Rektor Universitas Mercu Buana Suharyadi menyatakan prihatin atas tindak plagiarisme yang dilakukan oleh guru besar di salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia.
“Sangat disayangkan jika ada guru besar yang melakukan plagiarisme karena seharusnya guru besar sebagai jabatan tertinggi akademik diperoleh dengan cara yang benar karena nantinya akan menjadi panutan di universitas tempatnya mengajar,” kata Suharyadi seusai dialog dalam forum anggaran pendidikan di Jakarta, Selasa.
Suharyadi, mantan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) itu mengatakan, sesuai dengan aturan yang berlaku guru besar harus mendapat titel dari karyanya sendiri.
Menurut dia, plagiarisme juga pernah terjadi di perguruan tinggi lain namun akhirnya calon guru besar tidak diloloskan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi karena ada beberapa makalah yang disampaikan adalah hasil plagiat.
“Ada dua hal yang harus dilakukan pertama para rektor dan dekan dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia memberikan wawasan kepada para calon guru besar mengenai kesadaran untuk membuat ’paper’ yang tidak plagiat. Hal itu untuk sadarkan individu yang akan jadi guru besar,” jelas Suharyadi.
Kemudian hal kedua adalah sistem dan proses untuk menjadi guru besar harus diikuti dengan perbaikan agar tidak ada calon guru besar yang melakukan plagiat lolos seleksi menjadi guru besar.
Suharyadi menyatakan sanksi yang harus diberikan kepada guru besar yang melakukan plagiat adalah pencabutan titel kegurubesarannya.
“Namun terkadang masing-masing perguruan tinggi serta rektor punya kebijakan sendiri. Artinya jika mau tegas maka guru besar yang melakukan itu bisa langsung diberhentikan atau bisa juga dilihat kesalahan pada tahap mana,” kata Suharyadi.
Selain itu, katanya, harus dilakukan penelusuran ke belakang mengenai adanya tindak plagiarisme atau tidak dalam karya tulis untuk lulus dari doktorat, master atau pun sarjana sebelumnya.
Bukan kemerosotan pendidikan
Suharyadi menjelaskan bahwa plagiarisme yang dilakukan beberapa guru besar jangan dijadikan parameter kemerosotan pendidikan di Indonesia.
“Ada ratusan ribu guru besar di Indonesia dan kalau ada satu atau dua melakukan, itu hanya oknum, kecuali jika ada sebagian besar yang melakukan plagiat. Hal tersebut tidak bisa digeneralisasi sebagai kemerosotan pendidikan Indonesia,” tegas Suharyadi.
Jika ada indikasi plagiat, Suharyadi menjelaskan prosesnya harus ditelusuri dari awal penelitian yang dilakukan calon guru besar dan itu diharapkan dapat memperbaiki citra perguruan tinggi di Indonesia.