Sebanyak enam orang guru tidak tetap sekolah terpencil di Dusun Batu Rimba, Desa Batu Mekar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, memperoleh honor mengajar hanya sebesar Rp100 ribu per bulan.
Kepala Sekolah Satu Atap Dusun Batu Rimba Khairul Fathi, di Gerung, Selasa mengatakan, honor guru tidak tetap tersebut dialokasikan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diberikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kepada sekolah dasar.
“Honor guru tidak tetap yang mengajar bersumber dari dana BOS. Meskipun dengan gaji yang dinilai masih relatif kecil, para guru tetap semangat mengajar,” ujarnya.
Ia menyebutkan, jumlah guru yang mengajar di sekolahnya sebanyak 12 orang, terdiri dari guru yang sudah berstatus pegawai negeri sipil (PNS) enam orang, sementara enam orang lainnya berstatus guru tidak tetap.
Para guru tidak tetap ada yang telah mengabdi sejak tahun 2005, 2006 dan 2007.
Mereka tetap semangat mengajar para muridnya, meskipun sekolah berada di daerah terpencil yang belum medapatkan akses listrik dan jaringan telekomunikasi yang memadai untuk mendukung kelancaran proses belajar mengajar.
Melihat penghasilan yang masih terbilang rendah, Khairul berupaya memperjuangkan agar semua guru tidak tetap yang mengabdi di sekolahnya tersebut bisa diangkat menjadi PNS.
“Meskipun tahun pengabdiannya berbeda-beda. Kami perjuangkan semuanya agar bisa diangkat menjadi guru PNS. Memang ada aturan tentang pengangkatan guru honor menjadi PNS, tapi kami berharap pemerintah memberikan perhatian,” ujarnya.
Menurut Khairul, para guru berjuang keras untuk mencerdaskan generasi bangsa yang ada di tiga dusun, yakni Dusun Batu Rimba, Montang dan Dusun Rumbuk.
Ketiga dusun yang sebagian besar warganya bekerja sebagai petani itu merupakan daerah yang masih terisolir karena belum tersentuh infrastruktur pendukung kelancaran pendidikan dan ekonomi seperti listrik dan jalan yang bisa dilalui oleh kendaraan roda empat.
“Kondisi yang memprihatikan kami adalah siswa dari Dusun Rumbuk harus berjalan kaki sejauh 1,5 kilometer untuk bisa sampai ke sekolah. Mereka bahkan melewati jembatan darurat terbuat dari batang bambu,” ujarnya.