Renungan Harian
Kamis, 16 Juni 2022
Bacaan I: Sir. 48: 1-14
Injil: Mat. 6: 7-15
BEBERAPA tahun yang lalu, dalam sebuah pertemuan lingkungan terjadi suasana yang tidak enak. Seorang ibu marah dan langsung pulang, padahal pertemuan lingkungan baru terjadi.
Saya bisa mengerti bahwa ibu itu marah dan pulang, karena ibu itu merasa dipermalukan di depan semua umat yang ikut pertemuan itu.
Kejadian itu bermula ketika pertemuan lingkungan akan dimulai. Ketua lingkungan menawarkan kepada umat yang hadir, siapa yang bersedia memimpin doa pembuka. Semua diam tidak ada yang memberi tanggapan.
Lalu ada seorang ibu yang menawarkan diri untuk memimpin doa, tetapi ketua lingkungan meminta selain ibu itu. Karena tampaknya ibu itu sudah amat sering memimpin doa. Ketua lingkungan meminta seorang ibu untuk memimpin dan dengan bujukan ketua lingkungan akhirnya ibu itu memimpin doa.
Ibu itu berdoa dengan kata-kata yang sederhana dan singkat, seingat saya ibu itu berdoa mengucap syukur atas berkat Tuhan sehingga bisa berkumpul dan mohon berkat untuk pertemuan.
Selesai berdoa, ibu yang tadi menawarkan diri untuk berdoa berkomentar bahwa doa dari ibu yang memimpin tadi jelek. Kata-kata dalam doanya tidak indah dan terlalu singkat seperti doa anak kecil yang baru belajar berdoa.
Ibu itu juga mengatakan kalau tidak bisa lebih baik tidak usah memimpin.
Ibu yang memimpin doa itu tersinggung dan mengatakan bahwa dirinya juga tidak meminta untuk memimpin dan saat ditawari sudah menolak. Ibu itu juga mengatakan bahwa dia hanya bisa berkata seperti itu.
Masih menurut ibu itu, doanya singkat karena Tuhan sudah tahu apa yang kita minta. Ibu itu menegaskan bahwa setiap hari dia berdoa dengan cara seperti itu, meski demikian ibu itu merasa bahwa doanya didengarkan Tuhan dan banyak permohonan yang dikabulkan.
Ibu yang menegur tadi malah mengatakan bahwa ibu itu tidak menunjukkan sebagai orang Katolik yang baik karena tidak bisa berdoa.
Saat saya mencoba menengahi, ibu yang memimpin doa itu sudah langsung pergi karena merasa malu.
Suasana pertemuan menjadi tidak nyaman. Saya kemudian mengajak umat yang hadir untuk berbagi pengalaman tentang doa pribadi. Hampir semua mengatakan bahwa tidak bisa berdoa dan tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata indah pun juga tidak bisa doa yang panjang.
Mereka mengatakan bahwa dalam berdoa mereka menggunakan kata-kata sendiri bicara seperti kepada bapaknya.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini, Tuhan mengajarkan berdoa. Doa yang sederhana tetapi penuh iman. “Jadi janganlah kalian seperti mereka. Karena Bapamu tahu apa yang kalian perlukan, sebelum kalian minta kepada-Nya.”