ADUH, hujan mulai turun. Tak bawa payung. Tempat berteduh masih agak jauh di depan. Maka, sepeda dikayuh sedikit cepat untuk mencari emperan bangunan kosong untuk berteduh.
Tapi, saat hujan terus mendera, tanpa payung atau jas hujan, sulit untuk segera meneruskan langkah pulang.
Kehujanan pasti menggerogoti ketahanan tubuh. Tampias air membuat pakaian basah dan membawa rasa dingin yang menggigit tulang. Dan menunggu hujan lebih lama sering mengundang risiko keselamatan.
Saat harapan dan semangat mulai pupus, terdengar suara lembut, “Mas, mantol ini boleh dipakai. Boleh dikembalikan kapan saja, kalau kebetulan lewat daerah ini. Rumah saya persis di perempatan sebelah timur.”
Ucapan terima kasih atas kebaikan yang diterima.
Tapi, saat hujan deras melanda hidup, problema datang silih berganti, bahkan tanpa henti, seolah tak mudah mencari tempat mengungsi. Saat menanti-nanti pertolongan, nampaknya tiada uluran tangan yang mudah di raih.
Saat, berjalan meneruskan hidup, yang dirasa cuma deraan hujan dan angin. Tak sadar akan sebuah payung yang melindungi dan jas hujan menutupi. Sementara yang memayungi membiarkan diri diterpa badai tak henti.
Ampuni aku. Miserere mei.
24.04.2020. bm-1982