DISRUPSI dan lahirnya kreasi-kreasi inovatif itu terpicu oleh hadirnya teknologi modern berbasis nirkabel dan komunikasi jarak jauh yang sifatnya virtual.
Jejajah bisnis untuk memasarkan produk-produk jasa berbasis serba virtual dan nirkabel itu sudah diinisiasi dan serius dilakoni sebagai ujian menantang, namun juga telah membuahkan kreatifitas yang membumi dan inovatif.
Berikut ini berbagi kisah dari para pelaku industri bisnis kreatif:
- Putri Sudali – Marketing & Sales Director Bali United: Disrupsi Sepakbola
Sepakbola selama ini selalu identik olahraga khas lelaki. Namun, Putri Sudali kini mampu membalik kesan itu, karena sebagai perempuan muda ia justru berbisnis dari olahraga lari-lari kejar bola di lapangan rumput ini. Hanya saja yang dikerjakan Putri bukan lagi “merumput” di lapangan hijau, melainkan panggung baru itu terjadi di layar virtual.
Disrupsi di dunia sepak bola lebih terjadi pada disrupsi teknologi penyampaian informasi melalui medsos. “Karena itu, melalui medsos itulah, saya mendapatkan wahana untuk mendekatkan diri dengan para penggemar bola,” paparnya.
- Edward Killian – Chief Sales and Marketing Officer Elevenia: Disrupsi e-commerce
Semua itu berangkat dari pengalaman pribadi bagaimana platform e-commerce bisa memberi penghasilan tambahan. Karena itu, sejak tahun 2011, ia terjun masuk menggumuli industri bisnis e-commerce.
Yang dialami adalah babak baru dalam bisnis jual-beli di mana pedagang tidak lagi butuh ruang atau toko untuk ekspose dagangannya, sementara pembeli juga tidak perlu datang ke “toko” dan punya opsi pilihan barang beragam.
“Disrupsi ini telah mengubah cara masyarakat berdagang dan membeli,” paparnya.
- Edy Sulistyo – CEO Loket.com: Disrupsi ticketing
Dulu orang mesti berangkat lebih awal dan harus rela mengantri pula untuk bisa mendapatkan tiket sesuai keinginannya. Kalau nonton pertunjukan, maka harus dapat tiket di baris depan; sebaliknya kalau nonton bioskop, maka jangan pernah dapatkan tiket di bangku baris depan.
Dengan platform jualan tiket pertunjukan, maka sekarang semua orang bisa “melongok” kapasitas ruangan pertunjukan dan bisa pula memilih posisi duduk di kursi mana sesuai keinginannya. Edy melalui Loket.com melirik peluang tersebut.
“Kadang munculnya problem itu malah memacu orang untuk berkreasi mencari solusinya,” paparnya menjawab giringan pertanyaan MC.
- Yoel Sumitro – VP Product Design Bukalapak: Disrupsi user experience
Setelah malang-melintang di Amerika, Jerman, Singapura, maka mulai tahun 2018 ia berlabuh di Bukalapak dengan memimpin 140 UX designers dan researchers untuk membuat produk digital inovatif.
Sekarang, berbelanja barang tidak lagi harus datang ke toko atau super market, cukup sudah “mengintip” penampakan dan spek barang tersebut melalui layar HP atau lainnya. Serba cepat, ringkas, efisien hemat waktu dan transpor. Kalau mau, tinggal klik, maka barang akan sampai di rumah.
- Gemma Ivana Miranda – Founder Apiary Coworking Space: Disrupsi co-working space
Zaman sekarang, apakah masih perlu kantor dengan spek keluasan dan fasilitas tertentu? Banyak orang modern kini malah sudah meninggalkan kantor berformat lama: bangunan gedung, ruangan luas.
Sekarang, kantor sudah mulai berkonsep “bisa mana saja”, cukup ruangan dengan luas 2x3m asal dengan jaringan WiFi bagus, berpendingin udara, dan nyaman maka cukup sudah seorang eksekutif bisa “ngantor”. Yang pasti, jangan lupa pegang HP pintar. Itu saja.
Dan ‘ngantor” pun sekarang ini juga bisa di rumah sendiri. Gemma malah menyediakan fasilitas ruangan sharing dengan orang lain agar bisa “ngantor bersama” sembari saling kenal. (Berlanjut)
