Seorang ibu di salah satu kabupaten di Pulau Dewata, sibuk mencarikan anak gadisnya obat pelangsing. Ibu ini ingin agar putrinya memiliki tubuh yang ramping karena dalam waktu beberapa bulan terakhir, tiba-tiba tubuh putri kesayangannya menjadi lebih montok.
Namun sayangnya, setelah beberapa kali anak ini diminta minum obat pelangsing dan juga berdiet, si anak tak kunjung menunjukkan perubahan bentuk fisik ke arah yang lebih kurus, tetapi justru tubuhnya makin gemuk.
Karena dianggap sebagai sesuatu yang janggal, ibu ini pun akhirnya memutuskan untuk memeriksakan ke dokter, putri kesayangannya itu yang masih duduk di bangku sekolah. Betapa kagetnya, ternyata kegemukan yang terjadi pada anaknya disebabkan karena ia telah mengandung beberapa bulan.
Gadis kecil itu juga tidak mau bercerita siapa yang telah merenggut kegadisannya dan berbuah pada kehamilan. Sederet pertanyaan keluar dari ibunya, sedikitpun gadis ini tak menjawab.
Kisah nyata tersebut, menjadi salah satu pengalaman yang ditemui oleh psikiater dr Anak Ayu Sri Wahyuni SpKJ di tempat praktiknya. Ibu tersebut akhirnya mengajak buah hatinya untuk berkonsultasi pada psikiater agar bisa lebih terbuka.
Menurut Ayu Sri Wahyuni, masih banyak lagi pengalaman unik yang ditemuinya selama membuka praktik layanan konsultasi kejiwaan tidak jauh dari pusat Kota Denpasar.
“Jangan heran jika anak-anak zaman sekarang, terlihat autis dan menjadi lebih sedikit bicara pada orang tua dan masyarakat lingkungan sekitarnya. Hal itu karena anak-anak sejak dini tidak dilatih untuk mengungkapkan pendapat dan didengar pembicaraannya,” kata mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak Provinsi Bali itu.
Para orang tua di era globalisasi, seakan semakin disibukkan dengan rutinitas mencari pemenuhan kebutuhan ekonomi sehingga tak punya cukup waktu untuk bercengkrama dengan putra-putrinya.
“Lantunan dongeng sebelum tidur yang kerap dilakoni para orang tua kita di zaman dulu, kini sangat sedikit yang dipraktikkan. Anak-anak saat ini, seakan sudah dininabobokan oleh beragam tayangan televisi,” ujarnya.
Keberadaan televisi dan alat komunikasi lainnya berdampak besar terhadap kebiasaan anak-anak yang semakin tidak akrab dengan orang tuanya, di tengah kebiasaan mendongeng yang semakin ditinggalkan.
Padahal dari dongeng itu, kata Sri Wahyuni dapat membangun komunikasi dua arah dan membangun kedekatan orang tua dengan anak. Dengan dongeng, buah hati sejak dini dapat belajar berbicara mengungkapkan pendapat dan pendapatnya itu didengar.
“Dengan dongeng, secara psikologis anak akan merasa diperhatikan, disayangi, dan sekaligus dijaga. Mimik orang tua saat mendongeng dan tanya jawab yang terlontar ketika mendongeng akan meninggalkan kesan kehangatan dan perlindungan pada anak,” katanya.
Ibaratnya seperti menabung, pesan moral yang sedikit-sedikit tertanam sejak usia dini melalui dongeng, akan menjadi bermanfaat besar dalam pembentukan karakter anak ketika dewasa.
Ia mencontohkan maraknya aksi geng motor, perkelahian antarpelajar, kekerasan seksual, hingga penyalahgunaan zat adiktif, hal itu karena anak-anak zaman sekarang kurang merasa ada yang memberikan perlindungan dan penghargaan. Sehingga mereka mencari pelarian pada perilaku-perilaku negatif.