HIDUP ini adalah kesempatan untuk memilih dan hampir setiap hari orang mesti memilih. Sebagian pilihannya kecil, ringan, dan tidak penting. Ada pula pilihan yang amat mendasar dan menentukan mati hidupnya. Karena itu, orang tidak boleh main-main dengan pilihan hidupnya.
Ketika manusia makin berusia, pelbagai kemampuannya merosot. Orang tidak dapat lagi memilih secara cepat dan tepat. Itulah yang dialami Salomo.
“Ketika Raja Salomo menjadi tua, isteri-isterinya mencondongkan hatinya kepada dewa-dewa, sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada Tuhan, Allahnya.” (1 Raja-Raja 11:4). Dia tidak dengan sepenuh hati mengikuti Tuhan (1 Raja-Raja 11:6). Hatinya menyimpang dari Tuhan, Allah Israel (1 Raja-Raja 11:9).
Pilihan itu mendatangkan murka Tuhan. Dia akan mengoyakkan kerajaan Salomo dan akan memberikannya kepada hambanya (1 Raja-Raja 11:11). Setiap pilihan membawa konsekuensi.
Injil menampilkan kisah yang sebaliknya. Seorang ibu Yunani berkebangsaan Siro-Fenisia lari mendekati Yesus, bersungkur di depan-Nya, memohon agar Yesus mengusir setan dari anaknya (Markus 7:26).
Yesus menantangnya dengan bersabda, “Biarlah anak-anak kenyang lebih dahulu! Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” (Markus 7:27).
Kata-kata Yesus itu terdengar kasar. Dia menyamakan perempuan asing itu dengan anjing. Sementara roti adalah keselamatan dan anak-anak melambangkan bangsa Israel. Namun, perempuan kafir itu percaya kepada Yesus dan berkata, “Benar, Tuhan Tetapi anjing di bawah meja pun makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak.” (Markus 7:28). Karena kata-katanya itu, anaknya dibebaskan dari setan (Markus 7:29-30).
Salomo yang telah menerima kebijaksanaan dari Tuhan menjauhi Dia dengan condong kepada dewa-dewa asing. Sedang wanita Yunani Siro-Fenisia yang dianggap kafir itu mendekat kepada Yesus. Yang pertama mendapat hukuman dan yang kedua mengalami keselamatan dari Tuhan.
Kamis, 8 Februari 2024
Albherwanta, O.Carm.