BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Sabtu, 12 Februari 2022.
Tema: Berkat umat.
Bacaan.
- 1Raj. 12: 26-26, 13: 33-34.
- Mrk. 8: 1-10.
KATA berkat minimal mempunyai dua makna.
Pertama, dapat disamakan dengan kata “karena”. Misalnya, sebuah pernyataan berbunyi demikian: “Gerak kehidupan dan gairah pelayanan di paroki dialami semakin hidup, berkat partisipasi umat.”
Bukan kata berkatnya yang penting, tapi umat yang terlibat.
Kedua, penerusan kebaikan. Si penerus kebaikan terlebih dulu mengalami kebaikan tiada tara dari Allah. Pengalaman kebaikan itulah yang mendorong dia untuk meneruskan kebaikan bagi sesama.
Misalnya, “Wah, kita terus-menerus mendapat berkat dari umat.” Ucap seorang pastor yang mengalami kebaikan umat yang mengirim dhaharan.“
Pernah suatu ketika seorang ibu berkata. “Saya sekarang tidak dimintai lagi mengirim dhaharan karena umur.
Dulu, ketika kami mendapat jadwal, saya selalu memasakkan yang istimewa dan enak untuk romo-romo. Saya masak sendiri dan tidak pernah beli di restoran.”
“Kenapa bu?”
“Kami ingin para pastornya sehat. Dengan makanan yang sehat dan bergizi tentu mereka lebih ringan dan riang melayani umat.
Ada kepuasan, karena kesehatan terjaga. Apalagi romonya dekat dengan umat dan baik.”
“Apakah keluarga juga makan yang sama?”
“Ya hampir sama lah. Tapi untuk romonya sedikit diistimewakanlah,” kata si ibu.
“Nggak selalu romo. Kadang berbeda. Sangat berbeda,” kata si anak yang sekarang sudah berkeluarga.
“Kapan itu?” protes si mama dengan nada agak tinggi.
“Tuh dulu. Ingat. Ketika mak goreng ikan gurame yang gede untuk pastoran. Kami makan hanya ikan mujair,” kata si mami muda mengingatkan.
“Lah kalian kan sering makan enak. Di pastoran kan ada romo Belanda. Mereka suka ikan gurami. Mosok hanya dikasih ikan mujair. Yang bener aja. Ya Nggak pantaslah. Mereka orang kan romo kita,” si emak membela diri.
“Sekarang jadwalnya ke anak saya, Romo,” ungkapnya lagi.
“Nah, sekarang kalian gimana?”
“Ya tetap Romo. Kami juga mengirim. Tapi kami kadang tidak bisa masak. Waktu yang berbenturan. Sementara romonya kan disiplin dan tertib. Kadang ya beli saja apa yang menjadi kesukaannya,” jelasnya.
“Waduh enak enak ya.”
“Ya begitulah. Saya dengar juga, keluarga lain mengirim makanan tidak hanya sehat, tapi juga enak. Alasan mereka sama: Ya, biarlah makan enak sekali-sekali.”
Aku berpikir, kalau setiap keluarga Katolik yang mendapatkan jawdal berpikiran dan bertindak demikian tentu bagi kami, itu berarti makan enak setiap kali.
Kebiasaan baik umat yang berpikir dan bertindak demikian tanpa sadar juga ikut menambah penyakit dari para imam.
Ini sudah diketahui. Tapi?
Saya sendiri jugua mengalami demikian.
Selama saya menjadi imam, begitu banyak kebaikan umat. Sangat mengagumkan. Mereka bekerja mati-matian. Mencari rezeki untuk kehidupan keluarga.
Dengan kegembiraan mereka memberi kami makan sangat baik. Tidak hanya dari segi kualitas tapi kegembiraan mereka. Itu menyentuh.
Dan betul juga.
Apa yang diberikan kepada kami kadang tidak sama dengan apa yang dimakan oleh keluarga itu.
Anak-anak pun mengerti. Ada semacam penerusan kebaikan yang tak terkatakan.
Inilah buah iman.
Tentu sebagai ucapan syukur atas kebaikan umat, kami mendoakan keluarga, usaha dan ujud-ujud tertentu.
Hal yang mengagumkan adalah bahwa setiap keluarga terbuka untuk dijadwal. Bukan karena mereka berlebihan. Tetapi kebaikan yang menular terus menerus di dalam tradisi di dalam Gereja Katolik.
Umat memberi makan romonya. Bahkan yang saya alami tidak hanya makan fisik, tetapi juga hal-hal yang lain.
Betapa baiknya umat.
“Ia mengambil ketujuh roti itu,mengucap syukur, memecah-memecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya untuk dibagi-bagikan, dan mereka memberikannya kepada orang banyak.
Demikian juga dengan ikan. Mereka semua makan sampai kenyang.” 6b-8a.
Tuhan, kami bergembira karena sebagian berkat-Mu juga kami berikan kepada sesama kami. Amin