PADA tanggal 25 Januari 2023 baru saja berlangsung acara seminar nasional bertema ” “Menghidupkan Dokumen Abu Dhabi dalam Persaudaraan Sejati untuk Dialog Karya dan Bekerjasama dalam Gerakan Mengatasi Masalah Kemanusiaan.” Dibesut dan digelar di Unika Atma Jakarta dengan menghadirkan setidaknya sembilan tokoh pemuka agama dan ratusan peserta dari kalangan mahasiswa, LSM, politisi, akademia, dan lainnya.
Berikut ini catatan menarik yang disampaikan oleh Dr. Paulus Tasik Galle saat diwawancarai oleh AsiaNews.it dan Sesawi.Net menyikapi kegiatan lintas iman yang berujung pada lahirnya “Deklarasi Atma Jaya” tersebut.
Dr. Paulus Tasik Galle adalah alumnus Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Ia berhasil menyelesaikan program pendidikan S-2 tingkat master di Herzoglisches Georgianum atau The Ducal Georgianum, Collegium Georgianum, Jerman.
Ia berhasil menyelesaikan studi program doktoralnya di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah dengan disertai tentang pemikiran teolog Hans Küng dengan mengacu pada bukunya Der Islam. Geschichte, Gegenwart, Zukunft (Islam: Kemarin, Hari Ini, Besok).
Etik global menjadi kata kunci Hans Küng dalam memahami titik jumpa dan dasar praksis dialog antar agama.
Penelitianya bertujuan untuk menelaah dan mendalami bagaimana konstruksi pemikiran Hans Küng tentang dialog Kristen c.q. Katolik dengan Islam untuk mewujudkan apa yang disebut perspektif perdamaian dunia. Juga ingin menggali relevansinya untuk konteks Indonesia.
Mengacu pada pemikiran Hans Küng, demikian Paulus Tasik Galle, budaya dialog adalah jalan terbaik membuka perjumpaan, ruang penyelesaian persoalan, dan membangun kerjasama Katolik dengan Islam.
Katolik perlu banyak mengenal dan belajar tentang Islam; terus membuka diri untuk menjalin ruang yang semakin luas dalam bekerjasama dalam berbagai aspek kehidupan.
Berikut ini ringkasan wawancara redaksi dengan Dr. Paulus Tasik Galle yang kini berkarya di Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI.
Tanya (T): Sejak kapan persisnya program moderasi beragama itu digulirkan dan kegiatannya apa saja?
Jawab (J): Gerakan Moderasi Beragama yang sudah dimulai secara intensif oleh Kementerian Agama RI sejak tahun 2019 Dibesut dengan merilis berbagai program. Di antaranya pelatihan “Moderasi Beragama” dengan memakai modul yang telah disusun sedemikian rupa dalam proses perubahan cara pandang, sikap, prilaku dalam beragama yang lebih moderat di tengah rumah Indonesia yang sangat multikultural dapat dipandang sebagai bagian dari implementasi dan pembumian Dokumen Abu Dhabi.
T: Seberapa pentingnya program Moderasi Beragama itu perlu dipraktikkan?
J: Wajib dan sudah sepantasnya kita praktikkan di negara yang super pluralis ini. Moderasi Beragama harus didefinisikan sebagai sebuah gerakan perubahan. Dalam hal apa? Banyaklah, termasuk perubahan dalam cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama. Caranya dipraktikkan dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama masing-masing. Semua agama pada inti dan dasarnya ingin melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum.
Dilakukan bersama-sama dan masing-masing umat agama dan keyakinan berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.
T: Indikator keberhasilanya bisa diukur dari mana?
J: Adapun indikator apakah program “Moderasi Beragama” ini berhasil atau tidak di lapangan (masyarakat) bisa dilihat dari beberapa hal berikut ini.
- Toleransi yang berarti sikap masyarakat untuk semakin mau dan mampu menghormati segala bentuk perbedaan.Juga kesediaan hati untuk mau memberi ruang kepada orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapat.
- Menghargai kesetaraan dan sedia bekerjasama.
- Menolak dan anti kekerasan artinya menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, dalam mengusung perubahan yang diinginkan.
- Punya komitmen kebangsaan berarti penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam konstitusi: UUD 1945 dan regulasi di bawahnya.
- Juga penerimaan terhadap tradisi. Artinya kita mampu bersikap ramah dan bersahabat dalam penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam perilaku keagamaannya, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama.
T: Menurut Mas Paulus, apa pentingnya seminari nasional yang dibesut Unika Atma Jaya ini dalam kaitannya dengan semangat “Dokumen Abu Dhabi” dan lahirnya “Deklarasi Atma Jaya”?
J: Seminar nasional besutan Unika Atma Jaya Jakarta itu harus kita lihat sebagai bagian dari usaha kita bersama sebagai warga Bangsa Indonesia untuk membangkitkan kesadaran bersama.
Dengan menghidupkan nilai-nilai dan praktik baik dari implementasi Moderasi Beragama. Itu juga yang sebenarnya menjadi semangat Dokumen Abu Dhabi.
T: Baiklah dan terimakasih atas wawasannya.
Saat ini, selain menjadi ASN di Pusat Kerukunan Umat Beragama Sekretariat Jenderal Kemenag RI, Dr. Paulus Tasik Galle juga menjadi Instruktur Nasional Moderasi Beragama Kementerian Agama RI, selain sbg ASN di Pusat Kerukunan Umat Beragama Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI. (Selesai)
Baca juga: