Jumat, 14 Februari 2025
Kej. 3:1-8
Mzm. 32:1-2,5,6,7
Mrk. 7:31-37
ALANGKAH tidak enaknya menjadi seorang yang tuli. Dunia terasa begitu sunyi, meskipun di sekeliling kita penuh dengan suara.
Kita melihat orang berbicara, tertawa, dan bernyanyi, tetapi semuanya tampak jauh, seperti berada di balik dinding kaca yang tebal. Kita ingin ikut serta, tetapi sering kali hanya bisa menebak-nebak apa yang terjadi.
Berbeda dengan mereka yang buta atau lumpuh, orang yang tuli tidak selalu tampak seperti sedang kesulitan. Jika seseorang buta, orang lain bisa segera menggandeng tangannya.
Jika seseorang lumpuh, mereka akan diberi tempat duduk atau dibantu berjalan. Namun, bagaimana dengan tuli?
Tidak ada tanda yang jelas bahwa kita tidak mendengar. Orang berbicara kepada kita, lalu mengira kita sombong atau tidak peduli ketika kita tidak merespons.
Kesulitan yang tak terlihat ini membuat kita sering merasa terisolasi. Kita ingin berbicara, tetapi banyak orang tidak mengerti bahasa isyarat. Kita ingin mendengar, tetapi telinga kita tidak bisa menangkap suara.
Dalam bacaan Injil hari ini, kita mendengar demikian, “Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: “Efata.”, artinya: Terbukalah.
Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik.”
Peristiwa ini bukan sekadar mukjizat fisik. Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk mengalami pembukaan dalam hidup kita.
“Efata” bukan hanya bagi mereka yang tuli secara fisik, tetapi juga bagi kita yang sering kali tuli secara rohani.
Kita mendengar firman Tuhan, tetapi sering kali tidak memperhatikannya. Kita mendengar nasihat baik, tetapi tetap memilih jalan sendiri.
Kita mendengar jeritan orang yang membutuhkan, tetapi hati kita tertutup oleh kesibukan dan kepentingan pribadi.
Lidah kita pun sering kali “terikat.” Kita sulit berbicara kebaikan, tetapi mudah mengucapkan keluhan, gosip, atau kata-kata kasar. Kita sering diam ketika melihat ketidakadilan, tetapi lantang ketika membela diri sendiri.
Hari ini, Yesus juga berkata kepada kita, “Efata.”
Semoga terbukalah telinga kita untuk mendengar firman Tuhan dan suara mereka yang membutuhkan.
Semoga terbukalah hati kita untuk menerima kebenaran dan kasih. Semoga terbukalah lidah kita untuk berbicara tentang iman, pengharapan, dan cinta kasih.
Semoga kita semua mengalami “Efata” dalam hidup kita, terbuka untuk kasih Tuhan dan menjadi alat berkat bagi sesama.
Bagaiamana dengan diriku?
Apakah aku bisa mendengar dan melaksanakan sabda Tuhan dalam hidupku?