BILA mata tidak terhambat, orang menjadi melihat.
Bila telinga tidak terhambat, orang menjadi mendengar.
Bila hati tidak terhambat, orang menjadi bijaksana, gembira, dan gembira.
Kemungkinan besar Anda pernah mendengar keluhan orang seperti ini: “Duh, aku tidak bisa khusuk berdoa. Rasanya hambar dan membosankan”.
Itu pengalaman riil orang beriman.
Terus-terang, saya pribadi juga pernah dan bahkan berulang kali mengalaminya. Doa yang diistilahkan oleh penulisnya sebagai ‘doa dari leher keatas’.
Nah, ini yang coba dijawab oleh buku ini dengan tawaran berbagai metode berdoa yang sensual.
Kok sensual?
Lalu, kenapa namanya agak nyeleneh?
Kata sensual saat sekarang condong direkatkan dengan daya pikat seorang terhadap lawan jenisnya, lebih mengarah ke aura kuat seksualitas. Bukan itu maksud sang penulisnya.
Romo Alex Dirdjo SJ yang telah puluhan tahun mengabdikan hidupnya dalam pembinaan keimanan terutama para imam muda malah ingin mendefinisikan bahwa seseorang disebut sensual jika indranya tidak “terhambat”.
Buku ini dikemas ringkas, ringan tapi padat isi.
Yesus pun sangat sensual
Pada awalnya, kita diajak melihat bahwaYesus sendi ri merupakan pribadi yang sensual. Seringkali ditemui dalam Kitab Suci, cara Yesus mengundang para pengikutnya terutama para rasul yang berada di dekat-Nya untuk m embuka dan menggunakan indra mereka.
Selanjutnya bagian terbesar buku ini memaparkan berbagai metode doa dengan tubuh dan indra kita. Umumnya, orang berdoa dengan cara yang dikenalnya sejak kecil.
Padahal menurut Romo Alex, iman itu seperti cinta, ungkapannya bisa kaya warna dan horizonnya bisa lebih luas.
Dengan indra ragawi
Maka doa bisa dilakukan dengan tubuh, napas, membaca, menulis, mengenakan indra batin dan afektif dari hati. Doa juga bisa menggunakan cara klasik seperti Lectio Divina dan Meditasi Ignasian. Masing-masing metode tersebut diuraikan dengan ringkas, tak bertele-tele, dilengkapi penjelasan, berbagai cara yang memungkinkan serta contoh aktual yang bisa diterapkan.
Isi buku kecil yang hanya 75 halaman bujur sangkar ini sungguh jauh melebihi kemungilannya. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Kanisius Yogyakarta, tahun penerbitan 2011.
Dengan berbagai metode yang disajikan, semoga doa kita menjadi muncul dari hati, tidak sekedar dari leher ke atas lagi.
Photo credit: Royani Lim