orangtua murid seperti itu.

Padahal, kita semua sangat sadar dan tahu benar bahwa keberadaan para murid Katolik itu juga sangat esensial dan penting bagi keberadaan sekolah dan kelangsungan yayasan itu sendiri. Semua pihak saling “mengandaikan” keberadaannnya. Juga saling tergantung satu sama lain.

Sekolah butuh murid. Yayasan berkepentingan merawat dan menjaga keberadaan sekolah-sekolah di bawah naungannya. Agar operasionalnya tetap bisa berjalan. Murid-murid pun juga butuh sekolah. Dan sekolah-sekolah pun juga butuh murid-murid untuk nantinya bisa menjadi gerbong “pasukan pemasok” (feeding) murid bagi sekolah tingkat lanjutannya.

Ilustrasi: Anak-anak Dayak di wilayah pedalaman Paroki Sepotonng Keuskupan Ketapang, Kalbar, bergembira menyambut kedatangan Uskup Mgr. Pius Riana Prapdi, Sesawi.Net, dan AsiaNews.It yang di bulan Desember 2016 datang mengunjungi stasi terpencil di Paroki Sepotong, Kabupaten Ketapang. (Mathias Hariyadi)
Sembari kuliah prodi pendidikan, Siau Ing kini berprofesi menjadi seorang guru SD. Ia tengah mengajar murid di wilayah pedalaman Botong dari mana dia berasal di Kabupaten Ketapang, Kalbar. (Siau Ing)

Merawat iman kristiani

Sering muncul semacam komplen di kalangan umat dan gereja parokial. Bagaimana ini? Sekolah-sekolah Katolik kok dikesankan semakin hari malah semakin kehilangan “daya tariknya” sehingga banyak umat Katolik sendiri lalu memilih sekolah-sekolah non Katolik (baca: negeri) bagi anak-anak mereka.

Jadinya, serba susah memang. Sekolah-sekolah negeri kian bersolek menjadi lebih “mentereng”. Terjadi demikian, karena lembaga pendidikan non swasta ini menerima banyak program bantuan dari pemerintah. Sehingga kinerja penampilan fisik dan semua fasilitas penunjangnya juga menjadi semakin “ciamik” saja.

Ini tentu saja menjadi daya tarik tersendiri, selain bahwa sekolah-sekolah negeri juga sering menggratiskan biaya pendidikan. Nah, persis di sinilah orangtua Katolik mengalami dilema besar. Kirim anak ke sekolah negeri sudah pasti banyak “keuntungannya”. Namun merawat iman kristiani anak belum tentu mendapat jaminan di sekolah-sekolah negeri ini.

Ilustrasi: Para murid sekolah-sekolah Yayasan Kanisius Cabang Surakarta ikuti perayaan ekaristi penutupan Tahun Ajaran 2023-2024 di Gereja Santo Antonius Padua Paroki Purbayan, Solo. (FX Juli Pramana)

Dilema sekolah Katolik

Sekolah-sekolah Katolik mengalami dilema besar. Bahkan di Jawa saja, sekolah-sekolah Katolik unggulan di masa silam mulai berguguran. Tidak punya murid. Banyak murid sudah sejak lama lebih suka “lari” ke sekolah-sekolah negeri. Dengan berbagai alasan dan motivasi.

Kini, semakin banyak orangtua Katolik pun lebih mengutamakan anak-anak mereka bersekolah di lembaga pendidikan negeri daripada sekolah milik lembaga gerejani atau tarekat religius.

Kalau kita bicara tentang pentingnya reksa pastoral untuk merawat iman kristiani anak-anak, sudah barang tentu sekolah-sekolah Katolik ini tetap saja menjadi opsi terbaik untuk misi ini.

Selain guru berpeluang bisa merawat iman kristiani para siswa-siswi Katolik di sekolahnya, keberadaan para murid Katolik ini tentunya menjadi modal penting bagi pendidikan lanjutannya. Bagaimana pun, para murid ini nantinya akan menjadi “pemasok” siswa-siswa bagi jenjang pendidikan lanjut.

Ilustrasi: Seorang Suster OSA di Ketapang, Kalbar, yang menjadi guru PAUD tengah mengajar murid-muridnya. (Sr.Ludovika OSA)
Ilustrasi: Suster ADM mengajar di kelas. (ist)

Ortu tak mampu bayar lunas SPP bulanan

Tapi masalah krusial kemudian muncul. Yakni, kemampuan ekonomi keluarga sangat tidak memadai. Tak mampu bayar lunas SPP bulanan.

Kasus ini terjadi di Sekolah TK & SD Kanisius di Sumber, Muntilan – kawasan udik di wilayah lereng barat-utara Gunung Merapi. Seperti diutarakan kepada Sesawi.Net oleh Sr. M. Immacullatien AK (pamong sekolah). Juga oleh Bu Sisil dan Bu Tutik, masing-masing dalam kapasitas mereka sebagai Kepsek TK dan SD Kanisius Sumber Muntilan.

Sekolah TK dan SD Kanisius Sumber, Muntilan, Kabupaten Magelang, Jateng: bangunan sekolah boleh saja kokoh dan bagus. Namun kondisi kemampuan keuangan para orangtua muridnya belum tentu mencukupi. Mayoritas murid di kedua sekolah Katolik ini berasal dari keluarga petani atau buruh tani yang punya tanggungan biaya pendidikan beberapa anak. (TK-SD Kanisius Sumber, Muntilan via Sr. M. Immacullatien AK)
Kegiatan para murid TK dan SD Kanisius Sumber, Muntilan, Kabupaten Magelang, Jateng. (via Sr. M. Immacullatien AK)

Hal sama juga terjadi “menimpa” sejumlah murid SMK Santo Agustinus Ketapang, Kalbar

Banyak murid berasal dari pedalaman. Menurut Sr. Rita OSA selaku Kepsek SMK St. Petrus Ketapang, sejumlah murid di sekolahnya sama sekali tidak mampu membayar lunas SPP bulanan. Lantaran kondisi ekonomi orangtua mereka yang sungguh kurang mendukung.

Kondisi darurat ini semakin pahit lagi, kalau harus juga menghitung ongkos biaya hidup anak-anak mereka yang bersekolah di “pusat” kota.

Banyak murid-murid berasal dari wilayah pedalaman. Taruhlah itu seperti Menyumbung, Randau, Sepotong, Air Dua, Manjau, Manis Mata, dan Kendawangan. Maka tak ada pilihan lagi bagi mereka: kalau ingin sekolah tingkat SMP atau SMA, mereka harus pergi ke “pusat kota”, Itu karena di desanya sering kali tak ada SMP dan apalagi SMA atau SMK.

Kalau bersekolah di “kota”, mereka ini mau tak mau harus siapkan dana tambahan untuk bayar uang kos. Kadang menjadi lebih nyaman dan terjamin, kalau memilih hidup tinggal di asrama. Di Ketapang, Kalbar, ada asrama pendidikan binaan para biarawati Kongregasi Suster-suster Santo Agustinus dari Kerahiman Allah (OSA). Namanya Asrama Bintang Kejora.

SMK Santo Petrus di Ketapang, Kalbar, ini merupakan karya kerasulan pendidikan yang diampu oleh Kongregasi Suster-suster Santo Agustinus dari Kerahiman Allah (OSA).
Penampakan bangunan sekolah, kegiatan murid dan reksa rohani bagi para penghuni asrama Bintang Kejora Ketapang. (Ist)
Ilustrasi: Beginilah pemandangan umum di kawasan udik pedalaman Keuskupan Ketapang, Kalbar. Jalan jadi sangat licin ketika usai diguyur hujan. Debu tebal segera berterbangan layak kabut di jalanan. Inilah kisah pengalaman perjalanan dua imam Jesuit dari Jakarta menuju Paroki Botong di wilayah pedalaman Kabupaten Ketapang. (Romo Dr FX Baskarta T. Wardaya SJ)
Dua suster biarawati asal Vietnam dan Spanyol bersama anak-anak Katolik di wilayah pedalaman Kendawagan, Kabupaten Ketapang, Kalbar. (Mathias Hariyadi)

Selain Kendawangan sejauh kurang lebih 80 km dari “pusat kota” Kabupaten Ketapang, lokasi daerah-daerah asal para murid SMK St. Agustinus Ketapang ini sungguh luar biasa jauhnya. Mencapai tempat-tempat terpencil di wilayah pedalaman Ketapang ini butuh waktu 7-10 jam perjalanan. Dengan moda transportasi berbeda: mobil 4×4 WD dan sampan motor. Karena sejumlah lokasi hanya bisa dicapai melalui aliran sungai.

Ilustrasi: Uskup Keuskupan Ketapang Mgr. Pius Riana Prapdi berkopiah khas Dayak menyusuri Sungai Laur dalam perjalanan pastoral turne bersama Sesawi.Net dan Titch TV, akhir Desember 2016. (Royani Ping)

Data yang disampaikan kepada Sesawi.Net oleh Sr. Lucia OSA dan Sr. Rita OSA selaku Kepsek SMK St. Agustinus menunjukkan, sejumlah murid tidak mampu melunasi kewajiban bayar SPP bulanan dengan rentang besaran nilai antara Rp 250-300 ribu per bulan.

Yayasan Karsa Cipta Asa (YKCA).

Mari semangat kita ulurkan tangan untuk membantu mereka

Mau tak mau, hati kita jadi tersentuh dan tergerak. Ingin melakukan sesuatu yang baik dan mulia. Yakni, membantu para murid TK-SD Kanisius Sumber Muntilan dan SMK St. Petrus Ketapang agar tetap bisa sekolah dengan “tenang”.

Mari kita memfasilitasi para orangtua murid tersebut. Karena kondisi hidup keseharian mereka yang memang serba susah dan berkekurangan, maka sejumput donasi kita pasti akan meringankan beban mereka. Juga akan bisa membuat kinerja keuangan sekolah dan yayasan juga tetap baik dan sehat.

Mari sisihkan uang jajan kita untuk disumbangkan untuk para murid Katolik yang membutuhkan uluran dana amal kasih kita ini.

Masih terjadi tunggakan pembayan lunas SPP kurun masa Tahun Ajaran 2023-2024. (Ist)
Gambaran empat murid TK Kanisius Sumber Muntilan yang mengalami kendala orangtua mereka tidak mampu membayar SPP secara lunas. Akibatnya setiap bulan terjadi tunggakan bayar. (Ist)
Pengajuan beasiswa amal kasih untuk program bantuan pendidikan bagi 10 murid SD Kanisius Sumber Muntilan untuk Tahun Ajaran 2024-2025. (Ist)
Permohonan bantuan beasiswa untuk 10 murid SMK Santo Petrus Ketapang, Kalbar, sebagaimana disampaian oleh Sr. Lucia OSA dan Sr. Rita OSA. (SMK St. Petrus Ketapang)

Prakarsa kebaikan

Kalau mau melihat perincian kebutuhan dana amal kasih bantuan beasiswa pendidikan sebagai berikut:

  • Pembayaran tunggakan dua murid TK Kanisius Sumber Muntilan di lereng Gunung Merapi selama setahun TA 2023-2024: Rp 1.058.00,00.
  • 4 murid TK Kanisius Sumber Muntilan di lereng Gunung Merapi: Rp 286.000,00/bulan
  • 10 murid SD Kanisius Sumber Muntilan di lereng Gunung Merapi: Rp 1.021.000,00/bulan.
  • 10 murid SMK St. Agustinus Ketapang, Kalbar: Rp 2.700.000,00/bulan

Total kebutuhan dana amal kasih di luar pelunasan tunggakan sebesar Rp 4.007.000,00/bulan.

Ini sebuah prakarsa melaksanakan karya misi kebaikan. Demi masa depan murid-murid tersebut. Dengan menyalurkannya ke:

  • Program Pintu Depan Yayasan Karsa Cipta Asa (YCKA).
  • Bank Mandiri: Norek 102-00-105-1020-1.
  • Atas nama: Yayasan Karsa Cipta Asa.
  • Subjek: Beasiswa.
  • Narahubung: 0812-1214-8336 (Mathias Hariyadi).

Atas kebaikan dan kemurahan hati anda sekalian, kami ingin mengucapkan banyak terimakasih.

Gratia supplet. Semoga rahmat Tuhan sendiri yang akan menggenapinya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here